Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kesalehan Sosial, Modal Pembangunan yang Terlupakan

17 Juni 2020   13:18 Diperbarui: 18 Juni 2020   03:12 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak orang yang merasa bahwa dengan mengurusi dirinya sendiri saja sudah cukup untuk menyelamatkan hidupnya kelak di akhirat. Sehingga banyak kita temui orang-orang dengan keilmuan yang dianggap tinggi malah menepi ke pinggiran, ke tempat-tempat kesunyian menghindari hiruk pikuk dunia. Seringkali kita menjulukinya mereka sebagai kaum sufi, pertapa, dll.

Ketakutan terhadap dunia menyebabkan mereka meninggalkan interaksi dengan manusia, pekerjaan bahkan keluarga.

Dengan meninggalkan keduniaan maka interaksi dengan Tuhan dianggap tidak ada yang mengganggu dan menghalangi. Mereka bisa leluasa dalam beribadah tanpa khawatir atas godaan dan gangguan dunia.

Namun apakah kemudian kehidupan seperti itu yang dianjurkan untuk dijalankan?

Kehidupan yang mungkin penuh dengan kesalehan namun hanya berguna bagi diri sendiri, atau kesalehan individualistik. Tidak peduli dengan orang lain.

Menurut mereka, orang lain mau melakukan apapun terserah saja, bebas, selama tidak mengganggu ketaatan kita pada Tuhan.

Barangkali kesalehan individual ini yang bisa menjelaskan fenomena dimana negeri Indonesia yang katanya penuh dengan orang-orang baik, orang alim, taat beribadah namun perilaku korupsi, maksiat masih banyak terjadi dan jumlahnya tidak pernah berkurang. Banyak dari kita menganggap dengan menjadi saleh secara pribadi itu sudah cukup.

Biarlah orang lain berbuat jahat, berperilaku korup, melegalkan maksiat asalkan kita masih bisa beribadah dan taat pada Tuhan maka tidak perlu kita urusin, begitu kira-kira pandangan kaum saleh individualistik.

Bahkan sekedar mengingatkan pada orang lain akan perbuatan tidak baik yang mereka jalankan pun tidak berani, atau mendoakan agar kembali ke jalan yang lurus juga tidak.

Kalau memang kesalehan individualistik ini baik, maka seharusnya nabi yang pertama kali akan menjalankannya. Nyatanya para nabi dan sahabat-sahabatnya, para ulama, tidak pernah bersikap individualistik dan mencari kesalehan untuk diri sendiri. 

Mereka selalu berinteraksi dengan manusia-manusia lainnya, menyebarkan risalah kenabian dan ilmu yang dipunyai pada orang lain. Karena fitrah manusia itu adalah makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan orang lain. 

Ilmu dan kebaikan tidak mungkin hanya ditelan sendiri, namun harus disebarkan dan ditularkan pada orang lain sehingga kesalehan akan menyebar dan membentuk masyarakat yang diidam-idamkan, yang penuh kesalehan.

Oleh karenanya kesalehan seharusnya bersifat sosial bukan individual. Semua orang semestinya mengembangkan kesalehan sosial dalam kehidupan mereka.

Kesalehan sosial merupakan bentuk ketaatan ibadah seseorang pada Tuhannya yang melibatkan aksi dan perilaku terhadap manusia lain, masyarakat, bangsa dan negara. Karena sejatinya ajaran agama, kebaikan harus bisa menjadi manfaat bagi segenap alam semesta atau rahmatan lil 'alamin.

Kesalehan sosial menjadi sebuah kunci bagaimana merubah kondisi bangsa ini menjadi lebih baik. Karena kesalehan sosial bersifat partisipatoris dalam kehidupan bermasyarakat, maka ciri utamanya harus dikenali. 

Tentu untuk mempunyai kesalehan sosial maka dasar utamanya adalah seorang manusia harus saleh dalam artian taat dan sungguh-sunguh dalam menjalankan ibadah dan ajaran agama. 

Dengan modal kesalehan pribadi tersebut, maka selanjutnya akan menjadi kesalehan sosial apabila kita bisa menjalankan dua ciri utama dari kesalehan sosial yaitu bermanfaat bagi manusia lainnya dan menjaga silaturahmi.

Bermanfaat bagi manusia lainnya

Orang dengan kesalehan sosial pasti dia tidak individualistik. Hidupnya tidak sekedar memikirkan dirinya sendiri namun juga keluarga, orang lain, masyarakat bangsa dan negara. 

Kemanfaatan bagi orang lain adalah yang diutamakan, bukan dirinya sendiri. Kalau urusan lapar dia yang akan pertama menanggung, jika kenyang maka dia menjadi orang terakhir yang merasakannya setelah lainnya sudah kenyang.

Orang yang memegang prinsip bermanfaat bagi manusia lainnya tidak akan sempat bergunjing, menyakiti orang lain, mempersulit urusan orang dan lain sebagainya. 

Mereka sadar umur dan tindakannya di dunia akan dimintai pertanggungjawaban kelak di akhirat. Jadi setiap menit waktu yang digunakan harus mengandung kemanfaatan. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR. Thabrani dan Daruquthni).

Menjaga Silaturahmi

Ciri kedua dari kesalehan sosial adalah menjaga silaturahmi. Bagaimana mungkin orang bisa bermanfaat bagi orang lain jika hubungan dengan orang lain buruk? Jikalau hubungan dengan orang lain buruk, jangankan mendengarkan apa yang kita sampaikan, bertatap muka ataupun bertemu saja orang sudah malas.

Maka agar ilmu kita, perbuatan kita bisa dirasakan oleh orang lain maka perlu bagi kita menjaga silaturahmi, kenal dengan orang lain.

Orang yang kenal dengan banyak orang, selalu menjaga silaturahmi, akan lebih mudah mempengaruhi orang, menasehati, mengajak kepada kebaikan dan kebenaran. 

Bayangkan jika seorang nabi atau ulama itu orang yang sombong, tidak ramah atau suka bermusuhan dengan orang lain. Tentu tidak ada seorangpun yang akan mendengarkan dan mengikuti ajaran mereka.

Maka menjadi penting bagi seorang manusia menjalin dan menjaga silaturahmi dengan sesamanya. Silaturahmi akan menghilangkan salah paham, permusuhan dan mempererat kerjasama juga persaudaraan. 

Bangsa ini akan maju ketika semua komponennya bisa bahu membahu, saling mengingatkan, dan bergotong royong menjalankan pembangunan secara menyeluruh di segala aspek. Hal itu butuh persatuan, persaudaraan yang pondasi dasarnya adalah silaturahmi.

Ingatlah pentingnya silaturahmi agar kita bisa menghadirkan kesalehan sosial yang bermanfaat bagi segenap manusia.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Siapa yang suka dilapangkan rizkinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah dia menyambung silaturrahmi." (HR. Bukhari dan Muslim)

MRR, Bks-17/06/2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun