Ketika hal ini terjadi kita akan mengutuk si pedagang, dan tidak akan berbelanja lagi di tempatnya. Kalaupun terpaksa berbelanja lagi ke si pedagang tersebut, maka kita akan menjadi lebih teliti dan hati-hati sebelum memutuskan membeli.
Hari ini para calon pemimpin dipaksa oleh sistem untuk menjadi pedagang yang harus memenuhi selera pasar. Seringkali mereka memasang topeng pada muka mereka dan menjadi pribadi yang lain dengan menjelma sebagai pedagang.Â
Pada saat mereka berhasil menjadi pemimpin tetapi belum berhasil memuaskan seluruh rakyat yang dipimpinnya bahkan dianggap gagal, maka tidak fair kalau dikatakan mereka tidak amanah. Kalau dikatakan mereka gagal menjalankan tugas bagi saya itu terasa lebih fair.
Menurut saya jabatan kekuasaan saat ini konteksnya bukan suatu amanah, namun "barang dagangan" yang diperebutkan oleh banyak orang. Hanya pedagang terbaik yang memperoleh penjualan terbesar (suara pemilih) yang kemudian berhak atas kekuasaaan tersebut. Jadi proses demokrasi kekuasaan yang berlangsung tak lebih dari suatu proses perdagangan.
Mengapa kekuasaan saat ini bukan suatu amanah? Menurut saya karena dua hal. Pertama, amanah tidak untuk diperebutkan. Kalau amanah diperebutkan, maka mau tidak mau semua orang yang berebut akan menjadi "pedagang", dan rakyat akan menjadi konsumen.Â
Terkecuali si calon pemimpin tidak perlu menjadi pedagang, namun cukup menjadi dirinya dan menunjukkan track record yang dipunyainya, akan tetapi apakah itu mungkin?
Kedua, amanah diberikan. Karena bukan untuk diperebutkan, maka amanah adalah diberikan pada orang yang paling berhak mengembannya. Rakyat yang memberikan mandat pada seseorang yang dianggap paling memenuhi untuk menjalankan amanah tersebut.
Bagi saya musyawarah untuk mufakat adalah salah satu sistem yang sangat pas untuk mendapatkan orang terbaik yang akan menjalankan amanah.Â
Musyawarah mufakat pula yang bisa mengembalikan hakikat bahwa kekuasaan adalah amanah, bukan barang dagangan dalam suatu sistem perdagangan bebas. Musyawarah untuk mufakat akan mengembalikan keagungan amanah sebagai hal yang tidak diperebutkan namun diberikan.
Kiranya dapat kita renungkan firman Allah SWT tentang amanah dalam Surat Al Ahzab ayat 72 "Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh."
MRR, Jkt-29/07/2020