Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Meneliti Itu Gampang #03: Ayo Menjadi Peneliti di Dunia Kompasiana

1 Oktober 2014   18:29 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:47 516
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua orang bisa menjadi peneliti. Kompasianer adalah orang. Maka Kompasianer bisa menjadi peneliti.

Dunia maya bisa menjadi lahan penelitian. Kompasiana adalah dunia maya. Maka Kompasiana bisa menjadi lahan penelitian.

Nah, sudah lengkap unsur utamanya. Ada Kompasianer sebagai peneliti. Ada Kompasiana sebagai lahan penelitian. Bahkan lahan yang sangat subur, menjanjikan panen temuan berlimpah.

Pertanyaannya, mungkin, bagaimana Kompasianer bisa melakukan penelitian di dunia maya Kompasiana? “Gampang sekali itu!” Begini.

Contohnya

Untuk gampangnya, kita mulai saja dari dua contoh penelitian yang sudah saya lakukan.Memang bukan contoh yang baik, tapi sekurangnya baik untuk contoh.

Pertama, penelitian tentang perilaku baca Kompasianer. Saya telah menghitung rata-rata hit pada masing-masing 30 artikel di kanal politik dank anal humor. Hasilnya? Kompasianer lebih sering baca politik ketimbang humor. Karena itu saya simpulkan: Kompasianer lebih suka muceng ketimbang ngakak.

Agar lebih jelas, bacalah link ini.

Kedua, penelitian tentang perilaku komunikasi Kompasianer. Saya ambil profil 30 orang Kompasianer sebagai sampel. Lalu saya ambil data jumlah tulisan dan jumlah komentar masing-masing. Selanjutnya saya buat kategori “sedikit” (rendah) dan “banyak” untuk jumlah tulisan dan komentar per bulan.

Hasilnya adalah empat tipe Kompasianer menurut perilaku komunikasinya di dunia maya Kompasiana. Mereka adalah Si Pendiam yang sedikit nulis dan sedikit tanggapan; Si Penanggap yang sedikit nulis tapi banyak tanggapan; Si Pencerita yang banyak nulis tapi sedikit tanggapan; dan Si Pengobrol yang banyak nulis dan banyak tanggapan.

Supaya lebih jelas, sempatkan membaca link ini.

Nah, cukup jelas, dan gampang sekali, bukan?

Lahan Subur

Tak terbantahkan, Kompasiana itu lahan subur untuk penelitian sosial. Baik kuantitatif, maupun kualitatif.

Kompasiana itu kaya-raya informasi. Misalnya, informasi tentang persepsi sosial, respon sosial, solidaritas sosial, sampai konflik kepentingan.

Sebagai contoh, kasus pelecehan kota Yogyakarta oleh Florence. Di Kompasiana banyak informasi yang bisa menjadi data penelitian.

Dalam kasus Florence itu, misalnya, Kompasianer bisa membanding respon perempuan (lebih galak?) dengan laki-laki (lebih lembut?). Bisa juga membanding respon orang Yogya (lebih santun?) dengan orang Luar-Yogya (lebih sadis?).

Bisa juga menganalisis isi respon Kompasianer terhadap ulah Florence, baik tulisan maupun tanggapan. Apakah misalnya “memahami”, “membela”, atau “menghakimi”?

Kasus terbaru, yang pasti menarik, adalah meneliti persepsi Kompasianer terhadap langkah-langkah politik Presiden SBY dan Partai Demokrat-nya. Topik ini pasti rame. Siapa yang mau meneliti? (Jangan sayalah!).

Ada lagi yang menarik. Ini khusus bagi Kompasianer yang artikelnya tidak pernah atau jarang diganjal HL. Coba teliti topik, kedalaman informasi, struktur penulisan, dan gaya bahasa 10 artikel HL secara acak. Siapa tahu ketemu polanya, lalu tulis artikel, dan langsung HL.

Ayo Meneliti

Nah, sekarang kita tahu, penelitian itu gak serem-serem amatlah. Jadi tidak usah minder segala. Asalkan punya logika, pasti bisa meneliti. Dan hanya manusia yang punya logika, bukan? Dan “Kompasianer juga manusia!” (niru teriakan rocker Candil).

Soal metode? “Gampang sekali itu!” Kalau belum pernah membaca buku metode riset, sudahlah, ikut saja aliran anarkisme metodologi a’la filsuf Paul Feyerabend. Katanya, cara apa saja boleh, asalkan logis dan etis. Logis artinya gak ngawur. Etis artinya gak nyakitin.

Lagi pula, tidak semua temuan itu pakai metode. Bisa saja ketemu kebetulan. Misalnya, penisilin itu ditemukan Alexander Fleming secara tak sengaja, kalau tak mau bilang gara-gara ceroboh. Dia tidak menyimpan bakteri di laboratorium dengan baik sehingga kena jamur.Selidik punya selidik, jamur itu bergenus Penicillum, dan bisa menghentikan pertumbuhan bakteri. Dari situ, dikembangkanlah obat antibiotic penisilin. Gampang, bukan?

Nah, siapa tahu Anda bernasib baik seperti Fleming. Bisa, tanpa diduga, menemukan fakta atau teori komunikasi unik dari utak-atik-gatuk data di Kompasiana. Bisa-bisa, Anda langsung terkenal.

Dan jangan takut salah. Previlege peneliti adalah “boleh salah”. Tapi “tidak boleh bohong”.Beda dengan politisi: “boleh bohong, tidak boleh salah”. Nah, sekarang Anda mengerti, kita marah pada politisi bukan karena dia bohong (wong dari sononya udah gitu), tapi karena dia salah (bikin celaka kita).

Tapi, mengapa saya mengajak rekan-rekan Kompasianer untuk mulai meneliti di dunia maya Kompasiana? Karena, saya pikir, kita bisa lebih memanfaatkan Kompasiana sebagai wahana belajar. Dan sebagai mahluk pembelajar, akan lebih banyak pelajaran yang kita dapat kalau kita meneliti. Tidak cukup hanya sharing and connecting, tapi juga learning.

Eh, jadi terpikir motto Kompasiana kayaknya tambah keren juga kalau dibuat begini: Sharing-Connecting-Learning. Bagaimana? (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun