“Kita perlu mengambil momentum dari pengalaman saat COVID-19 untuk mendorong perubahan radikal di Kemenkeu. Kurangi jumlah ruang kerja dan manfaatkan teknologi seperti yang dilakukan saat WFH. Pikirkan berapa sebenarnya jumlah pegawai serta jenis pekerjaan dan skill yang benar-benar diperlukan untuk menjalankan Kemenkeu. Bangun infrastruktur yang mendukung terciptanya budaya baru Kemenkeu.”
(Sri Mulyani Indrawati – Menteri Keuangan, 24 April 2020)
Sejak merebaknya Corona Virus Desease-19 (COVID-19) di Indonesia yang sampai saat ini sesuai data dari Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 terus meningkat, dan masih belum diketahui kapan akan berakhirnya pandemi ini yang berdampak luas terhadap seluruh sendi-sendi kehidupan manusia, maka memaksa kita untuk bisa beradaptasi dengan tata kehidupan yang baru sehingga aktifitas masyarakat tetap bisa dilakukan guna memenuhi segala kebutuhan hidup.
Akibat yang ditimbulkan pandemik COVID-19 dalam jangka panjang akan menumbuhkan suatu kenormalan baru dari sisi pekerjaan yang dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan remotely dari rumah atau tempat lainnya. Selain itu juga dampaknya akan membuat suatu kota besar yang dahulu sering membuat orang berani tinggal didalamnya maka saat ini akan ditinggalkan dan mencari tempat tinggal di daerah/kota yang lebih kecil namun lebih tenang dengan lingkungan yang lebih hijau untuk menghindarkan diri dari wabah penyakit maupun stres. Sedangkan untuk bangunan kantor sejak adanya pandemi COVID-19 tidak diperlukan lagi, baik dalam bentuk sewa kantor maupun membangun gedung kantor baru.
Dampak perkembangan teknologi informasi dan modernisasi tata kelola kantor layanan telah mendorong perubahan layanan dari yang bersifat “on the desk” menjadi “off the desk”. Penerapan collaborative environment, co-working/open space, green office, tech-based office, digital environment dan working strategy yang sesuai dengan karakteristik organisasi, serta peningkatan kebutuhan customer service officers baik yang memberikan layanan langsung maupun secara online.
Hal ini sejalan dengan perkembangan Revolusi Industri 4.0 yang sesuai pengertian yang dikutip dari Wikipedia menyatakan bahwa “Industri 4.0 adalah tren utama di dunia industri yang menggabungkan teknologi otomatisasi dengan teknologi siber. Pada revolusi industri ini, tenaga manufaktur sudah menjadi tren otomasi dan pertukaran data meliputi sistem cyber-fisik, cognitive computing dan lain - lain. Tren tersebut telah mengubah pola pikir dan kehidupan manusia di berbagai bidang, termasuk dunia kerja, pendidikan bahkan gaya hidup masyarakatnya. Singkatnya, revolusi industri 4.0 menjadikan teknologi cerdas atau robot sebagai pusat utama untuk menghubungkan berbagai bidang kehidupan manusia.”
Konsep Flexible Working Space (FWS) dalam penerapannya di lingkungan Kementerian Keuangan sesuai Keputusan Menteri Keuangan nomor KMK-223/KMK.01/2020 tentang Implementasi Fleksibiltas Tempat Bekerja (Flexible Working Space) di Lingkungan Kementerian Keuangan didefinisikan sebagai pengaturan pola kerja pegawai yang memaksimalkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan dan menjaga produktivitas pegawai serta menjamin keberlangsungan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Keuangan dengan memberikan fleksibilitas lokasi kerja selama periode tertentu.
Kriteria pekerjaan yang diutamakan untuk dapat dilaksanakan dengan konsep FWS ini diberikan batasan yaitu yang memiliki tugas dan fungsi terkait dengan perumusan kebijakan atau rekomendasi kebijakan, pekerjaan yang tidak berhubungan secara langsung/tatap muka dengan pengguna layanan baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan serta yang dapat dilakukan dengan menggunakan fasilitas daring (online).
