Ini merupakan intervensi yang ditujukan kepada anak dalam 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dan berkontribusi pada 30% penurunan stunting. Kerangka kegiatan intervensi gizi spesifik umumnya dilakukan pada sektor kesehatan. Intervensi ini juga bersifat jangka pendek dimana hasilnya dapat dicatat dalam waktu relatif pendek. Kegiatan yang idealnya dilakukan untuk melaksanakan Intervensi Gizi Spesifik dapat dibagi menjadi beberapa intervensi utama yang dimulai dari masa kehamilan ibu hingga melahirkan balita. (Sekretariat Wakil Presiden, 2017).
Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, menggambarkan intervensi gizi spesifik menyasar penyebab stunting yang meliputi: 1) Kecukupan asupan makanan dan gizi; 2) Pemberian makan, perawatan dan pola asuh; dan 3) Pengobatan infeksi/penyakit. Terdapat tiga kelompok intervensi gizi spesifik: 1) Intervensi prioritas, yaitu intervensi yang diidentifikasi memiliki dampak paling besar pada pencegahan stunting dan ditujukan untuk menjangkau semua sasaran prioritas. 2) Intervensi pendukung, yaitu intervensi yang berdampak pada masalah gizi dan kesehatan lain yang terkait stunting dan diprioritaskan setelah intervensi prioritas dilakukan. 3) Intervensi prioritas sesuai kondisi tertentu, yaitu intervensi yang diperlukan sesuai dengan kondisi tertentu, termasuk saat darurat bencana (program gizi darurat). (Sekretariat Wakil Presiden, 2018).
Sementara gambaran program di tingkat lapangan untuk Intervensi Gizi Spesifik Percepatan Pencegahan Stunting meliputi Kelompok 1000 HPK dan Kelompok Sasaran Usia Lain. Kelompok 1000 HPK meliputi Ibu Hamil, Ibu Menyusui, dan Balita Usia 0-23 Bulan. Kelompok Sasaran Usia Lain meliputi Remaja Putri, Wanita Usia Subur dan Balita Usia 24-59 Bulan.
Ibu Hamil dengan intervensi prioritas seperti pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dari kelompok miskin atau kondisi Kurang Energi Kronik (KEK), dan suplementasi tablet tambah darah. Sedangkan intervensi pendukung seperti Suplementasi kalsium dan pemeriksaan kehamilan. Ibu Menyusui dengan intervensi meliputi promosi dan konseling menyusui serta konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA).
Balita Usia 0-23 Bulan dan Usia 24-59 Bulan hampir memiliki intervensi yang sama diantaranya; tata laksana gizi buruk, pemberian makanan tambahan pemulihan bagi anak kurus, pemantauan dan promosi pertumbuhan sebagai intervensi prioritas. Sedangkan intervensi pendukung untuk balita meliputi suplementasi kapsul vitamin A, suplementasi taburia, imunisasi, suplementasi zinc untuk pengobatan diare, manajemen terpadu balita sakit (MTBS). Remaja Putri memiliki intervensi prioritas adalah suplementasi tablet tambah darah.
Semua intervensi ini tentu berkaitan sebagai program untuk pencegahan dalam penurunan angka stunting. Sedangkan target indikator utama dalam intervensi penurunan stunting terintegrasi adalah: prevalensi stunting pada anak baduta dan balita, persentase bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita, prevalensi wasting (kurus) anak balita, persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif, prevalensi anemia pada ibu hamil dan remaja putri, prevalensi kecacingan pada anak balita, dan prevalensi diare pada anak baduta dan balita.
Melalui Surveilans Gizi
Beberapa program intervensi spesifik yang digambarkan itu dilakukan melalui surveilans gizi. Juknis Surveilans Gizi dari Kemenkes (2018) menempatkan definisi surveilans gizi adalah pengamatan secara terus menerus, tepat waktu dan teratur terhadap keadaan gizi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya untuk tindakan segera, perumusan kebijakan, perencanaan program serta monitoring dan evaluasi program gizi masyarakat.
Hal yang sama didefinisikan dalam Permenkes Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi, Surveilans Gizi adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus terhadap masalah gizi masyarakat dan indikator pembinaan gizi.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2019 Tentang Pelaksanaan Teknis Surveilans Gizi membagi menjadi Indikator Masalah dan Indikator Kinerja (Kemenkes, 2019). Indikator masalah gizi adalah indikator yang digunakan untuk menilai besaran masalah gizi yang terjadi di satu wilayah.
Indikator masalah gizi terdiri atas: Persentase balita berat badan kurang (underweight), Persentase balita pendek (stunting), Persentase balita gizi kurang (wasting), Persentase remaja putri anemia, Persentase ibu hamil anemia, Persentase ibu hamil risiko Kurang Energi Kronik (KEK), dan Persentase Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (berat badan kurang dari 2500 gram).