Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

“Host” Jak TV Menghina Narasumber?

15 Februari 2016   09:23 Diperbarui: 15 Februari 2016   15:09 3059
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

“Anda beragama? Anda beragama?” Pertanyaan bernada menyudutkan ini menyentak emosi saya kemarin, Minggu 14 Februari 2016, sekitar pukul 6-an sore.

Bukan! Bukan pada saya pertanyaan itu ditujukan. Tapi kepada Prof. Thamrin Amal Tomagola, PhD. Prof Thamrin itu sosiolog senior Universitas Indonesia. Sepanjang saya kenal, dia tergolong satu dari sedikit sosiolog mumpuni di negeri ini.

Saya lebih tersentak, karena pertanyaan itu diajukan kepada Prof. Thamrin dalam posisinya sebagai salah seorang dari tiga narasumber dalam acara Beranda Jaktv. Topiknya tentang pro-kontra penampilan kaum LGBT di media massa khususnya media televisi.

Semakin tersentak lagi emosi saya, karena yang mengajukan pertanyaan itu adalah “host” acara Beranda yang, kalau tak salah, “anchor” pemberitaan Jaktv juga.

Saya tak tahu siapa nama “host” itu, seorang perempuan. Saya tak tertarik juga mencari tahu namanya. Bagi saya, orang yang mengajukan pertanyaan semacam itu, dan dengan cara menyudutkan pula, sebaiknya disebut Anonim saja.

“Host” Anonim Jaktv itu mengajukan pertanyaan menyudutkan tadi lantaran Prof. Thamrin bersikukuh bahwa, dari perspektif sosiologi, tak ada yang salah dengan keberadaan kaum LGBT. Itu fakta sosial, jadi harus diterima, bukannya dihakimi sebagai sebuah kesalahan, apalagi kejahatan.

Prof. Thamrin menyatakan pandangan sosiologisnya itu sebagai tanggapan terhadap langkah KPI memberi “pagar” pada penampilan kaum LGBT khususnya di media televisi. Kebetulan yang disebut adalah kasus Dangdut Academy 3 Indosiar. Katanya, di antara para juri dan komentatornya ada yang terindikasi LGBT.

Tapi mendadak “Host” Anonim itu menyudutkan Prof. Thamrin dengan pertanyaan menyudutkan, “Anda beragama?” (Diajukan beruntun dua kali, atau mungkin tiga kali, saya lupa).

Prof. Thamrin jelas terlihat terperangah dengan pertanyaan “Host” Anonim itu. Dia berusaha menjelaskan bahwa pandangannya itu menyangkut hak-hak kaum LGBT sebagai warga negara Indonesia. Bukan soal apakah LGBT itu benar atau salah dari segi agama.

Tapi “Host” Anonim itu rupanya sudah punya predisposisi penolakan terhadap keberadaan LGBT. Maka dia tak mau mendengar penjelasan Prof. Thamrin. Jelas “host” itu sudah memihak sehingga, dari segi itu saja, dia sebenarnya tak layak menjadi “host” yang mestinya mengambil posisi “moderator”, netral di tengah.

Tapi lebih dari sikap tidak netralnya, yang notabene dengan sendirinya tidak etis, “kenekadan” Sang “Host” Anonim itu mengajukan pertanyaan “Anda beragama?” itulah yang paling tak beretika.

Izinkan saya menjelaskannya.

Pertama, sebagai “host” dia tak pantas menanyakan hal semacam itu kepada “tamu” yang diundangnya sendiri. Sebab sudah semestinya dia kenal siapa “tamu”-nya.

Kedua, sebagai orang yang lebih muda usia tak pantas juga “host” itu menanyakan hal semacam itu kepada “tamu” yang usianya mungkin dua kali lipat darinya. Perkiraan saya, “Host” Anonim itu pantasnya anak Prof. Thamrin.

Ketiga, pertanyaan “Anda beragama?” itu pertanyaan sensitif yang tak pantas diajukan kepada seseorang di ruang publik, apalagi di televisi yang mungkin ditonton ribuan orang. Itu lebih sensitif dibanding misalnya bertanya “Anda miskin?”, atau “Anda bodoh?”

Keempat, “host” tersebut tidak pada posisi yang menyebabkan dia punya hak untuk bertanya seperti itu. Karena dia bukan pegawai pemerintah yang sedang melakukan Sensus Penduduk atau mengisi formulir KTP. Juga bukan aparat hukum/keamanan yang sedang mengambil data diri seorang saksi atau tersangka. Juga bukan calon mertua yang anaknya akan dilamar seseorang.

Kelima, pertanyaan “Anda beragama?” dalam konteks diskusi di acara Beranda Jaktv itu mencerminkan “sesat pikir” dari Sang “Host” Anonim. “Sesat pikir” yang mengindikasikan betapa tak profesional dan tak layaknya “host” itu.

Izinkan lagi saya menjelaskan soal “sesat pikir” ini secara khusus.

Pertama, pertanyaan “Anda beragama?” dalam konteks diskusi dengan topik LGBT itu tergolong argumen “red herring” (ikan merah). Secara sadar “host” berusaha memancing Prof. Thamrin untuk masuk ke perdebatan tentang salah-benarnya LGBT menurut nilai-nilai agama. Sayangnya, Prof. Thamrin sudah terlalu berpengalaman untuk bisa dipancing seperti itu. “Host” sama sekali tak kenal siapa Prof. Thamrin sebagai tamunya.

Kedua, pertanyaan “Anda beragama?” itu juga sekaligus tergolong “strawman argument” (argumen orang-orangan jerami). “Host” tersebut membangun argumen sendiri bahwa dari segi agama LGBT itu salah, sehingga harus diluruskan. Lalu dia merasa menang dengan argumen semacam itu, karena Prof. Thamrin tidak bisa menyentuhnya di situ. Tentu saja begitu, sebab Prof. Thamrin melihat persoalan secara sosiologis, bukan teologis. Kalau sudah bawa-bawa agama, maka tak ada lagi yang bisa diperdebatkan. Di sini “host” itu ingin cari menang sendiri. Pada hal dia moderator.

Simak dialog berikus sebagai gambaran “host” cari menang sendiri. (Ini rekonstruksi dialog berdasar ingatan saya. Pasti tidak sama persis).
“Host”: “Bagaimana sikap seorang Ibu jika anaknya LGBT?”
Prof. Thamrin: “Setiap Ibu akan menerima anaknya apa adanya.”
“Host”: “Apakah Si Ibu tidak akan mengembalikan anaknya ke kodrat yang benar?”
Prof. Thamrin: (Mau menjelaskan sesuatu tapi tak diperdulikan lagi oleh “host”).

Saya kira, Prof. Thamrin hendak menjelaskan bahwa seks perempuan, laki-laki, dan LGBT (kalau mau dibilang ini sebagai “seks baru”?), bukan kodrat. Itu karunia YME. Kodrat itu, bagi perempuan adalah hamil, melahirkan, dan menyusui. Jika secara sengaja tak melakukan itu, maka disebut menentang kodratnya. (Mungkin “host” tidak tahu juga kalau Prof. Thamrin adalah satu dari segelintir ilmuwan sosial laki-laki yang sangat paham soal seks dan gender).

Ketiga, pertanyaan “Anda beragama?” itu pada saat yang sama juga tergolong “argumentum ad hominem”. Itu alasan untuk judul artikel ini. Sebab dengan pertanyaan semacam itu “Host” Anonim itu sudah menyerang sisi pribadi Prof. Thamrin. Tak ada relevansinya menanyakan agama Prof. Thamrin dalam diskusi itu. Maka pertanyaan seperti itu menjadi bermakna “Anda tak beragama, maka Anda setuju LGBT.” Bukankah makna semacam itu suatu penghinaan terhadap Prof. Thamrin sebagai narasumber? (Jika “host” tahu latar-belakang keluarga Prof. Thamrin di Maluku Utara sana, maka harusnya dia malu bertanya seperti itu).

Tapi mengapa saya menyempatkan diri mengulas soal yang tampaknya sepele ini? Maaf, ini tampaknya saja sepele, tapi sesungguhnya ini sangat serius. Seserius apa, kiranya sudah jelas dari penjelasan saya tadi.

Maka, jika saya menjadi Pimpinan Jaktv, inilah dua hal yang akan saya lakukan, terkait dengan “insiden” pertanyaan “Anda beragama?” itu.

Pertama, memerintahkan “Host” Anonim itu untuk segera meminta maaf kepada Prof. Thamrin karena telah lancang mengajukan pertanyaan yang tak etis.

Kedua, mengistirahatkan untuk sementara waktu “Host” Anonim itu agar punya waktu untuk belajar lagi menjadi “host” yang profesional dan punya etika.

Sayangnya, saya bukan Pimpinan Jaktv. Maka “selamat”-lah “Host” Anonim itu.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun