Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Menuai dari yang Tak Ditaburnya

10 Maret 2015   12:10 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:54 998
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan kata apa kita sebut orang yang menuai hasil di ladang yang tak ditaburnya? Berpikir positif, bisa kita sebut penderep (buruh panen), atau mungkin pengasak (pengumpul sisa-sisa panen).Berpikir negatif, bisa kita sebut maling.

Presiden kita, Pak Jokowi, baru saja menuai jagung di ladang yang tak ditaburnya. Kejadiannya di tengah hutan jati Ngliron, Randublatung, Blora, Jawa Tengah, pada hari Sabtu, 7 Maret 2015 lalu.Di tempat dan waktu itu, Pak Jokowi memanen ladang jagung di lahan uji-coba sistem pertanian terpadu milik PT Perhutani, yang dikelola secara kerja sama dengan UGM sejak 2014.

Memang, Pak Jokowi tak menabur benih di ladang jagung Perhutani itu.Tidak selaku pribadi, tidak juga selaku presiden, mengingat proyek uji-coba itu sudah berjalan sejak sebelum beliau menjadi presiden RI.

Tapi, apakah karena tak menabur sendiri, lantas Pak Jokowi boleh kita sebut penderep, atau pengasak, atau maling?Tentu saja tidak!Selaku presiden, dengan meletakkan ladang jagung Perhutani itu dalam kerangka program besar kedaulatan pangan, kehadirannya dalam panenan itu sangat relevan dan strategis.

Mengapa dikatakan strategis?Karena Perhutani memiliki bentangan lahan luas yang dapat ditanami tanaman pangan biji-bijian (padi, jagung, kedelai) sebagai tanaman sela, khususnya pada areal hutan muda. Pola ini bisa diperluas pula ke areal kebun muda milik PTPN di seluruh Indonesia, secara kemitraaan dengan komunitas petani sekitar.Cara ini lebih menjanjikan ketimbang membuka hutan di pulau-pulau luar-Jawa untuk mencetak sawah baru.Saatnya kita mengembangkan pertanian lahan kering, seperti Amerika dan Australia, sebagai contoh.

Itu cerita panen dari ladang jagung di tengah hutan jati di jantung Pulau Jawa.Cerita positif tentang Presiden Jokowi menuai hasil di ladang yang tak ditaburnya.

Tapi ada juga cerita Pak Jokowi menuai hasil di ladang politik.Ini tak kurang menariknya pula.

Tahun 2014 lalu, semasa keriuhan Pilpres, Jokowi memanen suara dari ladang politik yang ditaburinya dengan benih-benih harapan (hope) dan pupuk kepercayaan (trust).Maka dia beroleh mayoritas suara rakyat, lalu dilantik menjadi presiden ke-7 RI.

Tapi apakah benih-benih harapan itu telah tumbuh dan memberikan hasil untuk dipanen Jokowi dan lalu dibagikan kepada rakyat?Entahlah! Yang jelas sekarang, harga-harga bahan pokok makin tinggi, harga gas naik, beras sempat langka, begal motor merajalela, nilai rupiah nyungsep, ongkos transportasi naik, dan sebagainya.Itukah panenan Jokowi untuk rakyat?

Tahun 2015, setelah 100 hari menjadi presiden RI, Pak Jokowi juga menuai badai politik dari angin yang mungkin tak ditaburnya sendiri.Itulah konflik KPK vs Polri yang untuk sementara berakhir dengan pembatalan Budi Gunawan sebagai kapolri dan pemberhentian sementara dua orang ketua KPK, Abraham Samad dan Bambang Widjajanto. Tapi badai belum berakhir, gejala “kriminalisasi” KPK masih berlanjut.

Mungkin memang bukan Pak Jokowi yang menabur angin sebelumnya, tapi investor politiknya, entah individu ataupun organisasi partai dan bisnis.Tapi karena ikatan politiknya dengan investor tersebut, maka secara tak langsung, Pak Jokowi juga terlibat sebagai penabur angin, benih yang menghasilkan badai politik itu.

Satu hal yang harus diperhatikan, ketika Jokowi menuai badai politik, maka rakyatlah yang pertama-tama dirugikan.Bukan Pak Jokowi sendiri, bukan menteri-menterinya, bukan para anggota DPR/DPRD, bukan para pengusaha kaya, bukan pula para fungsionaris partai. Rakyatlah yang pertama-tama dihadapkan pada ketidakpastian, ketidaknyamanan, dan bahkan keputusasaan.

Karena itu, Pak Jokowi, Anda sudah menabur benih harapan dan pupuk kepercayaan dari rakyat sedari awal.Karena itu, waspadalah, jangan lagi menuai badai dari angin yang tak Anda tabur.Tuailah keamanan dan kemakmuran untuk dibagikan sebagai hak rakyat yang telah menaruh harapan dan memberi kepercayaan kepada Anda sebagai Presiden ke-7 RI.(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun