Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Lebaran Tanpa Baju (Baru)

24 Mei 2020   21:31 Diperbarui: 24 Mei 2020   21:41 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalau lebaran Idul Fitri 1441 H kali ini terasa beda tentu hal ini dialami oleh semua orang di seluruh dunia. Mungkin bisa jadi menjadi bagian dari normal baru (new normal) yang begitu banyak orang bicarakan.

Biasanya lebaran dilaksanakan dengan meriah, ribuan orang berduyun-duyun melaksanakan solat Ied di alun-alun atau tanah lapang. Namun kali ini justru umat muslim dihimbau oleh ulama, organisasi keagamaan, pemerintah agar melakukan solat Ied di rumah. Virus Corona menjadi alasan himbauan tersebut.

Pun demikian ada juga masyarakat yang menjalankan solat Ied secara berjamaah di tanah lapang atau masjid, tentu dengan menerapkan protokol Covid-19. Tidak perlu diperdebatkan, toh solat Ied sudah lewat. Lingkungan saya kebetulan juga menyelenggarakan solat Ied di kavling kosong. Panitia menerapkan protokol Covid-19 yang ketat.

Hanya warga cluster yang diperbolehkan ikut dan harus menggunakan masker. Apabila tidak menggunakan masker, panitia menyediakan, gratis. Suhu tubuh jamaah solat diperiksa, apabila lebih dari 37C diminta balik kanan. Panitia juga mengumumkan tidak boleh ada acara salam-salaman selepas solat.

Namun hari ini saya tidak bisa bergabung dengan warga cluster untuk solat Ied berjamaah padahal ingin juga sebenarnya. Kebetulan saya bangun kesiangan, sehingga solat Subuh pun sudah jam 6 lewat 10 menit WIB saat matahari sudah muncul. Setelah selesai solat Subuh (yang telat) bersama istri, saya langsung mengajak solat Ied istri di rumah saja, nanggung kalau harus keluar toh sudah masuk waktunya. 

Sekaligus pengalaman pertama kali solat Ied di rumah berdua dengan istri dalam benak saya. Coba kalau tidak ada pandemi Covid-19, tentu kami tidak punya alasan pembenar menjalankan solat Ied di rumah.

Situasi saat ini menyadarkan saya bahwa kadang-kadang kita lebih perhatian terhadap hal-hal yang sunnah tapi seringkali abai terhadap yang wajib. Mungkin sudah hampir dua bulan saya tidak sholat Jumat yang wajib dijalankan. Sebagai gantinya maka saya melaksanakan solat Dhuhur. Itupun lama kelamaan saya menjadi terbiasa. Namun ketika berbicara solat Ied rasanya kok beda, kalau tidak menjalankannya kayaknya sangat kehilangan, rugi, kadarnya lebih tinggi dari sholat Jumat, padahal hukum sholat Ied adalah Sunnah.

Mungkin karena solat Ied (Idul Fitri) adalah setahun sekali dan dijalankan setelah sebulan sebelumnya umat muslim berpuasa maka aura dan pelaksanaannya selalu meriah. Bahkan banyak orang yang tidak pernah solat lima waktu dalam sehari, namun  ketika solat Ied mereka datang dengan pakaian terbaik (baru) untuk melaksanakan solat Ied. 

Alhamdulillah, meskipun hanya setahun sekali, mereka masih ingat solat. Akan tetapi saya tidak tahu ketika solat Ied tidak lagi diselenggarakan secara jamaah di masjid, lapangan maupun alun-alun namun di rumah masing-masing apakah mereka punya kesempatan menjalankannya? Kalau tidak maka virus Covid-19 lah yg sudah merenggut hak mereka untuk solat setahun sekali.

Lebaran kali ini pun kami tidak merayakan di kampung dan baru pertama kalinya dalam hidup menikmatinya di perantauan. Baju baru dan kue-kue lebaran juga tidak sempat tersedia, benar-benar seadanya dan layaknya hari biasa yang jauh dari kata mewah. Tanpa salam-salaman, silaturahmi tatap muka, namun dengan video call kami berkomunikasi dengan orang tua, sanak saudara dan kawan-kawan untuk bermaaf-maafan.

Memang hari ini saya berlebaran tanpa baju baru, tanpa kemewahan yang terkadang berlebih. Akan tetapi saya berlebaran dengan paradigma baru, bahwa kemenangan bisa dirayakan dengan kegembiraan dan kesederhanaan. Cuma kebetulan saya bukan penganut normal baru, karena pada dasarnya setiap hari manusia harus berubah menjadi lebih baik tidak hanya gegara corona.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun