Ia menilai pilihan menjadi kader PDIP dianggap menguntungkan Ahok. Sebab, dengan menjadi kader PDIP Ahok akan mendapatkan perlindungan dari partai yang dinilainya sebagai partai pelindung penista agama tersebut.
Terlebih, jika partai pengusung calon presiden petahana Joko Widodo atau Jokowi itu menang dalam Pilpres 2019.
"Pilihan Ahok itu karena menguntungkan buat diri Ahok. Karena Ahok di sana dapat perlindungan sebagai penista agama karena partai itu memang tempat penampungan penista agama," imbuh Novel.
"Ahok ingin berlindung di petahana apalagi petahan menang, lumayan buat Ahok lima tahun bisa leluasa mungkin melakukan kegaduhan lagi," sambung dia.
Sebelumnya, Novel sempat berpesan kepada Ahok untuk masuk Islam terlebih dahulu agar dilancarkan jalan politiknya.
Namun setelah bertaubat, Novel menyarankan kepada Ahok agar masuk ke partai-partai yang tergabung dalam koalisi keummatan.
"Kalau Ahok sudah tobat bergabung saja dengan partai-partai koalisi keummatan, Partai Gerindra, pattai Demokrat, PAN, PKS, Partai Berkarya atau PBB," pungkasnya
Untuk diketahui, Ahok, mantan Gubernur DKI Jakarta sekaligus mantan politisi Gerindra, disebut akan menjadi kader PDIP apabila kembali terjun ke dunia politik usai menjalani masa tahanan terkait kasus penistaan agama.
Dari sinilah saya ingin memperjelas tindak lanjut dari Partai Tuhan ini. Statement dari jubir PA 212 inilah yang seakan akan menunjukkan kedigdayaan suatu koalisi partai sehingga sebuah syarat pertaubatan akan diterima manakala ia (si pendosa) memilih bergabung pada salah satu partai koalisi tersebut.Â
Terlepas dari diksi "Taubat" sebagai metafor atau memang benar kini seorang penista Agama dalam menempuh taubatnya harus bergabung dalam salah satu parpol tadi bukan malah kembali ke jalan Tuhan yang memang benar Tuhan secara Dzat bukan hanya sebuah diksi yang digunakan untuk mengeksploitasi ekspektasi masyarakat, bahwa secara tidak langsung ada sebuah eksploitasi sistem birokrasi pertaubatan yang sebelumnya semua telah diatur Tuhan melalui agama-agamanya, kini seorang Penista Agama yang seharusnya memenuhi syarat (birokrasi) dalam pertaubatan kepada Tuhannya melalui keagamaan tetapi kini telah dipangkas secara keji hanya atas dasar kepentingan politik!.Â
KeTuhanan yang Maha Parpol sudah tidak terbantahkan lagi ditengah tengah masyarakat walau memang secara literer hal ini masih sangat baru namun secara praksisnya yang teraktualisasi berupa tindakan mengafiliasikan salah satu partai yang secara deliberatif dibuat sebagai partai yang pro "umat" dengan menghadirkan sebuah pergerakkan umat yang entah seakan akan atau memang benar gerakan tersebut berafiliasi terhadap koalisi parpol tersebut, sehingga secara apriori di dalam ekspektasi masyarakat terbentuk sebuah pandangan bahwa koalisi tersebut didukung mayoritas umat dan secara eksplisit membentuk dogma bahwa siapapun yang tidak mendukung koalisi tersebut dan mengikuti koalisi lain berarti mengikuti Partai Setan dan konsekwensinya dicap sebagai kaum bidat.