REVITALISASI PENYULUH PERTANIAN SEBAGAI STRATEGI PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL
                                  OLEH : DR. H.M SHOLEH, MM.
  Â
Sudah sejak lama Indonesia dikenal sebagai negara agraris. Â Dengan potensi lokasi strategis dan agroklimat di khatulistiwa menjadi anugerah dari sang pencipta sebagai negeri yang subur dan strategis sebagai penghasil hasil pertanian sebagai kebutuhan pangan sehari-hari. Â Namun kenapa sektor pertanian tidak maju-maju, bahkan selalu ketinggalan dari negara tetangga sekalipun seperti Thailand, Malaysia maupun Vietnam.
Dahulu sekitar 40 tahun yang lalu petani Vietnam belajar bertani di Bogor, baik mengolah tanah, memupuk, memanen dan segala macam ilmubpertanian. Â 30 tahun lalu banyak mahasiswa daribMalaysia belajar pertanian di IPB University. Â Dan masihbbanyak lagi negara tetangga yang dulu belajar di Indonesia kini bisa maju dan berkembang pesat. Ambil contoh masalah pangan beras saat ini jika kekurangan pasokan akanmengimpor beras dari luar negeri termasuk dari Vietnam yang dulu belajar dari kita
Menilik sejarah kesuksesan Indonesia saat swasembada beras sesaat pada tahun 1984 dibawah orde baru kepemimpinan Presiden Soeharto diakui dan diganjar penghargaan dari FAO saat itu. Pemerintah RI sempat swasembada tapa tahun 1984 meski hanya sesaat namun cukup mengejutkan dunia. Â Apa saja kunci sukses swasembada beras saat itu?
Intensifikasi, Ekstensifikasi, Diversifikasi Pertanian
Salah satu kesuksesan pertanian pangan tahun 80-90an ditopang oleh program intensifikasi pertanian yaitu pelaksanaan program pertanian secara intensif dan terstruktur melalui Program Bimas/Inmas yaitu Bimbingan Massal dan Instruksi Masyarakat melalui program intensifikasi pertanian yang kemudian dikenal Panca Usaha Tani yaitu : 1. Pembibitan unggul berkuakitas 2. Pengolahan Tanah 3. Pemupukan 4 Pemberantasan hama penyakit dan 5. Irigasi. Â Ditambah lagi dengan gencarnya penyuluhan pertanian melalui Kelompencapir (Kelompok pendengar, pembaca dan pemirsa) melalui media informasi RRI, TVRI dan penyuluhan off line yang massif, terstruktur dan terorganisir.
adapun program ekstensifikasi dilakukan melalui program pembukaan lahan-lahan pertanian sawah baru di luar jawa terpadu dengan program transmigrasi. Â Program tersebut meskipun banyak hambatan, tantangan dan rintangan tapi cukup menyebarkan teknik bertani di Jawa dan Bali ke luar Pulau Jawa khususnya ke Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan lainnya. Â Meskipun terjadi adaptasi dan akulturasi masyarakat Jawa Bali ke luar akan tetapi cukup sukses meningkatkan ketahanan pangan saat itu.
Program diversifikasi pertanian dirasa perlu mengingat tingginya konsumsi beras perkapita di Indonesia masih di atas angka kecukupan, sementara banyak sumber pangan alternatif tak hanya beras saja. Disampung itu serbuan sumber pangan impor seperti gandum yangvtidak diproduksi di dalam negeri mulai meningkat cukup menggerus devisa negara. Â Budaya diversifikasi pangan juga harus diarahkan ke sumber pangan alternatif non beras.
Peran Penyuluh Pertanian
Tidak dipungkiri juga peran serta penyuluh pertanian saat itu menjadi garda terdepan melalui program Bimbingan Massal kepada masyarakat akan pengenalan benih unggul, teknologi pupuk dan pemupukan, pengendalian hama penyakit, irigasi serta pemberdayaan masyarakat petani melalui kelompok-kelompok tani serta koperasi sebagai wadah ekonomi masyarakat. Â Dahulu sangat sering terdengar kegiatan Kelompencapir atau temu wicara Presiden dengan Kelompok Tani yang kemudian menjadi cikal Bakal Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA). Di kancah nasional dulu dikenal Pertasikencana (Pekan Petani, Koperasi dan Keluarga Berencana) dimana jafi ajang unjuk para petani dan nelayan di tingkat nasional. Â Hingga kini kegiatan Pertasikencana telah berubah menjadi Pekan Nasional KTNA yang dilaksanakan 5 tahun sekali akan tetapi lebih fokus pada bidang Pertanian dan Nelayan. Â Sedangkan peringatan hari Koperasi dan Keluarga Berencana menjafi terpisahkan dari Pertasikencana melalui kementerian masing masing.
Dalam perkembangannya peran penyuluh pertanian semakin tak terdengar di era sepulub tahun terakhir, bahkan likuidasi badan penyuluh pertanian (Bapeluh) di tingkat Kabupaten/kota menjadi pukulan telak pergerakan penyuluh pertanian. Â Dengan tantangan jumlah penduduk yang berkembang pesat hampir dua kali lipat dari tingkat pertumbuhan produktivitas pangan yang jumlah lahan pertaniannya semakin tergerus berbagai alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian. Oleh karena itu peran penyuluh pertanian harus di revitalisasi baik penyuluh pertanian ASN, Swasta maupun penyuluh swadaya.
Sertifikasi Penyuluh Pertanian
Jumlah pentuluh pertanian yang terdata di Kementan hampir lebih dari 74 ribu penyuluh yang terdiri dari Penyuluh PertanianASN dan PPPK/THL sekitar 37 ribu, penyuluh swasta 500 penyuluh dan penyuluh pertanian swadaya sekitar 26 ribu penyuluh. jumlah sebanyak itu hingga kini belum sepenuhnya distandarisasi secara nasional. Oleh karena itu menjelang pemerintahan baru presiden terpilih Bapak Prabowo Subianto yang sangat getol dengan program Ketahanan Pangan dan Swasembada Pangan maka peran Penyuluh Pertanian sudah saatnya dilakukan Sertifikasi Penyuluh Pertanian. Â Apalagi dengan adanya Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui perpanjangan tangannya yaitu Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) untuk melaksanakan sertifikasi profesi penyuluhan pertanian. Â Tak hanya masalah eksistensi tetapi juga pengakuan terhadap profesi petani dan penyuluh pertanian menjadi dasar dari peningkatan SDM yang unggul apalaginditengah tantangan perkembangan inovasi, teknologi dan digitalisasi pertanian. Â Bagaimanapun penyuluh pertanian tetap akan menjadi garda terdepan ketahanan pangan, kemandirian pangan dan kedaulatan pangan nasional.
Semoga dengan penyuluh pertanian yang kompeten, petani beken, Indonesia keren! Â Semoga !!!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H