Setiap memasuki bulan November, lagu "November Rain" milik Guns and Roses yang begitu tenar di jamannya selalu terngiang-ngiang di telinga. November seringkali menjadi pertanda musim hujan sedang melanda. Mendapatkan cuaca yang cerah dan matahari bersinar sepanjang hari adalah sesuatu yang begitu diharapkan.
Setelah bulan-bulan sebelumnya dilanda kemarau dan udara panas, bulan November akan menjadi oase yang membawa kesejukan. Bukan hanya bagi manusia, namun pendingin ruangan (AC) juga tidak akan bekerja terlalu berat seperti biasanya, mengingat udara luar sudah cukup sejuk. Kalau di musim kemarau, temperatur disetel pada 23 masih terasa panas, namun saat musim hujan akan terasa lebih dingin.
Beberapa orang akan menyambut gembira hadirnya kesejukan ketika November dan hujannya mulai rajin menyirami bumi. Meskipun tentu saja ada pola hidup yang mungkin harus mereka rubah pula, seperti membawa payung, jas hujan ketika berangkat kerja, strategi menjemur pakaian, dan banyak hal lainnya.
Sebagian lain yang tinggal di daerah langganan banjir mulai bersiap mengantisipasi datangnya air bah yang tiba-tiba. Ada yang meninggikan lantai rumahnya, tak sedikit pula yang memindahkan barang-barangnya ke lantai atas. Bagi mereka yang tidak kuasa untuk tinggal diluar zona banjir, berdamai dengan banjir adalah solusi terbaik. Kehidupan harus tetap mereka jalani dengan seminimal mungkin terpengaruh dampak banjir.
Kerusakan Lingkungan
Berita tentang bencana banjir bandang, longsor semakin banyak seiring intensitas hujan yang turun. Beberapa waktu lalu daerah Batu, Malang terkena bencana banjir yang membawa muatan tanah, lumpur, air, pohon dan material lainnya. Air bah ini menghanyutkan rumah, kendaraan, dan merenggut korban jiwa.
Mengapa di daerah yang terletak di ketinggian nan sejuk bisa ada banjir? Biasanya banjir menimpa daerah yang rendah, cekungan, bukan daerah di ketinggian. Namun berulangkali kejadian banjir memilih tempatnya sendiri.
Sudah bisa dipastikan banjir tidak bisa dianggap hanya sebagai akibat dari turunnya air hujan yang begitu deras. Namun perlu ditelisik lebih lanjut seberapa besar kerusakan lingkungan yang terjadi akibat ulah manusia.
Perubahan lahan di sisi hulu, hutan, menjadi kebun sayuran, penebangan pohon-pohon sehingga menyisakan hutan yang gundul merupakan masalah mendasar datangnya bencana alam banjir dan longsor. Saat dahulu lingkungan masih terjaga, tidak pernah kita dengar bencana alam banjir seperti terjadi di Batu Malang, beberapa hari lalu.
Banjir adalah salah satu respon lingkungan terhadap kerusakan lingkungan yang dibuat oleh manusia. Apakah manusia tidak menyadarinya? Saya sangat yakin hampir semua orang tahu bahwa lingkungan seperti hutan, bukit, gunung yang rusak akan membahayakan kehidupan manusia.Pembiaran akan hal ini seperti memegang bom waktu yang kapan saja bisa meledak.
Lemahnya Penegakan Aturan
Laju deforestasi Indonesia bisa mencapai ratusan ribu hektar per tahun, jumlah yang sangat luas dibandingkan ukuran rumah saya yang cuma 90 m2. Banyak orang tahu dari pejabat yang berwenang maupun masyarakat umum mengenai terjadinya penggundulan hutan, begitu pula akan halnya alih fungsi lahan.
Banyak daerah yang tadinya merupakan lahan hijau diam-diam berubah menjadi perumahan. Rawa-rawa ditimbun berubah menjadi real estate, mall dan pusat kegiatan modern. Rawa yang dahulu berfungsi sebagai penampung air hujan menjadi hilang. Air hujan yang biasanya tertahan di rawa menjadi tidak ada tampungannya. Jadi jangan heran jika perumahan yang berdiri di atas rawa kerap kali terkena banjir.
Apakah tidak ada aturan mengenai pelestarian alam sehingga bisa mencegah terjadinya bencana? Segudang peraturan  sudah ada, tiap kegiatan dipersyaratkan UKL/UPL atau AMDAL nya. Namun demikian seberapa efektif peraturan-peraturan tersebut dijalankan?
Bukankah seringkali kita lihat di bukit-bukit yang menjadi daerah resapan air berubah menjadi villa-villa mewah. Hutan yang lebat berubah menjadi kebun-kebun sayur, lengkap dengan resort dan penginapan. Pun demikian para pemegang kuasa berdalih bahwa hal tersebut sudah sesuai aturan, tata kelola lingkungan.
Saya tidak paham bagaimana banyak hal-hal mencolok mata terjadi di hadapan kita. Penggundulan hutan, alih fungsi lahan, betonisasi terjadi dimana-mana. Mungkin sudah menjadi keumuman bagi banyak orang, termasuk juga para pemegang autoritas. Semuanya dibolehkan, dibenarkan dan seolah-olah telah sesuai hukum dan aturan.
Logika berpikirnya, kalau penegakan aturan tentang lingkungan berjalan baik, insya Allah tidak muncul banjir bandang, tanah longsor, dan lainnya akibat air hujan. Karena aturan  dibuat untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia dengan standar lingkungan minimum, maka seberapa besar penegakan aturan telah dilakukan di tengah munculnya banyak bencana menjadi relevan untuk dipertanyakan.
Alam menjadi hakim yang adil atas tingkah laku manusia atas lingkungan. Â Apa yang kita tanam, itulah yang akan dipanen. Munculnya bencana hampir sebagian akibat kerusakan yang dibuat oleh manusia sendiri.Â
Di sisi yang lain manusia tidak mengindahkan aturan yang juga dibuatnya sendiri. Semoga manusia tidak menjadi makhluk perusak seperti anggapan malaikat yang tampak dalam Al Baqarah ayat 30:
"Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi".Â
Mereka berkata, "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
MRR, Bks-07/11/2021