Masih berkisar pada surveilans keluarga berisiko Stunting dan audit kasus Stunting. Yang terkesan tumpang tindih pengambilan data. Selain itu, beberapa daerah lokus stunting pun hanya diberikan ruang untuk pendanaan misalkan pembelian pembekalan gizi yang sebenarnya ada atau tidak ada isu stunting pendanaan pembekalan gizi seperti vitamin A, tablet fe dan lainnya itu ada dalam penganggaran Instalasi Farmasi.
Sementara Strategi Nasional Percepatan Penurunan sendiri bertujuan untuk menurunkan prevalensi Stuntiing, meningkatkan kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, menjamin pemenuhan asupan gizi, memperbaiki pola asuh, meningkatkan akses dan mutu pelayanan kesehatan, dan meningkatkan akses air minum dan sanitasi. Perlu digaris bawahi menjamin pemenuhan asupan gizi, bagaimana realisasi ditingkat lapangan misalkan?
Kalau demikian mengapa tidak dimaksimalkan dengan kebijakan seperti pemenuhan ketersediaan instrumen atau alat ukur seperti lenghtboard untuk baduta dan mikrotoise untuk balita sebagai ketersediaan alat deteksi dini pada balita untuk indikator tinggi atau panjang badan menurut umur pada tingkat posyandu atau desa, memaksimalkan penyegaran kader posyandu untuk pengukuran tinggi balita atau panjang badan, memilah data gabungan untuk penentuan intervensi misalkan balita pendek yang gizi kurang (BB/TB) dan berat badan kurang (BB/U) apa intervensi yang diberikan, balita pendek yang gizi normal (BB/TB) apa intervensi yang diberikan, penentuan Hari Makan Anak sebagai bentuk intervensi pemberian makanan tambahan yang spesifik untuk baduta atau balita stunting, penentuan makanan tambahan atau selingan yang disusun sebagai resep PMT lokal dengan unsur tinggi protein, tinggi kalsium misalnya kemudian menjadi makanan tambahan dengan pemberian sesuai HMA.
Berikutnya seharusnya diperkuat data yang dilakukan petugas gizi melalui ePPGBM ketimbang survei semisal SSGI. ePPGBM bisa menjadi representasi data murni karena bersifat populasi sedang survei bersifat sampel. Karena kecenderungan saat ini data survei lebih dijadikan patokan kebijakan ketimbang data populasi dari petugas. Penguatan data yang dilakukan petugas harusnya lebih dapat dipercaya.
Kondisional lain misalkan sebagaimana logika data SSGI di atas bahwa kemasan daur ulang secara kolektif adalah harapan pada 5 atau 10 tahun baru dapat mengharapkan hasil angka penurunan stunting tapi bila harapan penurunan angka stunting dilihat setiap tahun serta indikator kinerja program dalam setiap tahun dan masih cenderung menimbulkan logika terbalik.
Harusnya fokus utama adalah pada peningkatan indikator kinerja program yang menjadi prioritas bukan disibukkan melihat penurunan indikator masalah gizi termasuk penurunan angka stunting. Karena bisa jadi penurunan angka stunting sebenarnya adalah kondisional alamiah dari individu-individu dari masyarakat itu sendiri yakni pertumbuhan alamiah balita dan kondisional pemahaman dan pola asuh ibu balita itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H