Mohon tunggu...
Sosbud

Defisit Inklusifitas Kebudayaan

20 Desember 2018   15:32 Diperbarui: 23 Desember 2018   13:42 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
yourchocho.blogspot.com

Hidup di tengah-tengah kemajemukan masyarakat seharusnya bukanlah hal yang mesti dipermasalahkan sebagai masyarakat Indonesia. Sejatinya terwujudnya bangsa ini bukanlah berasal dari keseragaman melainkan sebaliknya yaitu keberagaman. 

Kalimat Bhineka Tunggal Ika merupakan salah satu wujud manifestasi dari budaya yang telah mengakar dalam bangsa ini sejak dulu. Namun semua itu berangsur angsur pudar seiring berkembangnya zaman, hal ini menimbulkan kemunduran dalam menyikapi keberagaman yang terkesan tidak sejalan dengan majunya iptek.

Memang tak semua masyarakatakan Indonesia mengalami pengikisan inklusifitas kebudayaan yang sarat akan pluralisme. Masih ada para pluralist yang hidup di bumi ini yang tak jarang mereka harus siap menelan pil pait dari berbagai anggapan masyarakat atau in-groupnya dengan berbagai tuduhan yang cukup menyakitkan. Namun inilah yang harus dirasakan oleh seorang pluralist atas segala konsekuensi yang ia jalani.

Defisit inklusifitas kebudayaan merupakan kondisi di mana tergerusnya perasaan mau menerima keberagaman yang ada dalam kehidupan bermasyarakat. 

Defisit inklusifitas kebudayaan yang sedang sedikit demi sedikit menampakkan taringnya di Indonesia haruslah segera ditanggapi dengan kembali belajar kepada sejarah akan negeri yang kaya ini, tak sepantasnya kita selayaknya generasi penerus bangsa ikut tergerus ke arus yang menuju ke sebuah kemunkaran. 

Permasalahan ini tak sepantasnya ditanggapi sebagai persoalan yang remeh, karena jika dibiarkan terus menerus maka arusnya yang cukup deras jika tidak dibendung dengan hati nurani serta mengedepankan jiwa pluralis maka keberagaman yang Tuhan titipkan ini semuanya akan hanyut dan akan hilang ditelan zaman.

Peristiwa semacam ini kebanyakan terjadi pada masyarakat yang memiliki heterogenitas yang tinggi terutama dari segi kultural. Tak jarang tergerusnya inklusifitas dalam kehidupan berbudaya masyarakat dapat membawa dampak yang tak jarang berujung pada perpecahan hingga paling kronis dapat mengundang perang saudara.

Sifat etnosentris dan primordialis lah yang menjadi dalang dari tergerusnya budaya bhineka tunggal ika yang semestinya di pegang dan dijadikan sebagai nilai sosial yang sepenuhnya ditaati dan diyakini sepenuh hati oleh bangsa Indonesia. 

Pangkal dari penyebab masalah yang berkepanjangan ini bisa disebabkan hanya karena persoalan sepele, misalnya pada saat saat menjelang pesta demokrasi banyak dari kader yang "menjual" agama, latar belakang( suku,ras dan keturunan) sebagai komoditas propaganda untuk mendapat simpati dari rakyat. 

Hal hal yang terkait isu sara ini yang selalu dipersoalkan dan dipertentangkan baik dari kubu A kepada kubu B dan begitupula sebaliknya, dalam jangka panjang ia akan terus hidup dalam kehidupan masyarakat yang akan membentuk sebuah sifat primordial dan etnosentris. Lahirnya sifat ini membuat masyarakat seakan akan berhati hati terhadap antidotenya yaitu  yang sering disebut out groupnya sehingga tak jarang kebudayaan yang seharusnya syarat akan inklusifitas seakan akan menjelma menjadi budaya yang eksklusif. 

Eksklusifitas yang ada membuat kemajemukan yang ada seakan akan terkotak kotakkan, segmentasi yang ada ini dapat mengundang perpecahan karena rasa persatuan yang ada berubah terpecah menjadi in-group dan out group yang semestinya satu negara meyakini bahwa tak ada yang namanya in group ataupun out groupnya dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, kecuali ada bangsa lain yang mengusik keamanan dan stabilitas kehidupan NKRI barulah kita melabeli bangsa itu sebagai out group dari kita.

Haruslah dimulai dari sekarang dan tanamkan kuat-kuat pada diri kita bahwa keberagaman bukanlah sebuah ancaman, dan keberagaman bukan untuk diseragamkan baik atas nama apapun termasuk agama. 

Banyak dari perselisihan hanya karena berbeda keyakinan dapat mengundang perpecahan, untuk hal ini kita dapat mempelajari kembali ajaran ajaran keagamaan, mengenai apa dan mengapa Tuhan menyerukan tentang perintah untuk saling mengenal di antara kalian semua. Hal ini dapat dijadikan tiang atau fondasi dalam melakukan kehidupan ditengah tengah heterogenitas kultural yang tinggi, bahwa keberagaman ini bukan serta merta diciptakan oleh-Nya untuk diseragamkan. 

Kembali pada perintah untuk saling mengenal, kita selayaknya memaknainya sebagai cara Tuhan dengan adanya keberagaman maka kita dapat saling mengenal dan saling menghargai atas dasar kekeluargaan dan persaudaraan lewat sebuah perbedaan yang ada, jika memang untuk diseragamkan apalah arti Tuhan menyerukan perintahnya untuk saling mengenal? semua itu terlampau percuma jika memang atas dasar keseragaman manusia dapat membentuk persaudaraan.

Dengan memaknai kebesaran Tuhan kitapun mampu seharusnya secara arif memaknai keberagaman ini sebagai bentuk kemahakuasaannya dan kebesaranya. Permusuhan,perselisihan, dan perpecahan yang ada atas dasar perbedaan merupakan bentuk perlawanan terhadap kehendak Tuhan yang seharusnya dijaga dan diyakini sebagai anugrah bagi tiap tiap manusia.

Jika kita seorang yang theist dapat menggunakan pikiran kita dan keyakinan kita untuk mempertanyakan ini; "Tuhan adalah roh yang mahakuasa apa yang ia ingin ciptakan hanya cukup lewat sabdanya semua itu akan terjadi sekejap mata, lalu apakah pantas perbedaan ini kita hancurkan? Yang tak jarang motifnya berlatar belakang ajaran agama Tuhan, hal ini jelas kontra terhadap keyakinan akan Ketuhanan pada diri kita, jika kita menghendaki untuk menyeragamkan untuk menjadikan dunia dalam satu kebudayaan hanya karena menghindarkan dari kemurkaan Tuhan lantas, mengapa Tuhan menciptakan keberagaman ini? Mengapa tak Ia ciptakan saja keseragaman saja?.

Lalu bagi pembaca yang mungkin memiliki kerangka berpikir bukan berasal dari seorang yang theist bisa saja memaknai keberagaman ini melalui science misalnya, kemajemukan dalaam kehidupan ini merupakan kodrat dari alam yang memang berbeda beda dari segi alamnya. 

Perbedaan ini lahir karena alam inipun sejatinya memiliki kondisi, letak serta suasana yang mengelilinginya pun berbeda sehingga atas dasar perbedaan kondisi ini alam memiliki kodratnya yang berbeda beda dalam menentukan serta mempengaruhi corak kehidupan makhluk yang akan mendiami suatu wilayah tertentu, misalnya saja orang yang hidup di pegunungan cenderung lebih lembut dalam bertutur kata ketimbang daerah pantai yang memiliki cuaca panas yang sedikit banyak dapat mempengaruhi kondisi emosi serta corak budaya makhluk yang mendiaminya. Dari segi kebudayaan yang bersifat kegiatan pemenuhan kebutuhan pokok pun dapat dipengaruhi oleh heterogenitas yang alam hadirkan, heterogenitas kondisi alam mempengaruhi khususnya manusia dalam menjalankan kehidupannya.

Dalam menjalankan kehidupanya manusia mestilah selain berinteraksi kepada sesamanya haruslah pula berinteraksi pada alam yang ia diami, misalnya saja apa yang telah terekam dan telah sejarah catat mengenai kehidupan prasejarah, hal ini diperjelas melalui adanya kejokkenmodinger (sampah dapur yang terdiri dari kulit atau cangkang kerang yang menggunung menjadi bukit kapur) hal ini mengindikasikan seseorang yang hdiup berdampingan dengan bentang alam yang berupa laut cenderung memiliki kebudayaan maritim, begitupula sebaliknya yang hidup mendiami wilayah yang bentang alamnya hutan ataupun dikelilingi daratan akan lebih memiliki kebudayaanan bertani ataupun beternak, sejarahpun telah membuktikannya melalui kebudayaan food producing pada masa prasejarah yang dilakukan dengan melakukan pemenuhan kebutuhannya dengan bercocok tanam dan cenderung kepada budaya agraris

Ringkasnya keberagaman bukanlah yang mesti kita perangi dan keseragaman tak seharusnya kita wujudkan apalagi melalui upaya penetrasi, telah jelas bahwa Tuhan beserta alamnyalah yang menghendaki keberagaman ini, selayaknya kita manusia mampu menjaga apa yang Tuhan dan semestanya kehendaki ini dengan rasa saling bersaudara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun