Revolusi terjadi dengan praksis (refleksi dan tindakan) bukan dengan verbalisme atau aktivisme seperti yang sudah dibahas pada bab sebelumnya. Refleksi dan tindakan terjadi beriringan dan bersamaan dengan analisis kritis yang mampu melihat realitas tepat atau tidaknya suatu Tindakan itu dilakukan sekarang atau di waktu mendatang, mungkin atau tidaknya suatu kegiatan dilaksanakan sehingga tau jawaban ditunda atau diganti kah kegiatan tersebut.
Dalam proses revolusi, kaum tertindas harus menyadari apa itu dikotomi dan kudeta yang tidak ditolerin sama seklai oleh dialog. Legitimasi revolusi terletak pada dialog.Â
Revolusi dilaksanakan dengan bersama-sama antara pempimpin dan rakyat dalam solidaritas yang tidak tergoyahkan bukan oleh pemimpin untuk rakyat atau sebaliknya. Tujuan dari revolusi adalah agar manusia bertindak, berefeleksi pada perkara-perkara realitas yang harus diubah.
Dalam dialogika, para pemimpin revolusi berpikir bersama rakyat bukan tanpa rakyat atau untuk rakyat. Berbanding terbalik dengan antidialogika yang tidak mau berpikir bersama rakyat bahkan tidak mengijinkan rakyat untuk berpikir sendiri.
Berikut analisis teori-teori tindakan yang antidialogis:
- Penaklukan
Penaklukan ini merupakan watak antidialogis. Penaklukan dalam hal ini artinya memaksakan kehendak, menjadikan kaum yang ditaklukan itu menjadi milik si penakluk, merampas perkataan dan merampas kehadiran manusia baik secara ekonomi maupun secara kebudayaan.
- Pecah dan Kuasai
Setelah kaum tertindas ditaklukkan, penindas akan memecah belah dan menguasai melalui birokrasi maupun aksi kebudayaan yang memanipulasi untuk tujuan hegemoni mereka.
- Manipulasi
Dengan manipulasi, kaum elit  berusaha meyakinkan kaum tertindas pada apa yang mereka sampaikan untuk setuju pada pemikiran dan tujuan mereka.
- Serangan Budaya
Serangan budaya merupakan ciri-ciri  terakhir dari teori antidialogis. Kaum elit menyusup masuk dalam kelompok kebudayaan tanpa melihat potensi budaya yang ada dalam kelompok tersebut, kaum elit memaksakan pandangan mereka, mengendalikan pemikiran masyarakat. Pada akhirnya, yang dilayani oleh kelompok kebudayaan ini adalah nilai-nilai, pola hidup dan keputusan kaum elit.
Setelah teori-teori antidialogis, di bawah ini merupakan analisis unsur-unsur pembentuk dialogis:
- Kerjasama
Dalam unsur Kerjasama ini, bersama-sama melalui dialog, menamai dunia lalu mengubah dunia. Tidak ada slogan dan penjinakan, yang ada hanyalah tindakan mengarahkan pelaku-pelaku dialog untuk memusatkan perhatian pada realitas, melihat ada masalah apa dan menantang mereka bersama-sama untuk menemukan jawaban dari permasalahan.
- Persatuan untuk Pembebasan
Agar persatuan untuk pembebasan ini tercapai, kaum tertindas harus sadar dan menyadari bahwa mereka sedang dtindas oleh mitos-mitos dari si penindas. Metode untuk mewujudkan persatuan ini tergantung pada pengalaman Sejarah kaum tertindas  dan eksistensial mereka pada struktur sosial.
- Organisasi
Yang dimaksud organisasi disini adalah proses yang mendidik, ada tekad, konsistensi kata dengan tindakan, keberanian mencintai dan kepercayaan bersama (antara pemimpin dan rakyat) untuk memikirkan kebebasan sejati.
- Sintesa Kebudayaan
Unsur terakhir ini artinya cara bertindak berani menghadapi kebudayaan, menjaga struktur yang membentuk dan mengatasi kontradiksi antagonistis untuk mencapai pembebasan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H