Mohon tunggu...
Suheri Adi
Suheri Adi Mohon Tunggu... PNS -

Rakyat yang ingin sejahtera

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mesa'ke Presidenku

25 November 2015   10:18 Diperbarui: 25 November 2015   10:21 2004
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis belum mendapatkan data rencana dan realisasi penerimaan pajak, namun sesuai tulisan Widi Haryoprabu terungkap bahwa sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2014, target Penerimaan Pajak yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pajak hanya tercapai sebanyak 1 kali yaitu tahun 2008 . Selebihnya penerimaan pajak selalu meleset dari target. Pencapaian Tahun 2008 pun masih dipertanyakan keabsyahannya. Selengkapnya http://www.kompasiana.com/widiharyoprabu/gagal-terus-bubarkan-pajak_564e7ee5f59273fc0427e392

Bahkan rencana penerimaan pajak tahun 2015 memperkirakan hanya sanggup dikumpulkan sekitar Rp 1.099 triliun atau 85 persen dari target Rp 1.294 triliun di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2015. Dengan begitu, kekurangan (shortfall) penerimaan pajak ditaksir sekitar Rp 195 triliun. http://bisnis.liputan6.com/read/2365058/kekurangan-penerimaan-pajak-2015-diperkirakan-rp-195-triliun

Dampak sistem anggaran yang nyeleneh ini adalah nilai mata uang rupiah terdepresiasi ketika dibutuhkan banyak dolar untuk melunasi utang luar negeri, Presiden selalu disalah-salahin jika utang negara bertambah banyak. Presiden Soeharto harus membayar mahal dipaksa lengser keprabon, Presiden Jokowipun ditantang untuk menyebutkan jumlah utang Indonesia (http://fajar.co.id/headline/2015/07/31/jokowi-ditantang-sebut-jumlah-utang-indonesia-selama-dia-memimpin.html). Target penerimaan pajak tidak tercapai ada yang menyarankan Presiden minta maaf (http://news.merahputih.com/keuangan/2015/09/26/target-pajak-tidak-tercapai-jokowi-harus-minta-maaf-kepada-rakyat/27658/).

Apa solusinya ?

Apabila diperhatikan tabel Ringkasan Anggaran Negara dan Realisasinya (miliar rupiah), 2007 – 2014 maka terlihat realisasi penerimaan mengalami pertumbuhan jika dibanding realisasi penerimaan tahun sebelumnya. Kalau penyusunan anggaran berdasarkan realisasi penerimaan tahun sebelum anggaran disusun, pada tahun berjalan dilakukan perubahan anggaran sebesar pertumbuhan realisasi penerimaan tahun penyusunan anggaran.

Contoh : 

RAPBN 2016 yang disusun tahun 2015 dibuat berdasarkan realisasi penerimaan tahun 2014 dan pada tahun 2016 dilakukan APBNP 2016 sebesar pertumbuhan penerimaan tahun 2015. Apabila penerimaan tahun 2016 mengalami pertumbuhan maka terdapat surplus yang untuk saat ini dapat digunakan melunasi utang. Surplus digunakan untuk investasi manakala utang sudah lunas.

Defisit pada sistem penyusunan anggaran tersebut terjadi manakala penerimaan tidak mengalami pertumbuhan.

Jumlah penduduk 250 juta orang, sementara yang terdaftar sebagai Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi dan memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak hanya 28 juta orang atau sedikit di atas 10 persen. WP yang menyampaikan SPT rutin hanya 10 juta WP, dimana yang membayar penuh sesuai ketentuan cuma 900 ribu orang. Kondisi internal selengkapnya http://www.kompasiana.com/metik/perlukah-kita-belajar-penerimaan-pajak-ke-as_564bfe4e917e61d00413a39e dan minimnya kontribusi Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi http://finance.detik.com/read/2015/04/09/123352/2882388/4/setoran-pajak-tak-pernah-capai-target-sejak-2009-ini-penjelasan-darmin-nasution menginformasikan kepada kita bahwa masih banyak ceruk potensi yang bisa dikonversi menjadi penerimaan, sehingga negara ini tidak perlu bersusah payah mencari pinjaman maupun mencari investor asing untuk melaksanakan amanah alenia 4 Pembukaan UUD 1945 memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa apabila Otoritas Pajak ditempatkan pada posisinya dalam melaksanakan amanah Pasal 23A UUD 1945.

Fisosofi pajak sebagai “kewajiban” yang menimbulkan paradigma masyarakat “Pajak sebagai Upeti” yang boleh digunakan sesuka hati penyelenggara negara hendaklah dirubah pajak sebagai “kebutuhan”, masyarakat butuh pajak untuk penyelenggaran pemerintahan, butuh pajak untuk mendapat perlindungan keamanan, butuh pajak untuk memajukan kesejahteraan umum, butuh pajak untuk meningkatkan kecerdasan anak bangsa dan butuh pajak untuk ikut serta menjaga ketertiban dunia, sehingga penyelenggara negara sangat berhati-hati dalam memanfaatkan uang pajak dan penerimaan negara lainnya.

Otoritas pajak tak ubahnya seperti bapak yang bertugas mencari nafkah dan Presiden beserta penyelengara pemerintahan seperti ibu yang bijak membelanjakan nafkah untuk kesejahteraan keluarga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun