Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Storyteller Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Menegakkan Anarkisme Tekstualisasi

10 Juli 2016   15:47 Diperbarui: 11 Juli 2016   09:18 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membaca istilah "anarkisme", mungkin langsung terbayang tindakan destruktif, melanggar tata-laku dan hukum. Misalnya terbayang demo anarkis, diwarnai kekerasan, penjarahan, dan lain sebagainya.

Dikenakan pada aktivitas tekstualisasi, atau penulisan fiksi dan non-fiksi, istilah anarkisme mungkin langsung menggiring pikiran tentang tulisan yang bertendensi negatif, semisal mengobarkan diskriminasi, permusuhan, kebencian, kekerasan, dan lain-lain yang sejenis. Juga disampaikan dengan bahasa yang provokatif dan kasar.

Tidak. Bukan seperti itu anarkisme tekstualisasi, atau penuangan pikiran ke dalam bentuk teks. Yang seperti itu bukan anarkisme, tapi barbarisme tekstualisasi. Hasilnya adalah teks bertendensi negatif dan banal. Sejumlah artikel yang bertendensi anti-Jokowi dulu, dan anti-Ahok kini, tergolong pada barbarisme tersebut.

Arti Anarkisme Tekstualisasi

Anarkisme tekstualisasi adalah pemerdekaan penulis dalam menentukan tema, topik, maksud, sumber, data, kata, kalimat, gaya bahasa, dan struktur tulisan ketika menuangkan pikirannya ke dalam bentuk teks.

Ringkasnya anarkisme tekstualisasi  menegaskan: "Aku menulis menurut caraku sendiri!" Bukan menurut cara guru, pelatih, atau mentor penulisan. Bukan pula menurut cara baku yang ditawarkan buku atau artikel teknik penulisan.

Kendati anarkisme tekstualisasi memberi kemerdekaan, tetap ada tiga rambu tekstualisasi yang harus dipatuhi. Tiga rambu itu adalah logika, etika, dan estetika.

Rambu Logika

Logika adalah pilar utama bangunan teks. Jika sebuah bangunan teks tidak logis, tidak masuk akal, maka dia gampang rubuh atau dirubuhkan. Ketak-logisan teks ini lazimnya disebut sebagai "logical fallacy" atau, dalam istilah awam, "sesat pikir".

Contohnya begini. Pernah ada artikel di Kompasiana yang menyalahkan Ahok lantaran Pondok Gede banjir. Ini tak masuk akal karena Pondok Gede itu bukan wilayah DKI Jakarta tapi Bekasi. Mengapa menyalahkan Ahok?

Atau contoh ini. Juga di Kompasiana, ada artikel yang menyimpulkan KPK melempem, karena tak menetapkan Ahok sebagai tersangka koruptor dalam kasus "Sumber Waras", padahal sudah diperiksa intensif. Ini tak masuk akal karena penulisnya sama sekali tak mengungkap apa hasil pemeriksaan KPK terhadap Ahok.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun