Bahkan seekor sapi dapat mengajarkan kebaikan kepada manusia.Padahal, kendati sama-sama mahluk Tuhan, spesies sapi itu lebih rendah dibanding spesies manusia.
Mungkin pengalaman si kecil Jakabaoa (7), anak laki-laki si Poltak, berikut ini bisa menjadi rujukan.
Dalam suatu masa liburan sekolah pada tahun 2002, Poltak mengirim anak laki-lakinya itu ke rumah mertuanya, kakek dan nenek Jaka(baoa), di Desa Bandungan Jawa Tengah.Tujuannya agar Jaka menikmati iklim sosial desa, siapa tahu bisa menjernihkan budi pekertinya yang sudah terpolusi sampah-sampah budaya kota.
Mertua si Poltak, Mbah Kartono, memiliki seekor sapi jantan.Sebagaimana lazimnya warga pedesaan Jawa, sapi adalah tabungan yang harus dijaga ekstra ketat.Jangan sampai tali sapi jatuh ke tangan pencuri.Karena itu, Mbah Kartono menginapkan sapinya di “paviliun” khusus di bagian sayap rumahnya.
Memang begitulah.Karena sungguh besar nilai ekonomi sapi, maka banyak warga desa pedesaan Jawa yang rela berbagi ruang dengan sapi di dalam rumahnya, entah di ruang depan, belakang, atau samping.Pertimbangannya, menginapkan sapi di luar rumah memang baik untuk kesehatan, tapi bisa buruk untuk kesejahteraankalau sapinya digondol maling.
Bagi si kecil Jaka, tidur serumah dengan seekor sapi di rumah kakeknya, adalah pengalaman luar biasa.Hari-harinya mendadak penuh gairah.Tangannya enteng ikut membantu Sang Kakek merawat sapi: membersihkan kandang, memandikan,mencari rumput pakan, dan memberi makan.
Suatu malam, setelah beberapa kali mengamati perilaku sapi itu menjelang tidur, Jaka bertanya penasaran kepada kakeknya:
“Mbah, itu sapi kenapaselalu bersimpuh dulu sebelum berbaring tidur?”
“Oh, ya, memang begitu, Le. Dia berdoa dulu sebelum tidur,” jawab Mbah Kartono sambil tersenyum pada Jaka.
“Ah, yang benar, Mbah.Masa sih sapi berdoa?”tukas si kecil Jaka, setengah tak percaya, tapi takjub juga.
“Ya, begitu.Besok subuh, setelah bangun tidur, dia akan berdoa lagi.Begitu setiap malam.”
“Ah, yang benar, Mbah,” si kecil Jaka masih tak percaya juga.
“Ya, begitu. Besok subuh kita lihat sama-sama ya, Le? Sekarang kita tidur dulu,” ajak Mbah Kartono sambil menuntun Jaka ke kamar tidurnya.
Subuh esoknya, tanpa perlu dibangunkan,si kecil Jaka dengan penuh semangat sudah bergabung dengan kakeknya di “paviliun” sapi.Tak sabar ia menunggu saat sapi itu berdoa sebelum bangkit dari tidurnya.
“Nah, Le, lihat.Sapinya sudah mau bangun.Naaaah, lihat, bener kan?Dia bersimpuh dulu sebelum bangkit berdiri? Nah, itu berarti sedang berdoa,” Mbah Kartono menjelaskan proses sapi “berdoa” kepada Jaka cucunya.
Si kecil Jaka benar-benar takjub.“Luar biasa,” pikirnya, “sapi ini benar-benar berdoa sebelum dan sesudah tidur malam.”
“Nah, Le, sudah lihat sendiri, kan?Sapi itu rajin berdoa?Tapi Mbah yakin, cucu Mbah ini lebih hebat lagi.Cucu Mbah ini pasti anak yang paling rajin berdoa,”Mbah Kartono menyanjung sembari mengusap-usap kepala Jaka.
Si kecil Jakabaoa diam saja.Tapi dalam hati ia bertekad: “Mulai hari ini aku akan rajin berdoa sebelum dan sesudah tidur malam.Malu sama sapi.”(*)
#Moral revolusi mental-nya: “Hanya karena seseorang lebih rendah statusnya dari kita, tak berarti kita tak dapat memperoleh pelajaran hidup bernilai tinggi darinya.”
Komporsiana.com
Sharing-Laughing-Changing
Coming soon: KomporsianaTV, Sensasi Buka Esensi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H