Kedua, nilai presisi berkenaan dengan kesiapan fisik kendaraan antara lain kondisi mesin prima, kelengkapan fisik (lampu-lampu, spion), dan roda-roda.
Lalu, ketiga, nilai presisi berkenaan dengan aturan perilaku berkendara yaitu antara lain batas kecepatan di lajur kiri dan kanan, batas kecepatan di jalur menikung, jarak aman dengan kendaraan di depan, larangan penggunaan bahu jalan, jumlah maksimum penumpang, batas muatan barang, sampai rekomendasi pemanfaatan rest area.
Pengamalan nilai presisi itu di ruas tol Cipali menunjuk pada laku disiplin berkendara. Ini pasti bukan sebuah tuntutan yang terlalu berat bagi saudara-saudara umat Muslim yang sudah “mendarah-dagingkan” nilai presisi sejak kecil, melalui ibadah shalat.
Kiranya tak terlalu sulit pula mengamalkan nilai presisi yang Islami itu di ruas tol Cipali. Jika ritual mudik itu diresapi sebagi sebuah “perjalanan spiritual” menuju sebuah Hari Kemenangan Atas Nafsu Duniawi, maka tak sulit kiranya untuk menjalankannya sebagai sebentuk ibadah.
Jadikanlah perjalanan lewat Cipali sebagai sebuah ibadah, dengan upah keselamatan di ujung perjalanan. Menjejaklah di badan jalan selayaknya menjejak di atas tikar sajadah. Resapilah ruas tol Cipali layaknya hamparan sebuah “sajadah panjang”.
Sekadar membantu untuk meresapinya, mungkin baik juga jika menyetel “Sajadah Panjang” kelompok musisi Bimbo di tape mobil. Lalu dengarlah alunan merdu puisi ini:
Ada sajadah panjang terbentang/dari kaki buaian/sampai ke tepi kuburan hamba/kuburan hamba bila mati
Ada sajadah panjang terbentang/hamba tunduk dan sujud/di atas sajadah yang panjang ini/diselingi sekedar interupsi
Mencari rezeki mencari ilmu/mengukur jalanan seharian/begitu terdengar suara adzan/kembali tersungkur hamba
Ada sajadah panjang terbentang/hamba tunduk dan rukuk/hamba sujud tak lepas kening hamba/mengingat Dikau sepenuhnya
Di atas hamparan sajadah di mesjid, langgar, surau, atau mushola, seorang Muslim sejati tentulah tak akan melakukan suatu apapun kecuali shalat, sebuah laku ibadah yang mengandung nilai presisi atau disiplin tinggi. Tak ada tindakan indisipliner di atas selembar sajadah.
Maka, jika meresapi ruas tol Cipali sebagai lintasan “sajadah panjang”, dan melakoni perjalanan mudik sebagai ibadah, niscaya saudara-saudara umat Muslim yang melintas di sana akan mengamalkan nilai presisi, dan menjalankan laku disiplin berkendara.
Dengan laku sedemikian itu, insyaAllah, perjalanan mudik lewat tol Cipali akan berujung di suatu ruang dan suatu waktu yang indah, yang terangkum dalam dua patah kata sederhana namun indah, Idul Fitri.
Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri bagi Saudara-Saudaraku Umat Muslim.(*)