[caption id="attachment_361065" align="aligncenter" width="600" caption="Ilustrasi Jokowi-Risma/Kompasiana (KOMPAS.COM/FABIAN JANUARIUS)"][/caption]
Bisa blunder kalau Jokowi menarik para kepala daerah hebat menjadi menteri dalam kabinetnya.Mengapa?
Ingat!Jokowi mau mentransformasi Indonesia dari “Baik” (good) menjadi “Hebat” (Great). Salah satu pantangannya, menurut Jim Collins, jangan memindahkan pemimpin yang sukses menjadikan unitnya hebat ke unit lain yang belum hebat.(Collins adalah pengarang best seller Good to Great).
Maksud Collins jelas.Seorang pemimpin yang sukses membawa satu unit menjadi hebat, belum tentu berhasil menjadikan unit lain hebat.Kalau ini terjadi, maka akhirnya akan diperoleh dua unit yang tidak hebat.Karena unit hebat yang ditinggalkannya merosot lagi menjadi tidak hebat.
Ramai diberitakan, sejumlah nama kepala daerah sudah masuk radar Jokowi untuk dipilih menjadi menteri.Di antaranya ada nama-nama Tri Rismaharini (Walikota Surabaya), Azwar Anas (Bupati Banyuwangi), Ridwan Kamil (Walikota Bandung), dan Arya Bima (Walikota Bogor).Mereka telah berhasil memimpin daerahnya untuk menjadi “Hebat”.
Pertanyaannya, jika mereka ditarik menjadi menteri, apakah daerahnya akan tetap menanjak menjadi “Hebat”, atau sebaliknya merosot menjadi “Tidak Hebat”?Mungkin bisa tetap menanjak, jika wakilnya memiliki kualitas kepemimpinan yang kurang lebih setara.Ini misalnya terjadi dengan Surakarta dan Jakarta, yang ditinggal oleh Jokowi.
Tapi, kalau kualitas wakilnya jauh di bawah, maka daerahnya akan merosot kembali ke bawah.Artinya, Indonesia akan kehilangan sejumlah kabupaten/kota “Hebat”.Menjadi ironis, karena sasaran Jokowi adalah “Indonesia Hebat”, termasuk di situ “Kabupaten Hebat” dan “Kota Hebat”.
Mungkin Jokowi adalah kesalahan sejarah yang harus terjadi demi Indonesia Hebat.Surakarta dan Jakarta sebenarnya menangisi kepergian Jokowi ke Istana Negara.Tapi sudahlah, “Don’t cry for me Surakarta, don’t cry for me Jakarta,” senandung Jokowi, “ I can’t help loving Indonesia.”
Fenomena “Jokowi” mungkin hanya muncul sekali dalam sejarah Indonesia.Seperti halnya fenomena “Soekarno” juga hanya muncul sekali.
Jadi, Jokowi adalah “unik”, bukan sebuah model umum yang bisa diterapkan pada kepala daerah lain.Bisa blunder ujungnya.Misalkan Bu Risma ditarik menjadi Menteri Kependudukan.Belum tentu Bu Risma bisa menjadikan kementeriannya “Hebat”.Sementara Surabaya yang sudah “Hebat” itu, mungkin malah jatuh merana karena ditinggal “ibu’-nya.
Sebelum blunder terjadi, maka wajar jika warga daerah yang kepalanya ditarik Jokowi akan berteriak serentak, “Pak Jokowi, jangan ambil kepala daerah kami”.Sambil bernyanyi sendu di depan kepala daerahnya, “Don’t go … oh oh oooo …”.Dan mudah-mudahanlah tidak ada kepala daerah yang tega bernyanyi, “I’m leaving on a jet plane ..”.(*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H