Celakanya, para peserta pertemuan itu ternyata ikut pula terimbas “mabok” saat foto pertemuan terpublikasi dan ditafsir para Anti-Ahok. Sampai-sampai, ada yang saling-memaki, dengan menggunakan kata-kata kasar khas Ahok. Apa namanya itu kalau bukan ikutan “mabok”?
Yang tetap waras adalah Ahok. Tidak membantah. Malah mengaku kulkasnya di rumah penuh bir dan anggur untuk tamu. “Apa salahnya bir?” kata Ahok dulu. Dan dia tetap konsisten dengan pernyataannya itu. Bir bukan masalah. Yang masalah adalah para Anti-Ahok yang mengumbar tafsir “mabok”. Juga para Pro-Ahok yang terimbas ikutan “mabok”.
Di antara para Pro-Ahok itu, ada yang sedemikian “mabok”-nya, sampai-sampai ikutan sesat pikir. Keluar dari konteks. Misalnya, ada yang melempar “red herring” dengan mengatakan orang minum bir lebih baik dari orang yang luarnya alim tapi dalamnya koruptor dan main perempuan. Atau mendirikan “strawman” dengan mengatakan bir baik untuk kesehatan dan kejantanan.
Maka, kali ini, nasihat ini terpaksa tidak hanya berlaku untuk para Anti-Ahok. Tapi juga untuk para Pro-Ahok. Intinya, jangan menyerang atau membela Ahok dalam keadaan “mabuk”. Sebab kata-kata orang mabuk tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Lagi pula, hanya Si Pandir yang sudi mendengar ocehan Si Pemabuk. Jadi, para Anti-Ahok dan para Pro-Ahok, ayo bangun, bangun, bangun! Baca nasihat ini sekali lagi!(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H