Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Humor Artikel Utama

Tiga Tingkat Tawa Baca Humor [Atau Cara Membaca Humor yang Manfaat]

23 Maret 2015   11:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:14 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa pada setiap nomor “Humor Revolusi Mental” saya selalu serukan “Sharing-Laughing-Changing”?Atau, dalam swa-komentar (biasanya pertama) saya serukan 3G: Guyon-Guyu-Gawe? (Ini terjemahan bebas Sharing-Laughing-Changing kedalam Bahasa Jawa).

Jawabannya, karena bagi saya, humor bukan sekadar memicu tawa pembaca (atau pendengar).Tapi, lebih dari itu, ia adalah pemicu perubahan mentalitas individu, yang syukur-syukur meluas menjadi perubahan sosial, melalui proses awal “tertawa”.

Karena itu, menurut saya,ada tiga tingkatan tawa dalam membaca humor.Tiap tingkatan itu menunjukkan tingkatan manfaat yang direguk pembaca humor.

Tingkat pertama, yang paling umum, saya sebut “tawa sensitif”.Ini jenis tawa yang bersifat spontan.Begitu baca humor, ketemu titik jenaka, syaraf geli yang sensitif langsung bekerja memerintahkan otak untuk menyuruh mulut tertawa (atau tersenyum).Manfaat tawa jenis ini sebatas melonggarkan syaraf-syaraf yang kaku, sehingga pembaca menjadi lebih rileks, lalu bisa bekerja dengan lebih semangat lagi.Nah, ada manfaatnya juga, bukan?

Tingkat kedua, yang agak terbatas, saya sebut sebagai “tawa reflektif”.Ini terjadi setelah “tawa sensitif”.Pembaca humor mencoba bercermin pada humor tersebut, dengan menempatkan diri sebagai tokoh utama.Melalui proses itu, ia lalu bisa menertawakan dirinya sendiri, menangkap moral cerita humor itu, lalu berupaya mengamalkannya dalam hidup sendiri.Nah, melalui tawa reflektif, pembaca masuk pada upaya revolusi mental pribadi.Jadi, manfaatnya lebih tinggi ketimbang tawa sensitif.

Tingkat ketiga, yang paling langka, saya sebut sebagai “tawa progresif”.Ini hanya mungkin jika pembaca sudah melewati tawa sensitif dan tawa reflektif.Pada tingkatan ini, pembaca mengambil moral cerita humor, lalu mengaplikasikannya sebagai nilai yang mendasari kegiatan-kegiatan berorientasi kemajuan lingkungan sosialnya.  Artinya, menularkan revolusi mental ke lingkungan yang lebih luas. Misalnya, sebagai seorang manajer di sebuah perusahaan, Anda menerapkan moral humor dalam pelaksanaan program, sehingga kinerja unit Anda langsung meningkat.Aneh, kalau sampai Anda tak tertawa, bukan?Itu namanya tawa progresif.

Tiga tingkatan tawa itu tak ada dalam literatur humorologi.Itu adalah hasil abstraksi saya sebagai pembaca, dan juga penulis humor kategori pemula, yang selalu berupaya mereguk manfaat dari sebuah humor, sesederhana apapun itu.

Jadi, pikir ulang kembali, ketika Anda tertawa saat membaca humor, apakah Anda sudah cukup puas berhenti pada tingkatan sensitif?Ataukah ingin maju ke tingkatan reflektif dan, lebih jauh lagi, progresif?Cukup tertawa saja, atau mau tertawa lalu berubah dan kemudian juga mengubah dunia Anda? Apapun pilihan Anda, ingatlah tiga kata ini: Humor is power!(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun