Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Barisan Anti-Ahok Sejatinya Adalah Pendukung Ahok

29 April 2016   13:23 Diperbarui: 29 April 2016   13:50 1715
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana mungkin seseorang yang bersikap anti pada waktu bersamaan ternyata bersikap pro juga?

Atau, dalam “Kasus Ahok”, bagaimana mungkin seseorang yang terbilang “Anti-Ahok” ternyata adalah pendukung sejati Ahok?  Dengan kata lain, “Pro-Ahok” sejati?

Apakah ini provokasi?  Atau pembalikan logika?  Bukan keduanya.   Sebab ada satu  penjelasan logis untuk pernyataan itu.  

Yang saya maksudkan adalah penjelasan metodologis.   Begini.   Dalam metodologi riset, ada dua pendekatan untuk menemukan kebenaran (ilmiah).  Pertama, verifikasi dan kedua, falsifikasi.

Agar tidak pusing dengan definisi (filsafat ilmu), saya beri illustrasi saja untuk pemahaman sekaligus pembedaan keduanya.

Misalkan ada orang menjual 100 butir telur ayam.  Menurut penjual, semua telur itu baik, tidak ada yang busuk. 

Tapi pembeli yang jeli tak akan percaya begitu saja.  Dia akan memeriksa kebenaran klaim penjual.  Pertanyaannya:  “Apakah 100 butir telur ayam tersebut baik?”

Jika pembeli itu seorang penganut verifikasi, maka dia akan menjawabnya dengan cara sebagai berikut:    “Ambil sampel 30 butir telur secara acak.  Periksa mutunya.  Jika semuanya baik, maka dapat disimpulkan semua telur baik.”

Sebaliknya, jika pembeli seorang  penganut falsifikasi, maka dia akan menjawabnya  dengan cara sebagai berikut:   “Temukan 1 butir telur busuk.  Jika ada,  maka dapat disimpulkan tidak semua telur baik.  Jika tak ada, maka bisa disimpulkan sejauh ini tidak ditemukan adanya telur busuk.”

Intinya, kaum verifikasionis berupaya membuktikan kebenaran dari suatu klaim.  Sebaliknya kaum falsifikasionis berupaya menunjukkan kepalsuan dari suatu klaim.

Sekarang, jika hendak dikenakan pada Ahok, maka konteksnya adalah kriteria elegibilitas sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta tahun 2017.  

Kriteria suku, agama, dan affiliasi organisasi jelas sudah lulus.  Tak ada larangan hukum bagi etnik Tionghoa, agama Kristen, dan Non-Partai untuk mencalonkan diri menjadi gubernur di Indonesia.

Tinggal kini kriteria integritas.  Salah satunya yang terpenting adalah “bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)”.  

Pertanyaannya adalah:  “Apakah Ahok ‘Bersih KKN’?”   Jawaban atas pertanyaan ini menjadi penentu nasib pencalonan Ahok sebagai gubernur.  Jika jawabannya “Bersih!”, maka pencalonannya melaju mulus.   Sebaliknya, jika jawabannya “Tidak bersih!”, maka pencalonannya terganjal.

Maka, hari-hari ini, pertempuran antara barisan Anti-Ahok dan barisan Pro-Ahok di media on-line dan media sosial terpusat pada jawaban terhadap pertanyaan tersebut. 

Di satu pihak barisan Pro-Ahok berupaya menegakkan klaim “Ahok bersih!”.  Mereka berjuang membuktikan kebenaran klaim itu  dengan mengajukan fakta-fakta “kebaikan” Ahok dalam berbagai kasus sensitif.  Misalnya kasus-kasus pembelian tanah Rumah Sakit Sumber Waras, reklamasi Teluk Jakarta, relokasi warga kampung ke Rumah Susun Sewa, Transportasi Jakarta,  dan Banjir Jakarta.

Fokus barisan Pro-Ahok adalah pembuktian bahwa Ahok sepenuhnya bersih dari KKN.  Sekaligus hal itu berarti mengeliminasi fakta-fakta yang mengindikasikan Ahok terlibat KKN.   

