Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ingatlah Dia

23 November 2022   16:41 Diperbarui: 23 November 2022   16:44 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Getaran itu sangat terasa di lt 10, tempat kami bekerja. Badan terasa bergoyang seperti berdiri di daun talas yang mengapung di atas air. Seketika kami menyadari bahwa sedang terjadi gempa. Tanpa di komando kami yang sedang berkumpul di ruangan meeting berhamburan keluar ruangan dan mencari tempat yang aman untuk berlindung.

Saya hampiri teman kerja yang sedang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Lirih terdengar dia sedang mengucapkan takbir "Allahu Akbar" sambil menatap ke depan. Berdua kami pun masuk ke ruangannya dan berdiri di samping tiang yang dianggap sebagai struktur bangunan terkuat di gedung dengan sebelas lantai tempat kami bekerja. Pandangan kami menatap ke sisi luar gedung dari jendela kaca dimana terlihat jelad jika gedung tempat kami berdiri betul-betul bergoyang. Sembari tetap mengucap asma Allah, kami saling berbicara dan sepakat bahwa gempa kali ini durasinya lebih lama daripada yang pernah kami alami di gedung yang sama.

Rasa-rasanya hampir semua orang di lt 10 mendadak kompak menyebut dan mengagungkan Tuhan. Kepasrahan apabila hal yang terburuk terjadi sudah kami tekadkan meskipun dengan rasa kuatir dan takut. Bagi saya pribadi saat-saat seperti itu sangat mengingatkan akan kematian yang kapan pun siap menjemput. Tidak ada jaminan struktur bangunan sanggup menahan gempa dalam durasi yang lama, pun tidak ada jaminan kami akan selamat jika gedung runtuh.

Gempa bumi yang terjadi Senin, 21 November 2022 lalu mengombang-ambingkan  perasaan kami yang mengalaminya di lt 10. Dalam kengerian, kekhawatiran, ketakutan, tidak lain dan tidak bukan kami menjadi teringat Gusti Allah, berulang kal menyebut nama dan memohon perlindunganNya. Tak ada lagi kesombongan dan ketakaburan di hati kami. Biasanya kami yang cuek jika orang berbicara kematian ternyata menjadi nyiut nyalinya.
Ketika getaran gempa berakhir, seluruh penghuni gedung dievakuasi menuju titik kumpul. Alhamdulillah tidak ada korban dalam kejadian tersebut. Beberapa saat setelah tidak ada lagi gempa susulan, barulah kami diijinkan memasuki gedung dan kembali bekerja. Sesaat kemudian barulah kami tahu jika pusat gempa terletak di Cianjur yang mengakibatkan ratusan orang meninggal dan ribuan rumah rusak.

Satu hal yang saya ingat, dalam keadaan khawatir dan takut menjadikan seorang manusia mencari pegangan, perlindungan. Gempa bumi yang terjadi tersebut  menjadikan banyak orang takut dan berfikir jika ajal mereka telah dekat. Apa yang dilakukan? Mereka berbondong-bondong menyebut nama Tuhan terlepas mereka rajin dan rutin beribadah ataupun tidak. Tidak ada orang yang siap dengan kematian, yang ada adalah orang harus mempersiapkan bekal kematian.
Pun demikian para korban gempa bumi di Cianjur. Tidak ada yang menyangka malaikat maut menghampiri dan mengambil ratusan nyawa warga Cianjur. Sebuah duka mendalam yang dirasakan oleh sanak saudaranya. Mereka kehilangan orang-orang tercinta dan juga harta bendanya.

Asma Allah muncul ketika manusia dilanda kebimbangan, keterombang-ambingan, kekhawatiran dan ketakutan, bagaimana ketika dalam keadaan bahagia dan normal adanya? Seringkali nama Tuhan menghilang ketika kita manusia dalam keadaan bahagia, berkecukupan, dan tak kekurangan.  Apakah Tuhan harus mengingatkan hambanya terlebih dahulu agar mengingatNya? Tak cukupkah bencana alam memberikan pelajaran agar setiap saat manusia tak sedetikpun melupakan sang Pencipta, mengingat kematian bisa datang seketika.

Banyak hikmah dari sebuah bencana yang menimpa manusia. Gempa bumi yang menelan ratusan korban jiwa membukakan jiwa gotong royong kita untuk membantu para korban yang terdampak. Dalam hubungannya dengan hablumminnas ini sangat terasa. Demikian pula dalam hablumminallah, menjadikan kita untuk selalu mengingat Allah dan mematuhinya. Pada akhirnya manusia diberi akal untuk berfikir dan bertindak, serta memilih pada sisi mana dia berada.

Firman Allah dalam surat Ar-Ra'd ayat 28:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.

MRR, Tbk-Btm-23/11/2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun