Mohon tunggu...
Felix Tani
Felix Tani Mohon Tunggu... Ilmuwan - Sosiolog dan Penutur Kaldera Toba

Memahami peristiwa dan fenomena sosial dari sudut pandang Sosiologi. Berkisah tentang ekologi manusia Kaldera Toba.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Meneliti Itu Gampang #04: Meneliti Itu Sudah Intuisi

10 Oktober 2014   16:31 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:37 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_365479" align="aligncenter" width="576" caption="Ilustrasi Kompasiana / Dok. Ajie Nugroho Kampret"][/caption]

Setiap orang punya tenaga dalam.Itu bawaan.Sadar atau tak sadar.Bisa mendadak berfungsi saat kita, misalnya, dikejar anjing gila.Bisa diolah, sehingga bisa digunakan setiap saat.Untuk tujuan baik, tentu saja.

Setiap orang punya kemampuan meneliti.Itu bawaan juga, intuisi manusiawi.Biasa kita gunakan, kapan saja dimana saja, sadar atau tak sadar.Bisa dikembangkan, menjadi sebuah kompetensi bergengsi.Lalu seseorang menjadi peneliti profesional.

Awalnya Intuisi

Sudah bawaan kita? Intuisi? Ya, begitulah.Lihatlah seorang bayi mungil yang baru lahir.Mulutnya mencari apa? Itu intuisi meneliti, lalu menemukan sumber makanan di tubuh bundanya.

Setelah menjadi balita, mengapa ia berperilaku seperti balita lainnya?Karena ia meneliti lingkungan sosial sekitarnya, menemukan pola hubungan sosial, lalu menerapkan perilaku yang sama.

Mungkin susah memahami bayi atau balita.Kita periksa diri sendiri saja.Misalkan kita mau membeli baju di toko.Apakah kita langsung main beli?Tidak.Secara intuitif, biasanya kita teliti dulu.Ada jahitan melenceng?Noda melekat?Bolong kecil? (apalagi kalau obralan). Luntur? Dan lain-lan, dan lain-lain.

Tahun 1980-an, dalam mata acara “Mana Suka Siaran Niaga” TVRI, selalu diingatkan, “Teliti Dahulu Sebelum Membeli”.TVRI hanya mengingatkan pemirsa saja.

Baiklah, benar, penelitian adalah bawaan, intuisi.Tapi soal metode dan teknik penelitian?Misalnya soal sampel dan pengumpulan data? Apa intuisi juga?

Tentu saja intuisi.Misalkan kita mau membeli duku, atau klengkeng, atau rambutan.Bukankah biasanya dicoba dulu satu dua buah?Maniskah? Kecutkah? Lekangkah? Bahkan kalau mau beli durian, bukankan abang penjualnya mencolekkan sedikit dagingnya dengan ujung belati, lalu menyorongkannya tepat ke bawah hidung kita? (Seolah mengatakan, “Awas lu kalo gak beli!”).Sampel namanya itu!

Baiklah.Tapi bagaimana dengan metode pengumpulan data.Bawaan intuitif juga?Tentu saja. Contoh terbaik adalah pacaran.Sebelum pacaran, bukankan kita mengumpul dulu informasi atau data tentang gadis atau perjaka yang ditaksir? Dulu, tanya sana, tanya sini. Sekarang, browsing sana, browsing sini.

Nah, terkumpullah data tentang si dia.Kapan dan dimana lahirnya.Apa hobbinya.Apa lagu, film, makanan, pakaian, dan warna kesukaannya.Dan seterusnya, dan seterusnya.Setelah informasi terkumpul, lalu dianalisa, dan disimpulkan, “Ini dia idamanku!”.Setelah itu, “Tembaak!”.

Misalkan “tembakan” kita sukses.Jadilah pacaran, misalnya mau serius ke pelaminan.Nah, proses pacaran itu persis sama dengan proses penelitian kualitatif.Saling mengumpulkan data atau informasi tentang kepribadian (Termasuk, mungkin, rekening pribadi, mobil pribadi, dan rumah pribadi).

Setelah proses penelitian, dan ini pacaran partisipatif penuh, selama misalnya sebulan, atau setahun, atau sewindu, lalu disimpulkanlah, “Cocok, kepribadian kami cocok”.Setelah itu, “Ayo menghadap Penghulu,”atau “Ayo menghadap Pendeta.” Atau, mungkin disimpulkan, “Tidak cocok,” sehingga diputuskan, “You and me, end!” (sambil tangan menebas leher).

Mungkin, proses pacaran adalah pengalaman penelitian terindah yang pernah dialami oleh hampir setiap orang.(Kecuali bagi orang yang pacarannya berantem putus nyambung putus nyambung, mungkin).

Jadi, apa yang susah?Penelitian itu sudah bawaan kita.Tinggal sekarang, kita mau mendayagunakannya, atau tidak?Tentu, untuk tujuan kemaslahatan setiap orang.Setidaknya kemaslahatan pribadi.

Lalu Logika

Tapi, kata si Pembantah, penelitian itu tidak boleh sekadar intusi, tapi harus berdasar logika. Tentu saja.Logika itu, gampangnya, adalah intuisi yang sudah terpola.Misalnya, kalau capung terbang rendah, secara intuitif petani menyimpulkan akan turun hujan.

Logikanya dimana?Kalau capung terbang rendah, berarti kelembaban udara sangat tinggi (maka capung tidak mampu terbang tinggi), dan itu pertanda kemungkinan hujan akan turun.

Begitulah.Setelah sekian lama menggunakan intusi dalam proses pacaran, diujungnya logika juga yang berbicara, “Lanjut, atau putus?”Karena setelah itu, Anda mungkin akan berkata, “Untung lanjut!”, atau, “Untung putus!”Bicara untung, atau rugi, berarti logika.

Logika, gampangnya adalah akal sehat.Setiap orang, manusia, mendapat karunia akal sehat, seperti juga mendapat karunia intuisi.Hewan tidak dikaruniai intuisi dan akal sehat, melainkan naluri hewani.

Tapi, begini, dalam kenyataan intuisi itu memang mendahului logika, dan ini pola umum. Tapi mungkin juga sebaliknya, logika mendahului intuisi, dan ini pola khusus.Hanya para suhu penelitian yang bisa melakukannya.Misalnya, Albert Einsten.Apakah Anda pikir ia meyakini kebenaran teori relativitas umum E=mc2 yang super sederhana itu, semata-mata berdasar logika?Tidak!Dasarnya adalah intuisi tingkat tinggi.Kata Einstein: “Tuhan tidak menciptakan dunia ini rumit, tapi sederhana saja.”

Di mata Tuhan, tidak ada yang rumit di dunia ciptaanNya ini.Karena itu, tidak ada pula yang sulit.Termasuk meneliti.Meneliti itu, sederhana, dan karena itu gampang.

Jadi, tunggu apa lagi. Mari meneliti di Kompasiana. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun