Nun jauh di kota Purbalingga, Jawa Tengah, ada sebuah toko roti yang sangat terkenal. Toko roti "SELERA", itulah namanya yang sudah berdiri sejak saya masih kecil hingga saat ini. Dahulu membeli roti di toko tersebut adalah kemewahan tersendiri, mengingat roti pada saat itu merupakan kebutuhan tersier, beda dengan jaman sekarang.
Anak bungsu saya, akhirnya juga menjadi pelanggan setia Toko Roti Selera setiap mudik ke Purbalingga. Ada satu jenis kue bolu yang menjadi kesukaannya dan hanya ada di toko tersebut. Walhasil dari orang tua hingga anak berhasil tergugah seleranya untuk menjadi pelanggan Toko Roti Selera.
Nah bicara tentang selera, mungkin memang si pemilik toko sudah memikirkan matang-matang mengapa sejak dahulu menggunakan nama "selera" sebagai brand toko rotinya. Mungkin dia ingin menggugah selera orang-orang di daerah tersebut untuk mencoba kenikmatan dari roti-roti yang dibuatnya. Bukankah kalau sudah tergugah seleranya, orang bersedia membelanjakan uang untuk membeli roti-roti guna memenuhi selera rasa dan perutnya?
Iseng-iseng mencari makna kata"selera" ternyata di KBBI didefinisikan sebagai:
- n nafsu makan: hidangan itu membangkitkan --nya; air -- air liur (tanda adanya nafsu makan); buruk -- [1] rakus [2] tamak
- n nafsu (kemauan untuk berbuat sesuatu); keinginan: sekalian itu menambah -- untuk maju
- n kesukaan; kegemaran: akhirnya semua itu tergantung pada -- masing-masing
Ternyata selera itu mencerminkan nafsu, keinginan, kesukaan, kegemaran, keinginan yang keberadaannya tergantung pada masing-masing individu. Tiap orang bisa jadi memiliki selera yang berbeda-beda, tapi tak menutup kemungkinan beberapa orang memiliki selera yang sama atas suatu hal.
Melihat definisi selera, dan bagaimana kaitannya dengan kesukaan seseorang, maka menambah pemahaman dan penghargaan saya pada orang lain yang memiliki selera berbeda. Toh berbeda selera bukan berarti selera dia salah dan saya benar kan? Kecuali jika selera yang kita punyai bertentangan dengan norma dan hukum, itu baru masalah.
Orang (termasuk saya) sering mengkritik jika ganti pemerintahan, ganti menteri, maka akan ganti kebijakan. Contohnya pergantian Menteri Pendidikan, hal ini biasanya akan mengubah cara penentuan metode kelulusan siswa, penerimaan siswa baru, aturan zonasi, sertifikasi guru dan lain-lain. Dulu saya akan teriak, ngapain tiap ganti menteri ganti kebijakan, seolah Menteri baru ingin dikenang dengan meninggalkan warisan yang berbeda dari pendahulunya, padahal kebijakannya tidak lebih baik dari sang pendahulu.
Sekarang saya memahami pergantian pejabat yang diiringi dengan perubahan kebijakan adalah karena adanya selera yang berbeda, antara pejabat lama dan baru. Toh selama ini tidak ada larangan dan aturan yang dilanggar jika pejabat baru mengambil kebijakan dan menetapkan aturan yang berbeda dengan pendahulunya. Lagi-lagi kita tidak bisa menghakimi dan menghukumi selera seseorang.
Kalau rakyat menginginkan agar kebijakan tidak berubah walaupun terjadi pergantian pejabat, maka hal tersebut harus dituangkan dalam peraturan perundangan tertulis yang kuat dan terang benderang. Namun jika selera penguasa dan wakil rakyat sudah tidak sejalan dengan peraturan perundangan, maka jangan pula kita heran jika peraturan perundangan bisa diubah mengikuti selera penguasa dan wakil rakyat. Selama prosesnya tidak melanggar hukum maka hal itu sah, tidak perlu diperdebatkan.
Soal negara saja saya mahfum bagimana pengelolaannya akan mengikuti selera yang berkuasa apalagi cuma soal perusahaan. Ganti direksi perusahaan biasanya akan diikuti oleh perubahan struktur organisasi perusahaan, dimana ini soal selera direksi yang berkuasa. Toh menurut direksi baru, perubahan ini diperlukan untuk menjadikan perusahaan lebih berdaya saing, dinamis, dan ujung-ujungnya labanya akan meningkat. Dan lagi-lagi soal selera ini tidak ada aturan yang mengikat dan dilanggar.
Jadi mulai sekarang, penting bagi kita memahami apa itu selera. Pemahaman terhadap selera minimal akan membuat kita lebih ikhlas, tidak berprasangka buruk dan tepo seliro. Yakinlah jika selera manusia itu akan baik-baik saja selama tidak ada norma dan hukum yang dilanggar. Jadi santai saja menghadapi perbedaan selera.
Selera bisa saja berubah seiring perkembangan jaman dan berjalannya waktu. Namun ada satu selera yang harus tetap saya pertahankan dan itu tidak akan ada orang yang menyamai. Apa itu? Selera saya tentang wanita yang menjadi istri dan ibu anak-anak saya. Selera saya Insya Allah tidak berubah kok, tetep dia. Saya akan terancam bahaya kalau selera yang satu ini berubah, bisa perang dunia ketiga lho.
MRR, Jkt-10/07/2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H