Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ujian Hidup

12 September 2024   11:18 Diperbarui: 12 September 2024   11:21 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: koleksi pribadi

Hampir setiap enam bulan sekali, anak saya menjalani ujian kenaikan tingkat olahraga karate. Dalam ujian tersebut para peserta ujian harus mendemonstrasikan beberapa gerakan wajib dan menjalankan perintah gerakan yang diminta oleh penguji. Para penguji punya parameter tertentu untuk meluluskan dan atau tidak meluluskan para peserta ujian karate.  

Pengalaman saya menunjukkan dari beberapa kali ujian kenaikan tingkat anak saya berhasil lulus dan naik satu tingkat lebih tinggi dengan ditandai warna sabuk yang digunakan menjadi berbeda dari sebelumnya. Dua minggu sebelum ujian, para karateka yang akan mengikuti ujian kenaikan tingkat biasanya akan diberikan perhatian khusus, dilatih, dimonitor oleh pelatihnya sehingga benar-benar hapal dan menguasai gerakan yang akan diujikan. Hal ini merupakan kunci kesuksesan lolosnya peserta ujian.

Pun hal yang sama juga terjadi pada anak-anak sekolah dari tingkat SD sampai perguruan tinggi. Mereka akan menjalani ujian pada waktu tengah semester, akhir semester, ujian kenaikan tingkat, dan ujian kelulusan. Ujian ini dimaknai untuk mengkalibrasi apakah pembelajaran yang dijalani dan diterima oleh para siswa sudah sesuai dengan standard yang diharapkan. Tanpa ujian rasanya susah untuk mengukur seberapa efektif materi pembelajaran berhasil dikuasai oleh siswa.

Dalam olahraga ada ujian kenaikan tingkat. Dunia pendidikan juga menerapkan sistem ujian dalam pelaksanaan pengajarannya. Dalam dunia kerja dan pemerintahan juga dikenal fit & proper test bagi seseorang yang akan menduduki suatu posisi baik di perusahaan ataupun menjadi pejabat publik.

Begitu juga manusia dalam hidupnya selalu akan menghadapi ujian hingga akhir hayatanya. Jangankan manusia biasa, para nabipun menghadapi ujian yang demikian berat dari Illahi Robbi. Kurang disayang apa para nabi oleh Allah SWT dibandingkan dengan manusia biasa, toh mereka tetap diberikan ujian yang tidak ringan.

Simaklah hadits berikut ini:

Dari Mush'ab bin Sa'id -seorang tabi'in dari ayahnya, ia berkata,

"Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?" Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab,

"Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam keadaan bersih dari dosa." [HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no. 4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185)]

Sesungguhnya manusia tidak akan luput dari ujian. Ada dua tipe ujian yaitu berupa keburukan dan kebaikan. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al Anbiya ayat 35:

"Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan."

Ujian Keburukan

Manusia akan mengalami pasang surutnya kehidupan. Bisa jadi saat berada di bawah, kita akan mengalami sulitnya hidup. Kesusahan makan, hutang dimana-mana, kelaparan, tidak ada teman datang membantu. Seringkali pula kita mendapat ujian berupa penyakit yang begitu menyiksa, baik dari segi fisik, psikis dan menghabiskan banyak biaya untuk pengobatannya hingga tidak ada yang tersisa.

Kondisi seperti ini bisa dikatakan manusia sedang menghadapi ujian keburukan. Seorang manusia akan dengan mudah mengetahui dan menyadari ketika ujian keburukan datang, dibandingkan ujian kebaikan. Karena manusia biasanya lebih sensitif dan auto mengeluh ketika ditimpa kesengsaraan dibandingkan kebahagiaan.

Nah boleh dikatakan saat manusia ditimpa ujian keburukan, dia butuh pegangan untuk bersandar. Sebagai orang beriman pasti yang diingat pertama adalah Allah SWT, karena Dia lah yang memberikan ujian dan Dia pulalah yang memberikan jalan keluar. Normalnya saat mendapat kesusahan, kita akan mendekatkan sedekat-dekatnya dengan Allah SWT.  Mendadak frekuensi dan jumlah ibadah akan meningkat, bahkan sholat jamaah dimasjid akan dilakukan tanpa pernah terlambat oleh manusia yang tertimpa kesusahan. Sholat tahajud, sholat Dhuha, dzikir, tadarus sebagai bentuk usaha mendekatkan diri pada Allah SWT akan lebih banyak dilakukan, tiada waktu tanpa mengingat Allah SWT.

Manusia yang sabar sembari mendekatkan diri kepada Allah SWT akan bisa melalui ujian keburukan. Namun bagi yang tidak sabar, bisa jadi mereka tidak akan lulus ujian tersebut, baik dengan mengakhiri hidup, menggadaikan keimanan, bahkan mempersekutukan Tuhannya. Padahal Allah SWT telah memberikan kunci  bagaimana menghadapi ujian tersebut yaitu dengan kesabaran sesuai firman-Nya,

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 155).

Ujian Kebaikan

Menurut saya ujian yang paling tidak kentara dan berat justru ujian kebaikan. Bayangkan seorang manusia lagi berada dalam titik terbaiknya secara duniawi, sehat, kaya raya, status sosial tinggi, pekerjaan dan penghasilan sangat bagus, maka hal ini akan lebih tampak dan dimaknai sebagai berkah alih-alih ujian.

Kesuksesan, kemakmuran, kebahagiaan justru seringkali melenakan kita dari mengingat Allah SWT, bahkan membuat jarak yang lebar. Beda halnya saat kita ditimpa keburukan, hampir tiap saat tidak pernah lupa kita mengingat Allah SWT.

Dahulu saat susah, sebelum adzan berkumandang kita sudah berada di masjid. Sekarang saat sudah sukses dan menjadi orang penting dengan agenda kerja yang sangat padat, dari satu rapat ke rapat lainnya, sampai waktu sholat hampir habis kita baru ingat kalau belum sholat. Hal ini masih mending, bahkan banyak juga yang sudah lupa akan sholat ketika hidupnya berlimpah dengan kesuksesan.

Allah SWT juga berfirman,

"Adapun manusia apabila Rabb-nya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, dia akan berkata, 'Rabb-ku telah memuliakanku.' Adapun apabila Rabb-nya mengujinya lalu membatasi rezekinya, dia berkata, 'Rabb-ku menghinakanku.' Sekali-kali tidak (demikian)." (QS al-Fajr: 15---17)

Jadi manusia saat diberikan kesenangan akan beranggapan bahwa Tuhannya sedang memuliakannya. Padahal sebenarnya hal itu adalah sebuah ujian seperti dinyatakan dalam Surat Al Anbiya ayat 35. Kondisi inilah yang menerangkan banyaknya kegagalan manusia ketika mendapat ujian kebaikan atau kesenangan dibandingkan saat menghadapi ujian keburukan.

Dalam menghadapi ujian kebaikan, manusia harus mengedepankan rasa syukur, sehingga menyadari jika nikmat dan kesenangan yang diterimanya semata-mata adalah titipan Allah SWT. Melalui rasa syukur manusia akan terus mengingat Allah SWT dengan segala nikmat dan kebaikannya. Rasa syukur menghindarkan seorang manusia dari kesombongan dan tetap mendekatnya pada Allah SWT ketika ujian kebaikan datang menghampirinya. Ini adalah kunci menhadapi ujian kebaikan.

MRR, Jkt-12/09/2024

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun