Kriteria suku, agama, dan affiliasi organisasi jelas sudah lulus. Tak ada larangan hukum bagi etnik Tionghoa, agama Kristen, dan Non-Partai untuk mencalonkan diri menjadi gubernur di Indonesia.
Tinggal kini kriteria integritas. Salah satunya yang terpenting adalah “bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)”.
Pertanyaannya adalah: “Apakah Ahok ‘Bersih KKN’?” Jawaban atas pertanyaan ini menjadi penentu nasib pencalonan Ahok sebagai gubernur. Jika jawabannya “Bersih!”, maka pencalonannya melaju mulus. Sebaliknya, jika jawabannya “Tidak bersih!”, maka pencalonannya terganjal.
Maka, hari-hari ini, pertempuran antara barisan Anti-Ahok dan barisan Pro-Ahok di media on-line dan media sosial terpusat pada jawaban terhadap pertanyaan tersebut.
Di satu pihak barisan Pro-Ahok berupaya menegakkan klaim “Ahok bersih!”. Mereka berjuang membuktikan kebenaran klaim itu dengan mengajukan fakta-fakta “kebaikan” Ahok dalam berbagai kasus sensitif. Misalnya kasus-kasus pembelian tanah Rumah Sakit Sumber Waras, reklamasi Teluk Jakarta, relokasi warga kampung ke Rumah Susun Sewa, Transportasi Jakarta, dan Banjir Jakarta.
Fokus barisan Pro-Ahok adalah pembuktian bahwa Ahok sepenuhnya bersih dari KKN. Sekaligus hal itu berarti mengeliminasi fakta-fakta yang mengindikasikan Ahok terlibat KKN.
Di lain pihak barisan Anti-Ahok berupaya merobohkan klaim “Ahok bersih!”. Dari arah berlawanan, mereka berjuang membongkar kepalsuan klaim itu dengan mengajukan fakta-fakta “keburukan” Ahok. Misalnya dalam kasus-kasus yang sudah disebutkan di atas.
Fokus barisan Anti-Ahok adalah pencarian satu saja fakta “kepalsuan” pada Ahok, yaitu satu kasus KKN yang tak terbantahkan, positif secara hukum. Dengan satu “kepalsuan” itu, maka mereka bisa menyimpulkan “Ahok tidak bersih!”. Itu sudah cukup untuk menggagalkan pencalonan Ahok sebagai gubernur. Tak perduli sebanyak apapun “kebaikan”-nya. Sebab bukankah cukup nila setitik untuk merusak susu sebelanga?
Sekarang, perhatikanlah fokus barisan Pro-Ahok dan barisan Anti-Ahok. Ternyata esensinya sama saja. Keduanya sama-sama berjuang keras untuk menemukan seorang Calon Gubernur atau Gubernur DKI Jakarta yang benar-benar “Bersih KKN” pada “pribadi” Ahok.
Hanya caranya saja yang berbeda. Pro-Ahok fokus pada pengungkapan sebanyak mungkin fakta yang membuktikan kebenaran klaim “Ahok bersih”. Sedangkan Anti-Ahok fokus pada penggalian sebuah fakta yang menunjukkan kepalsuan klaim “Ahok Bersih”.
Lalu, apa dasarnya mengatakan barisan Anti-Ahok sejatinya adalah Pro-Ahok atau pendukung Ahok? Sederhana saja. Dibanding Pro-Ahok, barisan Anti-Ahok inilah yang benar-benar berjuang habis-habisan untuk “menguliti” Ahok. Berupa keras untuk membongkar “kepalsuan-kepalsuan” Ahok. Semua itu dimaksudkan agar tidak tertipu memilih Ahok yang tak bersih KKN sebagai Gubernur DKI Jakarta.