Perjalanan hidup kita, akan selalu diawali dengan terlahir, melahirkan dan meninggalkan. Mungkin beberapa orang tidak memiliki kesempatan yang kedua, tapi sebagian besar perempuan akan merasakannya.
Banyak sekali kisah yang ditulis, mengenai luka anak terhadap orangtua yang melahirkannya, atau luka orangtua terhadap anak yang telah ia lahirkan.Â
Pertanyaan mengapa kita diwajibkan berbakti kepada kedua orangtua kemudian menjadi begitu kontroversial jika dihadapkan dengan situasi saat ini ketika anak-anak sering merasa bahwa orangtuanya tidak bertanggungjawab dan tidak pernah memberikan rasa aman terhadap jiwa kecil anak-anaknya.Â
Sehingga dianggap wajar bahwa nantinya anak-anaknya memilih untuk tidak bersedia turut menjaganya.
Kemudian apakah hal tersebut dibenarkan dalam Agama?
Orangtua memiliki kewajiban, betul. Tapi mereka juga memiliki hak untuk dihormati anak-anaknya. Sebagai anak, mengupayakan untuk selalu memberikan hak orangtua merupakan sebuah kewajiban.
Tulisan ini, ditulis berdasarkan sudut pandang seorang anak perempuan yang melihat kedua orangtuanya yang mulai dimakan usia diseberang sana.Â
Bersedia kembali pulang adalah indikator bahwa kita telah memaafkan dan menerima segala perasaan marah, benci, kecewa, dan sedihnya diri kita atas setiap perlakuan mereka yang kita anggap tidak pernah sesuai dengan apa yang kita harapkan dalam hidup ini.
Sebagaimana diri kita, orangtua kita juga memiliki kekurangannya sendiri. Mereka memiliki keterbatasan yang tidak pernah mereka jelaskan kepada kita. Sehingga ketidakmampuannya selalu kita anggap sebagai bentuk "tidak sayangnya" orang tua terhadap kita. Mengapa demikian? Karna kita tidak pernah berusaha membaca untuk memahami bagaimana orangtua kita berjuang dalam hidupnya.
Mereka mungkin sama seperti kita, pernah terluka oleh perilaku orangtuanya, nenek/kakek kita. Kemudian sampai kapan siklus ini akan terus berjalan?Â
Bukankan dalam Islam, berbakti adalah sebuah kewajiban? Ustadz Khalid Basallamah bahkan mengatakan bahwa resep menjadi orangtua adalah berbakti kepada orangtua.Â
Siklus luka ini tidak akan pernah berhenti apabila kita tidak memberikan diri kita untuk sembuh dengan merenungkan. Bagaimana Allah memberikan ujian kita untuk menjadi orangtua dengan mampu atau tidaknya kita untuk menjadi anak yang berbakti terhadap orangtuanya?
Hak Allah, kemudian ada hak orangtua terutama bagi perempuan yang belum menikah. Setelah menikah, perempuan mendahulukan hak Allah, kemudian hak suaminya. Begitulah siklus yang akan terus berputar.Â
Orangtua memiliki haknya untuk dihormati dan dihargai, terlepas kewajibannya dilakukan atau tidak, biarkan Allah yang memberikan penilaian.Â
Tugas seorang anak adalah memberikan hak Allah, kemudian baru hak orangtuanya. Jangan khawatir terhadap hakmu, karena Allah maha adil. Semampu mungkin berikan hak  mereka, Allah persiapkan hak mu yang akan diberikan diwaktu terbaik menurut-Nya.
Kita akan menemukan kesempatan menjadi orangtua ketika kita mampu memaafkan setiap kekurangan orangtua kita. Seperti roda yang terus berputar, hidup yang terus berjalan.Â
Memiliki anak-anak yang menerima orangtuanya hanya dapat terjadi melalui takdir Allah. Dengan cara apa upayanya? Dengan memulai menerima dan menyadari bahwa menjadi orangtua memang bukan suatu perkara yang mudah.Â
Bukankah kamu juga mengetahui bahwa orangtuamu tidak memiliki tempat belajar menjadi orangtua? Mereka hidup dengan didikan seadanya. Mereka tumbuh dengan sendirinya. Maafkan mereka, pergi hanya jika orangtuamu menyuruhmu untuk berhenti melaksanakan hak Allah. Pergi hanya jika orangtuamu membuatmu menyekutukan Allah.Â
Mereka memang tak sebaik malaikat, bagi orang lain mungkin ia jahat, cerewet, temperamen, galak, toxic. Tapi mereka bertahan membuatmu tumbuh. Ibumu bersedia melahirkan, menyusui, dan mendidikmu semampu mereka. Lalu ketika mereka melukaimu karena lukanya yang sebenarnya tidak pernah ia perlihatkan padamu. Apakah membencinya adalah jawaban paling baik?
Mungkin, dia hanya butuh di dengarkan. Dia butuh di validasi tentang usahanya. Mereka butuh diyakinkan bahwa anak-anaknya masih menyayanginya. Ia telah hidup untuk menyayangimu dengan semampu yang ia bisa. Kenapa tidak kita memaafkan mereka agar tumbuhmu menjadi lebih sempurna. Agar nanti Kau tidak memberikan luka serupa. Agar nanti anak-anakmu memaafkan setiap kekuranganmu. Apa kau yakin mampu menjadi orangtua yang sempurna untuk anak-anakmu?
Maafkan mereka, mereka menyayangimu, tapi mungkin mereka tidak memiliki cara terbaik untuk menunjukannya seperti harapanmu. Maafkan orangtuamu, mereka ingin mewujudkan impianmu, tapi mereka tidak selalu tau caranya.Â
Mungkin satu-satunya untuk melindungimu agar tidak terluka adalah membatasi impianmu, agar kau aman terjaga dan tetap ada dalam dekapannya. Mereka menyayangimu, lalu setega itukan untuk tidak memaafkannya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H