Alhamdulillah, setelah hampir lima tahun lebih saya tidak berziarah ke Makam Waliyullah Raden Maulana 'Ainul Yaqin, kemarin (23/8/2022) berkesempatan menyempatkan diri sowan ke pesarean Sunan Giri Gresik.
Saya ke sana bersama teman. Sebut saja mas Malik - bukan nama samaran -. Awalnya kita tidak membuat janji bertemu. Saya sendiri sudah berangkat dari Tulungagung menuju Surabaya pada pagi harinya untuk mengurus beberapa berkas keperluan saya. Pas berangkat saya sempat untuk menghubungi mas Malik yang punya rumah di Surabaya, siapa tahu kita bisa bertemu. Hingga saya sampai, ternyata chat saya juga belum terbalaskan.Â
Siang hari, setelah urusan berkas - berkas selesai, sambil menunggu jadwal kereta perpulangan, mas Malik baru membalas pesan Whatsapp saya.Â
Kita bernegosiasi jadi atau tidaknya untuk bertemu. Negosiasi sedikit alot karena mas Malik sendiri sedang tidak berada di Surabaya, melainkan di Mojosari Mojokerto dengan jarak kurang lebih sejam dari Surabaya. Akhirnya deal, mas Malik bersedia menghampiri saya di Surabaya. Sehingga saya membatalkan pesanan tiket kereta untuk pulang setelah maghrib itu.
Seolah para Auliya' memanggil kita untuk berkunjung ke ndalem mereka. Mas Malik menanyakan soal mau kemana kita setelah ini. Karena saya memang ada keinginan untuk berziarah ke Waliyullah Sunan Ampel atau guru Sunan Ampel, saya jawab pertanyaan mas Malik dengan menyarankan ke Ampel. Wajah antusias juga dari mas Malik, sepertinya ia juga punya niat yang sama untuk berziarah ke makam - makam Auliya'. Seolah seperti momen yang pas untuk sowan ke pesarean Wali-Waliyullah.
Sayangnya. Kita memikirkan lagi "jalan jalan tikus" yang bisa jadi alternatif lewat. Karena saya sendiri tidak membawa helm. Sambil menunggu dan menghubungi pinjaman helm, kita menyempatkan untuk rehat sejenak di warkop tak jauh dari lokasi kita bertemu. Maghrib berkumandang. Kita pun bergegas mencari masjid.Â
Adanya ternyata hanya mushola pom bensin. Setelah sholat, keluarga mas Malik mengkonfirmasi adanya helm di rumahnya. Walaupun yang ada helm penurunan ketampanan -helm bogo tanpa teropong dan kaca-. Tak apa yang terpenting tetap bisa berkeliling kota.Â
Mas Malik mengajakku berhenti sebentar untuk makan malam. Kita berhenti masih di dekat Pasar Pakis di depan warung penjual lontong gule. Ini pertama kalinya saya melihat dan menjajal makanan khas Surabaya Lontong Gule. Menjadi khas Surabaya karena saya belum pernah menjumpai di daerah Matraman. Makanan Lontong Gule ini unik.Â
Lontong diiris iris, diguyur sayur gule dengan daging sapi dan dicampur juga kacang hijau. Bagi lidah saya saat pertama kali mencicipinya masih sama rasa sayur gulenya, memang rempah tidak terlalu kuatbagi lidah saya. Sudah cukup terasa gulainya.Â
Tapi Kacang hijau yang menjadi campuran, saat saya memakannya, rasa yang terbayang seperti saya makan bubur kacang hijau yang disajikan dengan santan dan rasa manis. Jadinya dalam setiap suapan, ekspektasi otak saya masih ke bubur kacang hijau, tapi di lidah rasa kuah gulai yang ada. Memang terkadang ekspektasi tidak sesuai dengan realita apa yang kita rasakan. ehh.
Seusai menyantap sepiring lontong gule, sekitar pukul 20.00 WIB kita melanjutkan perjalanan. Mas Malik menawari opsi ziarah ke makam Kanjeng Sunan Giri sekalian. Saya langsung menjawab secara reflek "kenek (boleh) gass.." Akhirnya kita memutuskan beralih jalur ke Kebomas, Gresik. Apalagi di sana juga masih banyak teman. Sekalian jika beruntung saya dapat bersilaturahmi dengan yang lain. Kita tancap gas dari Surabaya ke Gresik melewati jalur Perak yang kita tahu merupakan jalur truk - truk kontainer.
