KECEROBOHAN DAN KESEWENANG-WENANGANMAHKAMAH KONSTITUSI
Sebagai warga negara kami sangat prihatin tentang banyaknya pemimpin pilihan rakyat dalam pesta demokkrasi baik pemilu, pilgub, pilkada dll, yang terjerat kasus korupsi. Seperti laporan kemendagri bahwa ada 94% hasil pilkada terjerat korupsi. Logika saya mengatakan kalau yang korupsi sudah sedemikian banyak ,kemungkinan besar ada kerusakan dalam sistem demokrasi. Ibarat pabrik kalau hasil produksinya itu banyak yang rusak, pasti ada kerusakan dalam mesin pabrik itu, sehingga mesin itulah yang harus diperbaiki. “Mesin” pesta demokrasi adalah undang – undang, sehingga undang-undang inilah yang harus kita teliti dimana kesurakannya kok sampai mengeluarkan produk yang rusak begitu banyak.
Oleh karena itu pada awal tanun 2013 kami ke Jakarta meneliti undang-undang pemilu baik legislatif atau ekskutif. Hsil penelitian tersebut membuktikan bahwa ternyata mencoblos dalam pemilu itu merupakan kewajiban, selain karena demikianlah yang di cantumkan dalam UUD 1945, kewajiban mencoblos itu sudah merupakan “sunnatulloh”. Hasil penelitian tersebut membedakan antara proses memilih dengan proses mencoblos,yang selama ini dianggap sama, sehingga menjadikan pula perbedaan hukum. Memilih adalah hak sedangkan mencoblos pilihan adalah kewajiban.Pendapat ini memang tidak ada referensinya karena bisa dikatakan penemuan baru dalam ilmu hukum yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Kalau hal ini di terapkan maka akan membawa kemajuan bangsa dan negara karena menyadarkan rakyat akan kewajibannya untuk membangun bangsa dan negara dengan memilih pemimpin yang benar.
Berdasarkan penelitian tersebut kami mengajukan uji materi UU pemilu ke Mahkamah Konstitusi dengan tuntutan bahwa mencoblos dalam pemilu itu merupakan kewajiban. Uji materi tersebut sampai 2 kali kami ajukan yang pertama mendapat nomor 61/PUU-XIU/2013 yang kedua mendapat nomor 39/PUU-XII/2014. Namun permohonan kami tersebut di tolak oleh Mahkamah Konstitusi dengan penuh kesewenang - wenangan dan kecerobohan karena :
1.Mahkamah Konstitusi Cuma mesidang kami 3 tahap yaitu : I. pemeriksaan pendahuluan , II. Perbaikan Permohonan, III.Putusan. Jadi tahap pembuktian dalam persidangan tidak ada sama sekali.
2.Mahkamah Konstitusi menolak permpohonan kami dengan dasar penjelasan UUD 1945 pasal 1 ayat 2 padahal penjelasan UUD 1945 itu sudah lama dihapus.
3.Mahkamah konstitusi berpendapat bahwa walaupun memilih itu bukan kewajiban tetapi tanggungjawab rakyat. Ini pendapat hukum apa???? Masa ada sesuatu yang bukan kewajiban kok harus di pertanggungjawabkan…
4.Mahkamah Konstitusi menggunakan dasar konvensi internasional yang tidak berkaitan dengan masalah yang kami mohonkan putusan.
5.Kami pernah tanya kepada mantan hakim MK tentang kewajiban rakyat dalam pemilu sebagaimana tersebut dalam UUD 1945. Beliau menjawab bahwa menyelenggarakan pemilu itulah kewajiban rakyat… pendapat apa ini ??? bukankah menyelenggarakan pemilu itu kewajiban KPU???? Pasal 22 UUD 1945.
Wahai anak bangsa…. Sadarlah…sadarlah…sadarlah bahwa selama ini kamu dibodohin supaya negara ini tudak maju….
Wahai para ahli hukum sadarlah….sadarlah jangan berpendapat sembarangan…
Karena pendapatmu di anut bangsa ini….
Ayo rakyatIndonesia… bangkit dan lawan kebodohan ini…….
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H