Jalan Ampera Raya di Jakarta Selatan mempunyai kisah yang sangat penting bagi sejarah Indonesia. Nama jalan raya ini dahulu merupakan kawasan yang memiliki banyak pohon besar dan terpelihara dengan baik.
Meskipun  berbeda dengan sekarang dengan pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan juga kepadatan kendaraan lalu lintas menyebabkan sering kali terjadi kemacetan. Saya cari tau sejarah dari sebutan Jalan Ampera Raya melalu google saat menuju kelokasi dari arah Jalan Mampang Prapatan.
Ternyata NES Peduli yang diprakasai oleh Helen Dewi Kirana seorang desainer NES untuk bersosialisasi "Jakarta Tanpa Sedotan" pada hari Minggu (16/9) sangat tepat sekali mencari lokasi untuk tujuan akhir karnaval dan juga menjadi tempat untuk program sosialisasi serta hiburan dengan panggung terbuka di Synthesis Resindence Kemang, Jalan Ampera Raya No. 1A, Jakarta Selatan.
Ampera adalah akronim dari singkatan kata Amanat Penderitaan Rakyat. Sebuah konsep pemikiran politik Presiden RI pertama, Ir Soekarno yang intinya peduli membantu rakyat agar terbebas dari kemiskinan dan kemelaratan. Mungkin ini cara untuk mengenang peristiwa sejarah dan politik dengan mengabadikan dalam nama kawasan ini.
Sebuah kegiatan yang di prakasai oleh NES Peduli sebagai rangkaian acara yang terus menerus di sosialisasikan untuk menjaga lingkungan hidup kita dari bahaya plastik yang tak terurai sebagai bahan dasar dari hampir banyak produk sedotan yang ada dan tersedia di beberapa tempat seperti warung, cafe, restoran dan lainnya terutama yang ada di Jakarta dan sekitarnya.
Memang saya lihat jam sudah menuju ke jarum panjang ke angka delapan, pastinya peserta karnaval untuk sosialisasi "Jakarta Tanpa Sedotan" sudah mulai bergerak dari Restoran Yoshinoya, Kemang. Restoran ini juga turut memberi dukungan, terlihat tulisan di salah satu spanduk peserta karnaval.
Setiba di lokasi tempat acara terlihat beberapa tenda bazar serta panggung hiburan. Warna tenda yang dominan berwarna putih menambah cerahnya pagi ini. Matahari bersinar menyambut pagi di bulan September yang ceria. Â Deretan parkiran motor vespa setelah konvoi dan juga deretan spanduk yang turut serta memberikan nuansa dengan jelas tertulis semangat "Indonesia Bersih" melalui pengurangan pemakaian sedotan plastik.
"Warga Jakarta suka ngafe, perlahan mereka perlu mengubah perilaku menggunkan sedotan sekali pakai. Kami ingin terus mengingatkan bahayanya," ujar Helen Dewi Kirana. Pasti banyak yang lupa bentuk lain plastik yang selama ini dengan mudahnya dipakai dan dibuang dengan enteng adalah sedotan plastik.
Melihat perilaku dengan gaya hidup yang hampir merata di berbagai masyarakat. Berdasarkan data, kurang lebih 500 juta sedotan plastik terbuang setiap hari setelah dipakai sekali saja sehingga di kategorikan sebagai bahan plastik yang 50 persen dibuang saat sudah selesai digunakan. Yuk...mulai mikir kita...apa yang akan terjadi untuk masa depan bumi ini.
Perilaku tertib membuang sampah memang dimulai dari kebiasaan kecil di rumah dan dilatih sejak dini. Sosialisasi Karnaval NES Peduli "Jakarta Tanpa Sedotan" juga menghadirkan anak-anak turut serta menjaga kebersihan dengan cara memunguti sampah yang tersebar sembarangan mulai dari taman hingga jalan raya.
Mulai juga saya mikir adakah sedotan tanpa berbahan plastik. Jadi boleh juga pakai sedotan asal tidak berbahan plastik agar dapat digunakan berulang-ulang kali.  Ternyata sedotan itu sudah ada sejak tahun 1800-an dengan bahan  dari jerami.Â
Sedotan modern rata-rata dibuat dari plastik jenis polypropylene, polystyrene dan beberapa campuran kimia lainnya yang berkembang di tiap zaman sesuai kebutuhan.
Beberapa sedotan ramah lingkungan di produksi sebagai produk alternatif pengganti sedotan plastik sekali pakai. Mulai dari sedotan stainless steel, bambu, kaca hingga bioplastic. Dengan alternatif sedotan tanpa plastik ini seharusnya dapat segera mengurangi sampah sedotan plastik yang mengotori perairan dan pantai di Indonesia. Â
Di Indonesia khususnya Jakarta isu bahaya sedotan belum terlalu populer. Namun NES Peduli dengan "Jakarta Tanpa Sedotan" memberikan kesadaran kepada masyarakat luas akan bahaya yang di timbulkannya.Â
Di negera maju seperti di Inggris, sejumlah LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) mulai bergerak aktif menyadarkan masyarakat agar tak lagi menggunakan sedotan saat membeli minuman di luar rumah.
Jadi kuatir juga yaa...kalau kita minum air kemasan ukuran gelas dengan sedotan plastik ukuran sekitar 5 cm lebih kecil dari yang biasanya. Apa yang terjadi dengan tumpukkan sampahnya... menjadi bahaya tersembuyi yang terkadang berdampak luas dan tidak kita sadari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H