Saya yang tak tahu jalan dibonceng mas Malik yang sering melewati jalan itu. benar saja, saking sudah tahunya jalan, mas Malik dengan kecepatan alap-alap sambil meliuk-liuk di jalanan Banyu Urip menuju Perak sebelum masuk ke Kabupaten Gresik. Sesampainya di kawasan Perak, mas Malik menunjukan skillnya dalam meliuk-liuk wash wish wushhh melewati truk-truk kontainer. Sudah lihai dan semakin di depan. Tapi juga tetap bikin mak deg mak tratap (deg deg an dan terkejut-kejut)
Sesampainya di Kebomas, sebelum ziarah ke Makam Sunan Giri, saya dan mas Malik berkunjung ke rumah Mas Icol yang sangat dekat dengan pesarean Sunan Giri. Mas Icol juga merupakan teman sekarib, senasib, sejoli saya dan Mas Malik. Akhirnya kita bertiga berbincang agak lama melepas rindu kenang dan kabar. "wes mangan tah durung? pengen mangan opo?" beberapa kalimat dari mas Icol. Sontak jika saya ditanya pengen makan apa, saya langsung menjawab makanan khas di daerah itu atau makanan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya.Â
Mas Icol pun menawari Nasi Krawu makanan khas Gresik itu. Sayangnya pada malam hari tidak ada yang menjualnya. Kata Mas Icol pun Nasi Krawu enak disantap di pagi hari. Tak apa, perbincangan kita lanjutkan dengan sebungkus pentol dan se-cup jus buah sachetan. Rasa kantuk sudah mulai saya rasakan dengan tanda sering-sering menguap. Akhirnya saya dan mas Malik memutuskan untuk menginap di rumah mas Icol.
Sebelum mengistirahatkan badan, saya dan mas Malik melaksanakan agenda utama yakni sowan ke pesarean Sunan Giri. Inilah moment - moment yang saya tunggu. Setelah sekian lama tidak pernah ke Makam Auliya' Sunan Giri, akhirnya pada malam ini bisa sampai lagi juga. Ingatan tentang tempat makam Sunan Giri terbuka kembali.
Pastinya dalam keyakinan saya, berziarah ke makam - makam Waliyullah salah satunya Sunan Giri untuk ngalap barokah, menjadi wasilah ingat kepada Allah SWT dan Nabi-Nya. Bahwa kita bukan siapa siapa di mata Allah dan Nabi Muhammad jika kita tidak mencari jalan dengan berkunjung, ziarah, mengenalkan diri kita kepada para pewaris Nabi dan Kekasih Allah. Karena sesungguhnya para ulama dan kekasih Allah yang wafat nanti akan menjadi DPR di akhirat kelak.
Saya dan mas Malik menyempatkan diri untuk berwudhu serta sholat isya' terlebih dahulu sebelum naik ke bukit pesarean Sunan Giri. Sekitar pukul 23.00 WIB kita mulai menuju makam. Tidak berbeda jauh susana dan area makam dengan yang ada di ingatan saya. Sesampainya di lokasi, kita mencopot sepatu, mengambil buku tahlil yasiin, duduk bersila dan mulai dengan mengucapkan salam kepada waliyullah Syekh 'Ainul Yaqin dan para ahli kubur kemudian mulai membaca rangkain tahlil. Setelah merasa cukup, kita kembali turun ke bawah sambil berfoto-foto. Berhubung sudah malam dan terserang kantuk berat kita kembali ke rumah mas Icol untuk menginap semalam.Â
Mas Icol dan keluarga juga sangat baik sekali menyambut kita di rumahnya. Pagi hari setelah bangun dan sholat subuh sudah terhidang secangkir teh hangat, roti, dan gorengan. Tidak cuma itu, kita juga sarapan sekalian disitu. Berhubung santai,saya memutuskan pulang pada siang harinya.
Saya pamit pulang sekitar pukul 11.00. Dan mas Icol membawakan bekal nasi Krawu khas Gresik. Istimewa sekali. Kurang lebih perjalanan hanya setengah jam dari Kebomas ke Stasiun Wonokromo. Tentunya dibonceng lagi dengan kecepatan alap-alap ala mas Malik melewati jalan semalam. Sampailah kita di Stasiun Wonokromo sekitar pukul 12.00 WIB. Saya membeli tiket, sholat dan persiapan keberangkatan untuk pulang ke Tulungagung. Tepat pukul 12.30 kereta mulai melaju. Ketika di Stasiun Kertosono transit agak lama, disitulah saya menyantap bekal nasi krawu yang dibawakan mas Icol tadi.
Perlu paragraf tersendiri untuk mengulas nasi khas ini. Karena rasanya unik dan menarik. Nasi krawu khas Gresik ini berisi nasi pulen dengan suwiran daging sapi dan babat dibumbui pedas warna coklat. Ditambah lagi lauk sambal goreng tempe, serundeng dan sambal petis. Rasa rempah yang pas, gurih, asin, dan pedas tentunya. Alhamdulillah mak nyus rasanya. Saya olah dari berbagai sumber, nasi krawu berasal dari bahasa jawa "krawukan" karena memakannya langsung pakai tangan. Konon nasi ini dibawa oleh orang-orang Madura yang sampai sekarang masih banyak berjualan di daerah Gresik.
Memakan nasi krawu menjadi sesi terakhir perjalanan ke Surabaya dan Gresik kemarin. Saya melanjutkan lagi dengan KA Dhoho sambil ngobrol dengan beberapa penumpang lain dan mulai mencicil tulisan ini. Terima kasih untuk mas Malik yang baik sekali juga sudah mengajak saya berkeliling Surabaya hingga Gresik tentu juga traktiran Lontong Gule nya. Mas Icol dan keluarga sebagai hotel penginapan saya. Sukses lancar selalu kita semua. See u on next trip.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H