Ketika masalah KLB campak dan gizi buruk di Asmat, Papua, mulai terangkat dalam pemberitaan, berbagai pihak mulai angkat bicara yang mempertanyakan kinerja pemerintah dalam menjamin kesejahtraan masyarakat. Orang kemudian ribut saling menyalahkan dibandingkan menemukan solusi terbaik.
Puan Maharani sendiri 'marah' dengan persoalan tersebut karena situasi yang dialami warga Asmat sangat buruk. Namun bagi Puan, apa yang lebih dibutuhkan warga Asmat saat ini adalah kepedulian, perhatian, dan uluran tangan semua pihak. Karena itu, di tengah krisis warga Asmat tersebut, sepertinya hanya Puan yang berani lantang dan terdepan  membela dan menunjukkan kepedulian atas apa yang dialami warga Asmat dan rakyat Papua secara keseluruhan. Perhatian Puan itu bukan saja karena jabatan yang mengharuskannya mengurus masalah keterbelakangan sosial, tetapi tentu karena kepedulian dan empati.Â
Oleh karena itu, Puan selaku Menko PMK yang membawahi beberapa kementerian dan lembaga terkait langsung bergerak cepat untuk menanggulangi krisis yang terjadi di Asmat. Sejak pertengahan Januari 2018, berbagai bantuan dan tim sudah disalurkan. Hingga saat ini, kehadiran pemerintah di Asmat sudah 100% di tengah berbagai kendala yang tidak munkin diabaikan.
Yang perlu diketahui publik adalah medan yang harus di tempuh ke Asmat sangat sulit karena secara geografis 90% berupa lautan dan akses transportasi sulit. Di sisi lain sanitasi yang layak dan infrastruktur kesehatan masih sangat kurang. Tantangan untuk menanggulani campak dan gizi buruk di Asmat juga terkendala pola hidup masyarakatnya yang masih nomaden.
Artinya, krisis yang dialami warga Asmat memiliki kompleksitas sebagai imbas dari minimnya pembangunan sejak lama. Menurut Puan, sedikitnya ada empat aspek permasahalan terkait KLB Asmat, yakni aspek kesehatan, aspek sosial-budaya, aspek infrastruktur, dan aspek tata kelola pemerintahan.
Aspek kesehatan meliputi minimnya SDM dan infrastruktur kesehatan, aspek sosial-budaya mencakup pola hidup tidak sehat, aspek infrastruktur terkait kurangnya infrastruktur dasar serta langkanya BBM, sementara aspek tata kelola pemerintahan terkait dengan koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten, serta kurangnya SDM.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Puan melakukan serangkai Rapat Tingkat Menteri (RTM) bersama kementerian/lembaga terkait yang berada di bawah koordinasinya. RTM tersebut bertujuan mengambil dan mensingkronisasi berbagai kebijakan, baik berupa langkah-langkah jangka pendek, menengah, dan panjang.Â
Berdasarkan Intruksi Presiden (Inpres) no.9 tahun 2017 tentang percepatan pembangunan kesejahtraan Papua dan Papua Barat, Puan Maharani sebagai Menko PMK mengintegrasikan dan mengkonsolidasikan semua program di kementerian dan lembaga terkait. Ada beberapa arahan Puan Maharani yang akan menjadi langkah-langkah konkret untuk menangani masalah di Asmat
Pertama, Puan Maharani memberi arahan agar program-program kementerian/lembaga terkait difokuskan untuk mengatasi empat aspek persoalan KLB Asmat, yakni melalui pembangungan dan perbaikan infrastruktur, kesehatan, sosial-budaya, dan tata kelola pemerintahan.
Kedua, Puan Maharani juga memberikan arahan  jangka pendek kepada menteri/lembaga terkait.  (1) evaluasi penanganan kesehatan melalui tim terpadu yang dilakukan Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. (2) penataan lingkungan tempat tinggal dan sanitasi yang sehat bersama dukungan operasional TNI/POLRI.
Ketiga,karena persoalan KLB di Asmat memiliki kompleksitas tersendiri, bantuan sosial dalam hal kesehatan, kesejahtraan, dan pendidikan untuk Papua dan Papua Barat akan dilakukan secara khusus.
Keempat,melakukan koordinasi dengan Bappenas dan Kantor Staf Presiden untuk membentuk satuan tugas (SATGAS) dalam penanggulanan secara menyeluruh KLB campak dan gizi buruk di Asmat.
Kelima,karena KLB Asmat meliputi berbagai aspek, Puan menetapkan bahwa semua program dari kementerian/lembaga harus terintegrasi, sehingga penanggulanan krisis campak dan gizi buruk di Asmat tidak dilakukan secara parsial.
Puan menyadari bahwa persoalan KLB Asmat merupakan tanggungjawab pemerintah. Namun ia juga menekankan bahwa persoalan tersebut tidak lantas dapat menjadi generalisasi yang menghilangkan kenyataan bahwa pemerintah hadir di Papua. Karena itu dia berujar, jika perlu media diajak ke Papua untuk melihat dan menginformasikan kepada publik secara nasional bahwa perubahan telah banyak terwujud di sana, namun butuh waktu untuk dapat dirasakan oleh semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H