Apakah sekarang ada gejala pengurangan jumlah parpol? Sama sekali tidak. Malah sedang muncul calon parpol baru seperti Perindo dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Fungsi politiknya juga tak dinafikan, masih tetap seperti diatur dalam undang-undang.
Jadi, sinyalemen “deparpolisasi” itu sebenarnya lebih berupa sikap “menyalahkan” pihak lain atas kegagalan parpol. Awak tak pandai menari, dikata lantai terjungkat. Memangnya siapa Ahok dan “teman-teman”-nya sehingga bisa dan boleh melakukan deparpolisasi. Hanya Pemerintah Pusat yang punya wewenang dan kuasa untuk melakukan itu.
Siapa sih staf ahli PDIP yang telah “menyesatkan” Bu Mega, Ketum PDIP, dengan menyorongkan sinyalemen “deparpolisasi” itu? Bikin malu Presiden Jokowi saja, selaku “petugas partai” PDIP.
Yang sebenarnya terjadi adalah gejala delegitimasi parpol. Itulah gejala memudarnya legitimasi parpol di kalangan warga masyarakat konstituennya sendiri. Bukan karena kemauan dari warga itu sebenarnya. Tapi karena parpol-parpol itu sendiri yang kerap mempertontonkan gejala mala-fungsi, dis-fungsi, atau sesat-fungsi selama ini.
Intinya peran parpol-parpol itu selama ini, seperti direpresentasikan DPR dan DPRD lebih condong pada perjuangan kepentingan partai itu sendiri dan politisi pendukungnya, ketimbang memperjuangkan kepentingan rakyat, bangsa, dan negara.
Tidak perlu dipaparkan bukti-buktinya di sini. Hal itu sudah menjadi pengetahuan umum karena disebar-luaskan melalui ragam media konvensional dan on-line.
Perilaku politik parpol/DPR itu kemudian memupus kepercayaan warga kepada parpol/DPR. Rakyat tidak percaya langkah atau keputusan parpol/DPR mewakili kepentingan rakyat. Maka parpol/DPR, termasuk di DKI Jakarta, dengan sendirinya kehilangan legitimasi di hadapan rakyat.
Dalam konteks seperti itulah muncul “Teman Ahok”, sebagai representasi rakyat, yang mengajukan Ahok sebagai Cagub DKI 2017. Mayoritas warga DKI Jakarta, sekurangnya secara implisit berdasar hasil survei elektabilitas ataupun preferensi, masih menginginkan Ahok menjadi Gubernur DKI periode mendatang.
Tapi tidak satupun parpol yang menginginkan Ahok. Maka rakyat mengambil jalan sendiri, di luar jalur/mekanisme parpol, dengan menentukan Ahok sebagai Cagub Independen. Dan ini boleh menurut undang-undang.
Ada inisiatif kreatif rakyat semacam itu, kok ya dibilang deparpolisasi. Pada belajar ilmu politik dimana sih staf ahli PDIP itu?
Jadi, Bu Mega, terkait langkah Ahok itu, tolong jangan bilang ada “deparpolisasi”. Akui saja jujur, meski pahit, bahwa parpol memang sedang terdelegitimasi. Termasuk PDIP. Setidaknya di DKI Jakarta. Gitu aja kok repot.(*)