Sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dilalui dengan tidak mudah. Pergerakan untuk mencapai kemerdekaan ditempuh dengan banyak upaya dan hambatan, mulai dari pertempuran fisik hingga diplomasi. Dewasa ini, konsepsi tentang wawasan kebangsaan muncul untuk mengingatkan kepada seluruh masyarakat bahwa menjaga nilai-nilai kebangsaan merupakan kepentingan nasional. Kesadaran untuk mengelola kehidupan bangsa dan negara berdasarkan Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika perlu dikedepankan untuk menjaga keutuhan Indonesia sekaligus meningkatkan level dan daya saing nasional di tingkat global.
Era reformasi menandai perubahan besar dalam struktur kenegaraan Indonesia, baik secara politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Kondisi ini menuntut pentingnya untuk merevitalisasi nilai-nilai kebangsaan dan diinternalisasi dalam setiap struktur masyarakat. Semakin berkembangnya kemajuan zaman turut membuka peluang terjadinya ancaman bagi bangsa Indonesia. Ancaman ini dapat dibedakan menjadi ancaman militer dan ancaman non militer. Ancaman militer dapat berupa perang akibat meningkatnya tensi geopolitik global maupun regional. Sedangkan beberapa ancaman non militer yang berpotensi menimbulkan dampak destruktif antara lain berkembangnya ideologi radikal di masyarakat, ego sektoral antar penyelenggara pemerintahan, dan konflik kepentingan antar elit.
Selain ancaman militer dan non militer, setidaknya terdapat enam masalah strategis kontemporer yang menjangkiti masyarakat modern, yaitu korupsi, narkoba, terorisme dan radikalisme, pencucian uang, proxy war, dan kejahatan mass communication seperti kejahatan siber, hate speech, dan isu hoax. Ancaman terbesar dewasa ini berkutat pada masalah kemajuan teknologi yang memunculkan risiko-risiko terbaru bagi masyarakat modern.
Ancaman Disrupsi Teknologi: Society 5.0
      Perkembangan zaman yang melahirkan kemajuan teknologi menjadi ancaman kontemporer, terutama pada tatanan masyarakat menuju Society 5.0, suatu konsepsi yang melampaui industri 4.0. Society 5.0 menawarkan paduan antara dunia fisik dengan komputasi Artificial Intelligence (AI), Internet of Things (IoT), big data, namun memperlakukan manusia sebagai pusat dari segala perkembangan teknologi. Kondisi ini berbeda dengan konsep Industry 4.0 yang berbicara soal digitalisasi dan pemanfaatan mesin sebagai pengganti manusia.
Isu disrupsi teknologi yang di satu sisi mengakselarasi kehidupan menjadi lebih mudah, tetapi menyisakan banyak celah terjadinya dampak negatif. Society 5.0 membawa risiko keamanan digital, kejahatan siber, terjadinya dependensi terhadap teknologi, serta kesenjangan ekonomi dan sosial. Risiko ini akan semakin melebar apabila kedewasaan masyarakat sebagai user belum mencapai titik ‘kedewasaan’ yang diharapkan sebagaimana cita-cita Society 5.0 yang mendambakan kedewasaan pengguna dalam mengakses teknologi.
Apalagi pengguna dihadapkan pada risiko kejahatan siber yang modelnya tidak sedikit. Beberapa model kejahatan siber antara lain: 1) unauthorized acces; 2) illegal contents; 3) penyebaran virus; 4) cyber espionage, sabotage, and extortion; 5) carding; 6) hacking and cracker; 7) cybersquatting and typosquatting; dan 8) cyber terrorism. Berbagai risiko ini pada umumnya terkait dengan pencurian data, penyusupan ke dalam device pengguna, maupun kegiatan mata-mata terhadap aktivitas digital pengguna. Kelalaian pengguna atau ketidakdewasaan dalam mengakses konten digital di internet akan membawa risiko ini ke dalam potensi destruktif yang lebih besar.
Internalisasi Wawasan Kebangsaan dan Bela Negara
Bela negara dalam era Society 5.0 tidak hanya berarti kesiapan fisik dan militer, tetapi juga kesiapan dalam bidang teknologi dan informasi. kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga data pribadi dan informasi juga harus ditingkatkan. Pemerintah dapat mengadakan kampanye edukasi tentang keamanan siber dan literasi digital untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman siber.
Internalisasi wawasan kebangsaan dan bela negara dalam era Society 5.0 adalah proses yang kompleks dan memerlukan pendekatan multidisiplin ilmu. Society 5.0 mengedepankan integrasi teknologi dalam semua aspek kehidupan yang turut membawa berbagai risiko digitalisasi. Guna memastikan risiko-risiko ini tidak terjadi, maka diperlukan langkah-langkah strategis lintas sektor, diantaranya pendidikan, regulasi, teknologi, dan budaya.
Bidang pendidikan memainkan peran penting, terutama dalam menginternalisasi nilai-nilai pancasila dan wawasan kebangsaan sedari dini, dimulai dari anak usia sekolah dasar dan berjenjang hingga tingkat menengah atas. Kurikulum pendidikan ini juga harus dilengkapi dengan program literasi digital bagi masyarakat umum dan pekerja, terutama yang berkaitan dengan keamanan digital dan etika digital.