Di lain pihak barisan Anti-Ahok berupaya merobohkan klaim “Ahok bersih!”. Dari arah berlawanan, mereka berjuang membongkar kepalsuan klaim itu dengan mengajukan fakta-fakta “keburukan” Ahok.  Misalnya dalam kasus-kasus yang sudah disebutkan di atas.

Fokus barisan Anti-Ahok adalah pencarian satu saja fakta “kepalsuan” pada Ahok, yaitu satu kasus KKN yang tak terbantahkan, positif secara hukum.  Dengan satu “kepalsuan” itu, maka mereka bisa menyimpulkan “Ahok tidak bersih!”.  Itu sudah cukup untuk menggagalkan  pencalonan Ahok sebagai gubernur.  Tak perduli sebanyak apapun “kebaikan”-nya.  Sebab bukankah cukup nila setitik untuk merusak susu sebelanga?

Sekarang, perhatikanlah fokus barisan Pro-Ahok dan barisan Anti-Ahok.  Ternyata esensinya sama saja.  Keduanya sama-sama berjuang keras untuk menemukan seorang Calon Gubernur atau Gubernur DKI Jakarta yang benar-benar “Bersih KKN” pada “pribadi” Ahok.   

Hanya caranya saja yang berbeda.   Pro-Ahok fokus pada pengungkapan sebanyak mungkin fakta  yang membuktikan kebenaran  klaim “Ahok bersih”. Sedangkan Anti-Ahok fokus pada penggalian sebuah fakta yang menunjukkan kepalsuan klaim “Ahok Bersih”.

Lalu, apa dasarnya mengatakan barisan Anti-Ahok sejatinya  adalah Pro-Ahok atau pendukung Ahok?  Sederhana saja.  Dibanding Pro-Ahok, barisan Anti-Ahok inilah yang benar-benar berjuang habis-habisan untuk “menguliti” Ahok.   Berupa keras untuk membongkar “kepalsuan-kepalsuan” Ahok. Semua itu dimaksudkan agar tidak  tertipu memilih Ahok yang tak bersih KKN sebagai Gubernur DKI Jakarta.

Perhatikan frasa  “agar tak tertipu memilih Ahok yang tak bersih KKN”.   Bukankah itu motif yang sangat terpuji?  Sebab, pada akhirnya, jika mereka tak menemukan satu pun fakta positif (secara hukum) untuk menyimpulkan “Ahok tak bersih KKN”, maka sejatinya tak ada alasan obyektif apapun  bagi mereka untuk menolak Ahok sebagai calon gubernur atau gubernur.

Klimaks dukungan barisan Anti-Ahok kepada Ahok sebagai calon gubernur adalah ketika pada akhirnya mereka tiba pada tahap “jenuh” (redundant), karena setelah berjuang sekian lama, ternyata tidak menemukan satu pun fakta positif yang membongkar kepalsuan klaim “Ahok bersih”.   Tegasnya, satu fakta positif tentang KKN Ahok, yang kemudian menjadi fakta hukum entah di KPK ataupun Bareskrim/Kejaksaan.

Mengapa itu disebut klimaks dukungan?  Karena kegagalan menunjukkan kepalsuan klaim “Ahok bersih” oleh barisan Anti-Ahok, pada hakekatnya adalah pembuktian terkuat terhadap kebenaran klaim itu.

Jika situasi seperti itu tercapai, maka sesungguhnya upaya verfikasi “Ahok bersih” oleh barisan Pro-Ahok tak diperlukan lagi.

Dengan jalan pikiran seperti itu, selayaknya jika upaya falsifikasi klaim “Ahok bersih” oleh barisan Anti-Ahok didukung sepenuhnya. 

Pada waktunya nanti, jika upaya falsifikasi itu tak menemukan fakta “palsu”,  rakyat DKI Jakarta harus berterimakasih kepada mereka.   Sebab, berkat mereka,  rakyat DKI Jakarta telah menemukan seorang calon gubernur atau gubernur yang bersih dari KKN pada sosok Ahok.(*)

[NO TEXT-LITTERING, PLEASE]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun