Mungkin salah seorang dari kita juga pernah menjadi bumper untuk kepentingan orang lain yang perlu kita lindungi atau selamatkan. Rasanya tentu sangat tidak mengenakkan pada saat pertama kali berperan sebagai bumper bagi orang lain.Â
Hal ini terasa wajar mengingat fungsi bumper untuk perlindungan awal, jadi dia harus siap menerima serangan, hujatan, kritikan untuk sesuatu yang sebenarnya tidak dilakukannya.Â
Manusia bumper ini "seolah-olah" bertanggung jawab atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya, mengingat sesunggahnya yang berbuat adalah bos, atasan, suami, istri, saudara, teman, atau siapapun orang yang dilindunginya.
Seringkali seorang bumper harus mengerjakan sesuatu untuk kepentingan "Atasan" seperti membuat makalah, tulisan, bernegosiasi, menculik, menyerang, bermusyawarah atau tugas-tugas khusus lainnya. Saat tugas ini berhasil, maka yang akan mendapat kredit, pujian dari banyak orang adalah si Atasan.Â
Si Bumper menjadi orang dibalik keberhasilan si "Atasan". Namun ketika dalam tugas atau misi terjadi kegagalan, maka si Bumper akan maju ke depan mati-matian membela "Atasan".Â
Bahkan terkadang si Bumper pasang badan bahwa si "Atasan" tidak ada sangkut pautnya dengan kejadian, kegagalan tugas atau misi. Si Bumper akan menunjuk dan mengatakan pada orang-orang bahwa dirinyalah (si Bumper) yang bertanggung jawab penuh atas semua kegagalan tugas atau misi.
Menjadi seorang Bumper haruslah tidak boleh baperan, sabar, terkadang tebal muka, serta ikhlas. Seorang Bumper haruslah menyadari ada kepentingan dan manfaat yang lebih besar bagi orang banyak dari seorang yang diindunginya.Â
Dengan memegang kredo mengutamakan kemaslahatan yang lebih banyak, seorang Bumper akan tulus ikhlas menjalankan perannya. Seorang Bumper seringkali menjadi martir yang tak terlihat, tak terdeteksi oleh banyak orang hingga sekian lama kemudian.
MRR, Bks-01/02/2021