Mohon tunggu...
Syarif Tjan
Syarif Tjan Mohon Tunggu... -

Lahir Di Tobelo.Tipikal slengean dan suka menentang arus. Senang menekuni dunia Filsafat dan Tasauf. Waktu senggang dimanfaatkan dengan melukis, menulis, dan clubing. Pernah mampir menimba Ilmu Teknik Lingkungan di STTL Yogyakarta ( 1991), dan menyempatkan diri belajar di Magister Sistem Teknik (MST) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Tahun 2007. Pernah menjadi Pemimpin Redaksi Majalah Impact semasa kuliah di Yogya.Menulis adalah hobi sejak dari SMA. Pernah menulis di Majalah "Suara Muhammadiyah" Yogyakarta, dan harian Malut Post. Tahun 2004 saya bersama Bapak Mulis Tapi Tapi mendirikan Tabloid Halut Press dan menjadi Pemimpin Redaksi namun hanya bertahan selama 2 tahun. Mendirikan oragnisasi Filantropis "Tjan Institute", sebagai upaya melakukan riset kecil-kecil dibidang lingkungan. Bergelut di dunia konsultan lingkungan untuk menyusun AMDAL, dan UKL/UPL. Selain konsen terhadap masalah lingkungan, sosial politik dan kebudayaan, juga memiliki cita-cita membesarkan usaha "eco- Entrepreneur" sendiri. saat ini suka menggarap banyak pesanan Instalasi Air Limbah dengan biaya murah. Sudah 17 Tahun hidup dan stay di Ternate

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jakarta Macet? Pindahkan Ibu Kota!

5 November 2017   03:29 Diperbarui: 15 November 2017   18:19 3070
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Begitu pula dengan penerapan disinsentif seperti menaikan tariff tol, parkir dan lain-lain tidak akan mampu mengatasi kemacetan. Budaya orang jakarta sangat konsumptif, jadi selama ada uang apapun akan dibayar.

Memang harus diakui upaya tersebut, sedikit tidaknya bisa memecahkan persoalan kemacetan Jakarta. Namun dalam jangka panjang, pola penanganan tersebut akan sia --sia, kondisi kemacetan akan kembali terjadi selama hulu masalah kemacetan tidak disentuh.Ibarat mengobati kanker, pemerintah hanya focus pada penyakitnya tidak pada sumber penyakitnya.

Sekali lagi, dimata saya, biang kerok dari semua permasalahan kemacetan Jakarta adalah hadirnya bermacam-macam pusat kegiatan di Jakarta dan sekitarnya baik kegiatan  industri, perdagangan, properti dan pemerintahan.

Dalam kondisi ini, pemerintah harus mengambil langkah "desentralisasi kegiatan." Rencana pemindahan Ibu kota ke Pontianak yang pernah diwacanakan "tidak" perlu dilakukan. Yang sangat dimungkinkan adalah dengan memindahkan sebagian kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi  ke daerah lain. Aktivitas beberapa perkantoran kementerian ke Indonesia bagian Tengah dan Timur. Begitupula dengan kegiatan Industri, sebaiknya dialihkan ke luar Jabodetabek. 

Pak Jokowi dan Gubernur Anies sudah saatnya duduk bersama dengan beberapa Gubernur  di kawasan Timur Indonesia untuk membicarakan proses pemindahan aktivitas tersebut. Saya kira inilah solusi permanen mengatasi problem kemacetan Jakarta.

Ternate, 05.30 WIT, 4/11/2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun