Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kolaborasi BUMN dan BUMDes Membangun Desa

13 September 2023   13:24 Diperbarui: 13 September 2023   14:06 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menarik sekali ketika membaca UU Nmor 6 TAHUN 2014 tentang Desa terutama Bab X yang mengatur tentang Badan Usaha Milik Desa. Berdasarkan Ketentuan dalam undang-undang tersebut, Badan Usaha Milik Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa.

Hadirnya Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) seperti mengejahwantahkan pengelolaan korporasi dengan semangat Pancasila. Hal ini secara tegas diamanatkan dalam UU tentang Desa  pasal 87 ayat 2 dimana disebutkan BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.  Lantas apakah dengan semangat seperti itu BUMDes tidak boleh mengutamakan keuntungan?

Tentu namanya badan usaha harus mempunyai untung, jangan mencari kerugian. Kalau BUMDes rugi, bagaimana bisa memberikan kesejahteraan bagi masyarakat desa. Lantas apakah semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan dalam pengelolaan BUMDes melupakan profesionalisme? BUMDes tentu saja harus dikelola secara professional guna memastikan roda usahanya berjalan dengan lancer, namun dalam interaksi dan pengelolaan sehari-hari prinsip kekeluargaan dan kegotongroyongan menjadi nafasnya.

Kehadiran BUMDes dan anak usahanya diharapkan bisa menjadi solusi pengelolaan potensi kekayaan alam, pariwisata, kerajinan, perdagangan, perikanan, pertanian, dan peternakan bagi warga lokal desa. Bukankah selama ini banyak para petani mengeluh tidak bisa menjual hasil panennya karena harga yang rendah dan susahnya akses pasar.

Sering pula kita melihat hasil perikanan yang berlimpah namun tidak menemukan pasarnya di luar sana sehingga hasil budidaya ikan tidak terserap dengan baik. Pernah juga kita temui para pengrajin di masa-masa tertentu sepi pembeli dan tidak tahu harus menyalurkan kemana produk-produk kerajinannya.

Banyak sekali keunggulan dan potensi dari desa yang di kemudian hari akan menjadi masalah karena terbatasnya akses ke pasar ke luar, permodalan, dan pengelolaan yang buruk. Semestinya BUMDes bisa hadir untuk mengatasi permasalahan-permasalahan perekonomian di desanya masing-masing dengan suatu pendekatan baru yang lebih pas disesuikan dengan potensi yang ada.

BUMN pesaing BUMDes?

Pada beberapa hal terlihat bahwa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bersaing dan bersinggungan dengan BUMDes  dalam menjalankan bisnisnya. Sebagai contoh tentang kredit mikro yang sekarang banyak disalurkan oleh Bank-Bank BUMN kepada para pedagang pasar dan pelaku UMKM.

Para nasabah dari segmen mikro ini banyak yang secara historis adalah nasabah dari koperasi simpan pinjam (KSP) yang dimiliki BUMDes. Namun kemudahan, rendahnya bunga, dan kuatnya permodalan Bank BUMN menjadikan nasabah berpaling dari koperasi simpan pinjam.  Tentu timbul persaingan terbuka dan pada ujungnya kita tahu KSP milik BUMDes akan kalah dan gulung tikar.

Sepertinya sangat tidak elok membayangkan dua jenis badan usaha yang saling memakan dan meniadakan satu sama lain. BUMN dengan kekuatan besar dan jangkauan luas janganlah menjadi pesaing apalagi musuh dari BUMDes. Apalagi kedua-duanya sebenarnya adalah milik rakyat yang secara filosofi dibuat untuk sama-sama mensejahterakan rakyat.

BUMN menjadi Orang Tua Asuh BUMDes

Perlu adanya kolaborasi yang yang sama-sama menguntungkan antara BUMDes dengan BUMN jika kita ingin melihat masyarakat desa yang sejahtera.Tidak lantas dibiarkan persaingan terbuka antara keduanya yang justru tidak menambah manfaat apapun untuk masyarakat banyak.

BUMN dengan kekuatan modal dan akses pasarnya yang sudah menasional bahkan mendunia tidak pantas bersaing dengan BUMDes, namun lebih baik menjadi orang tua asuh bagi BUMDes. Setidaknya ada permodalan, pendampingan pengelolaan, standby buyer dan pembuka akses pasar adalah hal yang bisa ditawarkan oleh BUMN.

Permodalan bisa menjadi pintu masuk BUMN untuk bekerjasama dengan BUMDes. Semakin kuat modalnya, BUMDes bisa semakin leluasa memainkan peranannya dalam perekonomian di masyarakat desa.

Pendampingan pengelolaan yang baik juga bisa ditularkan oleh BUMN. Banyak tenaga profesional dari BUMN yang bisa mendampingi para pengurus BUMDEs untuk menjalankan organisasi dengan efektif dan efisien serta inovatif. Para profesional BUMN ini tentu sudah malang melintang dan punya pengalaman yang lebih luas dari para pengurus BUMDes yang kebanyakan warga desa yeng lebih berkutat dengan permasalahan desanya.

Standby Buyer dan pembuka akses pasar menjadi peranan terpenting dari BUMN terhadap hasil-hasil produksi masyarakat desa yang ditampung oleh BUMDes. Kesulitan warga desa untuk memasarkan hasil kerajinan, pertanian, perikanan, peternakan dan lainnya dikarenakan kurangnya akses ke pasar, baik dari warga sendiri maupun BUMDes. BUMN tentu lebih punya akses pasar yang lebih luas daripada BUMDes, dan ini harus dimanfaatkan betul.

Demikian juga produk-produk BUMN, dapat dipasarkan oleh BUMDes hingga pengguna terakhir atau last miles. Misalnya PT POS Indonesia, PT Telkom, DAMRI bisa menjadikan BUMDes sebagai agen atau pengelola bisnis di desa masing-masing

Ada PT Perusahaan Perdagangan Indonesia, PT Perikanan Indonesia, BULOG, dan lainnya yang masih bisa menyerap hasil produksi masyarakat desa serta memasarkannya ke seantero Indonesia. Ada bank Mandiri, BRI, BNI yang bisa memberikan akses permodalan pada BUMDes. Mengapa tidak berkolaborasi menjadi orang tua asuh?

Kita tahu, jika masyarakat desa bisa lancar berproduksi, entah dari kerajinan, pertanian, perikanan, peternakan, atau bahkan kuliner dan pariwisata, maka mereka butuh pasar yang akan menyerapnya. BUMDes sebagai pengepul hasil produksi tersebut perlu membuka pasar yang luas dengan harga bagus, dan perlu berkolaborasi dengan BUMN sebagai bapak asuhnya. Bila ini terjadi, maka barang produksi dari desa terus mengalir, pemasaran terkendali dan lancar, masyarakat desa sejahtera, urbanisasi rendah. Orang akan memilih tinggal di desa namun pendapatan kota, bukankah ini kesejahteraan sesungguhnya dari amanat konstitusi?

MRR, Jkt -- 13/09/2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun