Ketiga, mengenai eksistensi penyakit adalah bahwa manusia mengadopsi suatu gaya hidup yang membuat mereka sakit, dan oleh karena itu secara individual bertanggung jawab atas kondisi yang mereka hadapi. Eksplanasi gaya hidup itu mengklaim bahwa pilihan buruk yang ditentukan secara bebas, misalnya dalam hal makanan, merokok, dan berolahraga membuat orang sakit.
Semua kajian utama, yang disajikan bersama-sama ini, menunjukkan bahwa pilihan gaya hidup yang baik akan dipengaruhi oleh variable-variabel struktural yang lebih luas dalam menentukan sehat dan sakit. Perilaku gaya hidup tidak lebih dari suatu bagian kecil variasi dalam status kesehatan. Meski menentukan karena perilaku gaya hidup itu secara struktural tidak merata dibandingkan pilihan individual, maka perilaku itu lebih merupakan akibat dari ketidaksetaraan daripada penyebab. Dengan pendapat sosiologi kesehatan, ketiga eksplanasi itu mengandung dua kesamaan. Ketiganya mengklaim bahwa jika seseorang jatuh sakit, maka kondisi sakit itu adalah masalah tubuh orang itu sendiri dan keunikan bilogi mereka. Dengan kata lain, eksplanasi ini mengindividualisasi dan membiologisasi eksplanasi mengenai penyakit. Kerapkali eksplanasi ini dikombinasikan ke dalam eksplanasi yang menyalahkan individu atas pilihan gaya hidup secara biologis tak mampu diatasi, karena ketetapan genetik yang dimilikinya. Padahal pada asumsi lain, memusatkan bahwa gaya hidup atau kejadian sakit terjadi sebagai bentukan politik dan ekonomi yang mengsubordinasikan penduduk tertentu.
Dengan kata lain, menempatkan identitas kelas dalam masalah gizi menjadi langkah awalan dalam penyelesaian masalah gizi. Sebagaimana ungkapan Khomsan (2012) rakyat Indonesia tidak mengalami kelaparan kronis sebagaimana menimpa rakyat di benua Afrika. Namun, kita menderita kelaparan tersembunyi yang menyebabkan persoalan kurang gizi tak kunjung dapat diatasi.
Pendekatan Marxis dalam hal ini diuraikan bahwa dalam tradisi materalis dan Marxis memproduksi salah satu pendekatan sosiologis yang paling kuat dalam hal produksi penyakit dan pola sosial distribusinya. Pendekatan ini menekankan pentingnya peranan kepentingan ekonomi baik dalam memproduksi penyakit maupun dalam hal membentuk cara menghadapi penyakit itu. Dan disatu posisi yang lain, kelompok Marxis menempatkan bahwa kedokteran (terliputi kesehatan) termasuk dalam fungsi kunci dari masyarakat kapitalis.
Menyandarkan Social Worker Sebagai Kesadaran Kelas
Profesi-profesi kesehatan sebenarnya telah termasuk dalam mereproduksi struktur kelas. Dengan kata lain dalam profesi kesehatan turut serta menempatkan klasifikasi pekerjaan sebagai kelas sosial dalam pekerjaan. Bahwa kelas dan kesehatan terkait faktor-faktor struktural seperti cara produksi diorganisasi dan distribusi pekerjaan dalam masyarakat. Kelas dalam pekerja-pekerja kesehatan ini telah terdistorsi dalam sebuah nilai kelas dalam pekerjaan.
Mengembalikan kesadaran kelas pada pekerja-pekerja kesehatan seharusnya dimulai dari menyandarkan bahwa segalanya yang ada pada dirinya adalah social worker. Dengan demikian dasar yang paling awal adalah menempatkan kembali dengan keras praktik-praktik pekerjaan yang berkecenderunagn pada perilaku kapitalis. Mengurai dengan pelan-pelan bahwa praktik kapitalistik harus hilang dengan pelan-pelan karena kesadaran kelas.
Pelaksanaan kebijakan sosial yang akan melindungi kohesi sosial oleh Lomas (dalam White, 2012) menyebutkan bahwa pelestrian dan pemajuan struktur-struktur sosial dan semua unsur dalam suatu komunitas yang memungkinkan pertukaran pandangan, nilai-nilai dan mendorong bagi kepercayaan bersama. Dengan asumsi lain, perubahan fisik dan struktur sosial komunitas untuk menciptakan modal sosial. Modal sosial harus tumbuh sebagai relasi kesadaran kelas.Relasi kesadaran kelas ini harusnya menempatkan penderita gizi buruk yang tidak memiliki relasi kelas sebagai masalah utama dalam masalah gizi.
Dalam hal ini relasi kesadaran kelas ini harus tumbuh sebagai pengentasan masalah gizi, pertama, menyadari karakteristik paling fundamental dari sosialisme bahwa komitmennya terhadap penciptaan masyarakat yang egalitarian. Kita menyadari bahwa kita tidak tahu sampai seberapa jauh ketimpangan itu akan bisa dilenyapkan atau dengan cara-cara apa perubahan itu bisa diwujudkan, namun tak ada penganut sosialis yang mendukung ketimpangan dalam kemakmuran dan kekuasaan.
Kedua, kemungkinan untuk menciptakan perubahan-perubahan yang signifikan melalui perantara manusia yang sadar. Tetapi, beberapa penafsir Marxis lebih menekankan determinasi ekonomi dengan sedemikian kuatnya sehingga keyakinan akan peranan manusia dalam menciptakan perubahan kadangkala tak muda untuk kita temui. Akan tetapi sikap kepasrahan yang pasif adalah hal yang asing bagi kaum sosialis. (Newman, 2006).
Relevansi kesadaran kelas ini bagi petugas kesehatan sebagaimana asumsi Gramsci, “Semua manusia mempunyai potensi untuk menjadi kaum intelektual, sesuai dengan kecerdasan yang dimiliki, dan dalam cara menggunakannya. Tetapi tidak semua orang adalah intelektual dalam fungsi sosial”. Atau Peran Intelektual dalam pandangan Edward W Said.Said menempatkan bahwa seorang intelektual haruslah mereka yang terlibat langsung dalam soal-soal kemasyarakatan.