Konsep inipun telah dituangkan menjadi salah satu Inisiatif Strategis Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan dalam Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan yaitu The New Thinking of Working yang didalamnya ditetapkan bahwa mulai tahun 2020 sampai dengan 2021 dilakukan penerapan collaborative working space dan green office yang dilakukan melalui implementasi Activity Based Workplace dengan upaya terobosan menetapkan kebijakan terkait Flexible Working Space (FWS) termasuk remote working untuk lebih mendorong work life balance dan produktifitas kerja.
Arah kebijakan kelembagaan dan SDM Kementerian Keuangan tahun 2020-2024 pun sejalan dengan konsep WFS dari sisi tujuan penataan kelembagaan dan penataan SDM dalam bentuk organisasi yang ramping tanpa sekat serta teknologi informasi dan juga SDM yang adaptif serta technology savvy guna mewujudkan modernisasi dan streamlining layanan SDM melalui transformasi digital. Arah kebijakan yang telah ditetapkan tersebut menjadi acuan dan dasar penerbitan ketentuan pelaksanaannya bagi seluruh Unit Eselon I di lingkungan Kementerian Keuangan.
Sebagai salah satu unit kerja di bawah Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perbendaharaan sangat menyadari arti penting reformasi birokrasi dalam mengubah mindset dan culture menjadi organisasi yang berorientasi pelayanan. Salah satu langkah strategis Ditjen Perbendaharaan untuk mewujudkan hal tersebut adalah melaksanakan perbaikan terhadap kualitas pelayanan secara berkelanjutan.
Perbaikan tersebut dilakukan oleh seluruh unit layanan Ditjen Perbendaharaan, khususnya Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) sebagai garda terdepan dalam pemberian layanan perbendaharaan kepada para stakeholders. Hasil implementasi peningkatan kualitas pelayanan tersebut tercermin antara lain melalui hasil Survei Kepuasan Pengguna Layanan (SKPL) Kementerian Keuangan pada Ditjen Perbendaharaan yang meningkat secara konsisten sejak tahun 2014 dan selalu berada di atas target kinerja serta di atas rata-rata capaian Kementerian Keuangan dalam hal kepuasan pengguna layanan.
Selain itu, Ditjen Perbendaharaan juga berhasil meraih indeks kepuasan pengguna layanan tertinggi selama 5 (lima) tahun berturut-turut yaitu tahun 2014–2018 untuk unit eselon I Kementerian Keuangan yang memiliki kantor vertikal. Sesuai data hasil penelitian dan survei Tim Peneliti Universitas Gadjah Mada (UGM) disebutkan bahwa pada tahun 2014, indeks kepuasan pengguna layanan Ditjen Perbendaharaan adalah 4,23 (dari target sebesar 4,05). Pada tahun 2015 meningkat menjadi 4,32 (dari target sebesar 4,06). Di tahun 2016, indeksnya meningkat kembali menjadi 4,40 (dari target 4,09). Dan di tahun 2017, indeks kepuasan pengguna layanan Ditjen Perbendaharaan tetap terjaga peningkatannya menjadi 4,56 (dari target sebesar 4,12). Dan di tahun 2018, Direktorat Jenderal Perbendaharaan meraih indeks kepuasan pengguna layanan sebesar 4.72 dari target sebesar 4.52.
Capaian yang telah diraih oleh Ditjen Perbendaharaan tersebut akan terasa berat untuk mempertahankannya apalagi saat ini masih dalam masa pandemi COVID-19, sehingga dibutuhkan persiapan strategis dalam pencapaiannya. Tantangan dalam mempersiapkan penerapan konsep FWS di Ditjen Perbendaharaan dengan tetap menjaga kualitas pelayanan terbaik yang selama ini diraih yaitu dengan mempersiapkan analisa penghitungan kembali beban kerja yang dapat dilakukan dengan beberapa langkah diantaranya adalah kalibrasi Analisis Beban Kerja (ABK) dan pemetaan atas proses bisnis yang dapat dilakukan dengan konsep FWS dan yang dapat dilakukan dikantor dikarenakan terdapat tugas dan fungsi yang dilaksanakan oleh KPPN yaitu penyelesaian Surat Perintah Membayar (SPM) menjadi Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) yang hanya dapat diselesaikan melalui proses di aplikasi Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) yang ada di kantor dan tidak bias dikerjakan secara remotly.
Dari sisi tata kelola organisasi perlu juga dipersiapkan beberapa hal pengaturan standardisasi implementasi konsep FWS di kantor pusat maupun kantor layanan lingkup Ditjen Perbendaharaan, dimana saat ini masih terdapat ketidakseimbangan dalam penerapan FWS di kantor pusat dan kantor vertikal. Kantor pusat DItjen Perbendaharaan melaksanakan tugas perumusan kebijakan dan peraturan sehingga lebih banyak dapat diselesaikan dengan FWS dibandingkan dengan kantor vertikal (kanwil dan KPPN). Selain itu juga perlu disiapkan berkenaan dengan penyesuaian Standar Operating Procedure (SOP), standardisasi pengukuran kinerja dan pemantauan serta pengendalian internal. Infrastruktur sarana prasana pun memberikan andil yang sangat besar dalam mempersiapkan FWS di Ditjen Perbendaharaan yaitu optimalisasi peralatan IT, keamanan data dan jaringan.
Yang tidak kalah pentingnya juga adalah penataan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam upaya meningkatkan kemampuan pegawai dalam bekerja menggunakan sarana dan prasarana IT, dibutuhkan perubahan mindset dan streamlining pegawai serta peningkatan integritas dan tanggung jawab masing-masing individu pegawai sebagai insan Perbendaharaan yang selaras dengan Nilai-nilai Kementerian Keuangan yaitu (1) Integritas: diwujudkan dengan prerilaku jujur dalam menggunakan waktu bekerja, (2) Profesionalisme: diimplementasikan dengan sikap yang baik meskipun melaksanakan tugas dengan lokasi dimana saja namun tetap dapat dituntaskan secara tepat waktu, (3) Sinergi: diimplementasikan dengan sikap perilaku yaitu walaupun penyelesaian pekerjaan tidak ada tatap muka, namun koordinasi dan saling membantu dalam rangka penyelesaian tugas baik antar rekan kerja maupun antar unit di Kementerian Keuangan tetap terjaga dan dijalankan dengan baik, (4) Pelayanan yang dibuktikan dengan sikap bahwa sebagai pegawai Kemenkeu tidak menggunakan alasan sedang tidak berada di kantor sebagai alasan untuk tidak melayani kepentingan masyarakat/stakeholder, (5) Kesempurnaan yang diwujudkan dengan sikap tetap dapat menjaga keseimbangan antara kewajiban terhadap kantor untuk menghasilkan penyelesaian tugas dan produktifitas yang tinggi dengan kewajiban pribadinya (diri sendiri dan/atau keluarganya)
Terakhir adalah persiapan dalam konteks pengaturan keuangan yang akan mendukung penyediaan dana guna pemenuhan sarana dan prasarana pendukung FWS bagi seluruh unit di lingkup Ditjen Perbendaharaan dan juga mempersiapkan kebijakan ketentuan yang berkaitan dengan hak-hak pegawai yang menjalani tugas dengan konsep FWS.
Seluruh unsur yang harus dipersiapkan dalam menghadapi tantangan mempertahankan layanan terbaik ditengah pandemi COVID-19 dengan konsep Flexible Working Space (FWS) sebagai upaya mewujudkan The New Normal (Tatanan Normal Baru) di Ditjen Perbendaharaan, akan dapat berhasil dengan baik jika didukung dengan perubahan mindset pegawai dan komitmen pimpinan untuk selalu meningkatkan kemampuan bekerja dengan memanfaatkan teknologi informasi, meningkatkan dan menjaga interkoneksi, serta rasa memiliki dan bertanggungjawab atas tuntasnya pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing dengan terus meningkatkan kemampuan membangun dan menciptakan ide-ide kreatif serta inovatif dalam penyelesaian pelaksanaan tugas dan fungsi sehingga dapat mewujudkan visi Ditjen Perbendaharaan sebagai pengelola perbendaharaan negara yang unggul tingkat dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H