Dwi pun menambah semarak pengetahuan kami dengan berbagi cappucino house-blend Ranin untuk dideskripsikan rasanya.
Setengah jam, satu cappucino, satu ekstrak Arabika murni dan beratus kata kemudian-- kamipun jadi berdiskusi tentang teknik penyeduhan dua tahap, pengaruh suhu terhadap pelepasan rasa kopi, alasan mengapa rasa kopi instan berbeda dengan kopi specialty yang digiling di tempat, hingga perbedaan rasa varietas-varietas kopi di Indonesia. Semuanya dilakukan sambil menyaksikan tangan-tangan terampil Septian dan Dwi bekerja.
Didirikan di negara penghasil kopi terbesar ke-empat dunia, Rumah Kopi Ranin menyediakan berbagai varietas kopi lokal dan teh. Dari kopi Robusta dan Arabika Cibulao yang asli Bogor hingga kopi Wamena yang beraroma serai. Totalnya ada sekitar 12 kopi single origin dan 4 jenis teh yang disediakan.
Namun, karena belum terbiasa dengan kopi tubruk yang sebenarnya diklaim mampu mengeluarkan citarasa kopi terkompleks dibanding teknik pengekstrakan lainnya-- kami pun meminta kopi yang tidak terlalu kuat dan bercitarasa manis. Septian menyarankan kami memesan Caramel Latte-- salah satu es kopi favoritnya. Sambil menyajikan minuman tersebut, ia juga menjelaskan bahwa rasa sirup pendamping latte tidaklah dipilih sembarangan, melainkan dari rasa yang ada di dalam kopi itu sendiri, semisal hazelnut dan karamel.
Dengan baiknya pula Septian meminta kami mencicip Piccolo house blend Ranin kesukaannya. Piccolo sendiri merujuk pada campuran susu dan ristretto, yaitu kopi yang diekstrak dengan waktu yang lebih singkat dibanding espresso. Teknik ini akan memaksimalkan pengekstrakan flavor multidimensional kopi tanpa membawa terlalu banyak rasa pahitnya. Septian mengklaim bahwa Piccolo house-blend Ranin yang diseduhnya akan memiliki rasa khas wafer coklat yang lezat, tanpa gula sekalipun!
"Jangan tambah gula dulu. Coba deh dicicip mumpunganget. Nanti kalau dingin, rasanya beda lagi. Soalnya tiap kopi itu, beda suhu, beda juga pelepasan flavor-nya." papar Septian.
"Aromanya ada kayak rendangnya gitu kan? Gurih," Jelas Septian.
Dua jam kemudian, dengan otak yang ter-upgrade di bidang perkopian, lidah yang termanjakan dan lembar pengalaman yang sudah tertulis dengan tinta kebahagiaan- kami pulang setelah mengantongi satu janji.