Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Bu Mega, Langkah Ahok Bukan Indikasi “Deparpolisasi” Tapi “Delegitimasi Parpol”

10 Maret 2016   15:19 Diperbarui: 11 Maret 2016   18:27 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah sekarang ada gejala pengurangan jumlah parpol? Sama sekali tidak. Malah sedang muncul calon parpol baru seperti Perindo dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Fungsi politiknya juga tak dinafikan, masih tetap seperti diatur dalam undang-undang.

Jadi, sinyalemen “deparpolisasi” itu sebenarnya lebih berupa sikap “menyalahkan” pihak lain atas kegagalan parpol. Awak tak pandai menari, dikata lantai terjungkat. Memangnya siapa Ahok dan “teman-teman”-nya sehingga bisa dan boleh melakukan deparpolisasi. Hanya Pemerintah Pusat yang punya wewenang dan kuasa untuk melakukan itu.

Siapa sih staf ahli PDIP yang telah “menyesatkan” Bu Mega, Ketum PDIP, dengan menyorongkan sinyalemen “deparpolisasi” itu? Bikin malu Presiden Jokowi saja, selaku “petugas partai” PDIP.

Yang sebenarnya terjadi adalah gejala delegitimasi parpol. Itulah gejala memudarnya legitimasi parpol di kalangan warga masyarakat konstituennya sendiri. Bukan karena kemauan dari warga itu sebenarnya. Tapi karena parpol-parpol itu sendiri yang kerap mempertontonkan gejala mala-fungsi, dis-fungsi, atau sesat-fungsi selama ini.

Intinya peran parpol-parpol itu selama ini, seperti direpresentasikan DPR dan DPRD lebih condong pada perjuangan kepentingan partai itu sendiri dan politisi pendukungnya, ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.

Tidak perlu dipaparkan bukti-buktinya di sini. Hal itu sudah menjadi pengetahuan umum karena disebar-luaskan melalui ragam media konvensional dan on-line.

Perilaku politik parpol/DPR itu kemudian memupus kepercayaan warga kepada parpol/DPR. Rakyat tidak percaya langkah atau keputusan parpol/DPR mewakili kepentingan rakyat. Maka parpol/DPR, termasuk di DKI Jakarta, dengan sendirinya kehilangan legitimasi di hadapan rakyat.

Dalam konteks seperti itulah muncul “Teman Ahok”, sebagai representasi rakyat, yang mengajukan Ahok sebagai Cagub DKI 2017. Mayoritas warga DKI Jakarta, sekurangnya secara implisit berdasar hasil survei elektabilitas ataupun preferensi, masih menginginkan Ahok menjadi Gubernur DKI periode mendatang.

Tapi tidak satupun parpol yang menginginkan Ahok. Maka rakyat mengambil jalan sendiri, di luar jalur/mekanisme parpol,  dengan menentukan Ahok sebagai Cagub Independen. Dan ini boleh menurut undang-undang.

Ada  inisiatif kreatif rakyat semacam itu, kok ya  dibilang deparpolisasi. Pada belajar ilmu politik dimana sih staf ahli PDIP itu?

Jadi, Bu Mega, terkait langkah Ahok itu, tolong jangan bilang ada “deparpolisasi”. Akui saja jujur, meski pahit, bahwa parpol memang sedang terdelegitimasi. Termasuk PDIP. Setidaknya di DKI Jakarta. Gitu aja kok repot.(*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun