Wahabisme di Indonesia
Cara utama Wahabisme menyebar di Indonesia salah satunya ialah melalui sosial-dakwah dan pendidikan. Banyak ulama dan tokoh agama Indonesia yang mendapatkan pendidikan di Arab Saudi, khususnya di Universitas Islam Madinah, dan membawa pulang ajaran Wahabi. Mereka kemudian mengajar di pesantren, madrasah, atau lembaga pendidikan Islam lainnya, mempengaruhi generasi muda Muslim di Indonesia.
Dakwah yang berfokus pada pemurnian tauhid juga menjadi ciri khas penyebaran Wahabisme di Indonesia. Gerakan-gerakan dakwah ini sering kali mengkritik praktik keagamaan lokal yang dianggap tidak sesuai dengan ajaran Islam yang "murni," seperti ziarah ke makam wali atau tradisi keagamaan yang dipengaruhi oleh budaya lokal.
Tentunya dakwah wahabi di Indonesia sering kali berbenturan dengan tradisi Islam Nusantara yang lebih toleran dan akomodatif terhadap budaya lokal. Sebagai contoh, Nahdlatul Ulama, organisasi masyarakat dan Islam terbesar di Indonesia, secara tegas menolak Wahabisme karena dianggap mengancam keberagaman dan harmoni dalam Islam di Indonesia. Nahdlatul Ulama berpegang pada pendekatan Islam yang inklusif, yang menghargai tradisi-tradisi lokal dan praktik-praktik keagamaan yang telah lama ada di Indonesia.
Jadi, di satu sisi, mereka berhasil menyebarkan ajarannya di kalangan tertentu, terutama melalui pendidikan dan dakwah. Di sisi lain, Wahabisme menghadapi resistensi dari tradisi Islam lokal yang lebih moderat dan inklusif. Pengaruh Wahabisme di Indonesia juga telah menimbulkan ketegangan, baik dalam hal pemahaman keagamaan maupun dalam konteks sosial-politik, terutama terkait dengan isu radikalisasi dan toleransi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H