Mohon tunggu...
@Bapaksocio_
@Bapaksocio_ Mohon Tunggu... Penulis - Pengajar dan juga Pembelajar Aktif

Menyukai kajian seputar isu pendidikan, sosial, budaya, dan politik.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Melihat Adat Meugoe (Turun Sawah) pada Orang Pidie

22 November 2023   08:37 Diperbarui: 22 November 2023   09:00 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menarik ketika acara peutron langai di Pidie, yang menandakan sudah dimulai dan saatnya mengolah lahan sawah. Konon, acara peutron langai ini tidak boleh dilakukan kecuali oleh Kejruen Blang yang didampingi tokoh gampong. Prosesi peutron langai dilakukan pada salah satu sawah yang biasanya kepunyaan orang yang kaya. Kenapa harus pada orang kaya? Ini karena pada masa itu orang Pidie punya pandangan, bahwa sifat dan karakter manjur atau keberuntungan dalam beraktivitas --seperti orang kaya-- akan turun pada orang-orang lainnya yang mengikuti mereka.

Langai (alat olah tanah tradisional) dipeutron (diturunkan) dengan dibantu oleh hewan ternak Kerbau atau Sapi. Sapi atau kerbau ini, setelah ia menarik beberapa meter anak langai, di sawah yang sudah ditentukan tersebut maka Sapi atau kerbau akan ditepungtawari alias dipeusijuek oleh Kejruen Blang. Baru setelah itu, orang lain yang memiliki sawah di sekitarnya mulai mengolah sawah secara bersama-sama.

Orang Pidie juga memuliakan sawah-sawahnya dengan memberikan nama yang unik dan punya nilai sejarah tersendiri bagi sang pemiliknya. Misal nama sawahnya, blang rapai, blang cot lam gudham, blang lhok mata ie, dan sebagainya.

Setelah prosesi turun langai selesai, maka dilanjutkan dengan acara tumpukan dan reundam bijeh, dan selang beberapa hari kemudian dilanjutkan dengan acara tabue bijeh pada neuduek. Meski tidak serentak tapi terlihat beriringan dengan hari yang berbeda antara satu pemilik sawah yang satu dengan pemilik sawah lainnya. Dan selang 4-5 pekan kemudian barulah memasuki musim seumula (menanam).

Sama seperti biasanya, sebelum penanaman padi (seumula), para petani di Pidie terlebih dahulu melakukan proses beut bijeh atau pencabutan bibit yang umumnya dilakukan oleh kaum wanita secara bergotong royong --hari ini sudah ada dan dilakukan berkelompok dan diberikan upah yang sempurna. Bibit yang sudah dicabut, kemudian diikat agar mudah diangkat dan diangkut untuk ditanam.

Peuneuphon

Menarik saat proses atau permulaan semester di Pidie. Permulaan penanaman bibit padi dilakukan dan ditandai dengan penanaman 7 (tujuh) batang bibit di sekeliling sebuah tiang bambu yang sudah dipancangkan di tengah sawah yang diawali dengan pembacaan Basmallah (Bismillah). Di Samping tiang bambu itu, sudah ada bungkusan yang disebut peneuphon yang terdiri dari on seunijuek, breuh pade, wewangian, bunga-bunga, beulukat, kapas, dan telur kampung.

Sebagian besar orang menempatkan peuneuphon tersebut pada salah satu sudut pematang sawahnya, yang memberikan batasan pada sawah orang lain. Dan proses peneuphon ini, lazimnya dilakukan oleh pemilih sawah atau bila sekarang dilakukan oleh salah satu anggota kelompok seumula yang dianggap sebagai orang paling tua, bijak, dan diikuti tindak tanduknya dalam masyarakat. Semua barang-barang yang ada dalam bungkusan peuneuphon memiliki makna tersendiri bagi para petani, dan menjadi semacam tafaul agar padinya bagus dan mendatangkan hasil yang maksimal ketika dipanen kemudian hari.

Sekilas pola membuat peneuphon ini mirip dengan ritual orang Hindu yang memuliakan tanaman dengan sesembahan/sesajen. Namun demikian, ada perbedaannya dengan ritual orang Hindu, karena orang Pidie ketika melakukan sebagai bentuk pemuliaan tanaman yang sudah memberikan "keberlanjutan kehidupan" bagi mereka petani.

Sebagai orang Pidie, Aceh --yang juga bagian dari Indonesia, kita harus bangga punya adat meugoe yang khas rupa. Karena melalui budaya itulah identitas kita terjaga. Dewasa ini memang beberapa bagian dari adat sudah mulai lentur, namun demikian kita semua punya andil untuk melestarikannya kembali . Dan mudah-mudahan saja, masuknya modernisasi di bidang pertanian, tidak merusak tatanan masyarakat kehidupan tani kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun