Suatu saat putri saya mengajak seorang kawan dekatnya (sebut saja Adi) berenang bersama. Suasana sore mendekati senja bagi kedua anak sekolah dasar ini memang enak untuk bermain air di kolam renang. Namun keceriaan putri saya menjadi hilang ketika datang seorang anak lagi yang ternyata teman les dari Adi.
Kehadiran temannya membuat Adi bermain dengannya dan putri saya merasa ditinggalkan. Ya namanya anak-anak kadang kala mereka tidak bisa langsung bergaul dengan orang baru. Kondisi ini membuat putri saya kecewa dan marah pada Adi. Untung kecewa dan marahnya anak-anak itu tidak sampai ke hati, hanya sesaat dan mudah mengatasinya. Cukup dibelikan makanan kesukaan sudah ceria lagi, melupakan rasa kecewa dan marahnya.
Seorang anak SD saja bisa merasakan dan mempunyai rasa marah, akibat kekecewaan pada suatu hal yang mengganggunya, apalagi orang dewasa. Marah dan kecewanya orang dewasa terkadang masuk sampai hati, meninggalkan luka dan dendam yang terkadang diwariskan sampai anak cucu. Bagi orang bijak, rasa marahnya akan disalurkan untuk berkarya lebih baik, membuktikan bahwa dirinya tidak pantas untuk dikecewakan.
Akan tetapi tidak semua orang dapat bersikap bijak ketika sedang marah. Emosi dan tidak bisa mengontrol diri adalah perilaku umum yang ditunjukkan orang ketika sedang marah. Ada pula orang yang marah tetapi ekspresinya datar dan diam saja, tapi aksi balasannya sangat sadis. Ada pula orang yang sangat reaktif ketika marah, cepat marah tapi segera padam.
Rasulullah sendiri tidak melarang orang untuk marah, yang penting bisa mengontrol rasa tersebut. Rasulullah bersabda: "Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur." (HR. Ahmad, Abu Daud)
Marah adalah sesuatu yang manusiawi. Seorang nabi saja pernah marah, meskipun marahnya tentu tidak sama dengan umatnya. Namun demikian konsekuensi atas rasa marah itulah yang harus diatur, agar tidak sampai menimpulkan kerusakan dan keburukan baik buat kita maupun orang lain. Sebagai contoh, silahkan dibayangkan marahnya seorang suami pada istrinya atau sebaliknya, akan menyebabkan maghligai rumah tangga mereka.
Bisa dibayangkan kemarahan seorang suami atau istri berdampak pada bubarnya rumah tangga, apalagi kemarahan seorang presiden atau kepala negara. Seorang presiden yang marah pada negara tetangganya bisa mengobarkan perang antara kedua negara dan mengakibatkan jatuhnya ribuan korban jiwa dan menyeret negara-negara lain dalam konflik Kawasan.
Semakin tinggi posisi dan jabatan seseorang maka kemampuan mengatur rasa marahnya harus semakin mumpuni dan bijak mengingat efek samping yang semakin dahsyat linier dengan posisinya. Maka menjadi penting bagaimana kita menerapkan manajemen kemarahan yang baik. Hal ini sesuai dengan hadits nabi:
"Orang kuat bukanlah orang yang menang bergulat, tetapi yang disebut orang kuat adalah orang yang bisa mengendalikan dirinya pada saat marah," (HR Bukhari dan Muslim).
Dan sebelum kemarahan terjadi, maka ada baiknya kita menjadi pribadi yang tidak mudah marah. Hal ini sesuai dengan wasiat Rasullullah SAW dalam hadits berikut: