Pada kenyataannya PGN mempunyai hak untuk mengajukan kenaikan harga dengan formula sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri ESDM No. 58 tahun 2017 yang telah diubah melalui Peraturan Menteri ESDM No. 14 tahun 2019. Namun demikian pemerintah belum mengabulkan usulan penyesuaian harga gas yang diajukan PGN. Hal ini tentu mempengaruhi penilaian investor dimana regulator tidak konsisten dengan penerapan  peraturan yang dibuat oleh mereka sendiri.
Hari ini kemudian regulator terlihat akan memaksakan penurunan harga gas industri kepada PGN. Meskipun hanya terdapat tujuh sektor industi yang berhak mendapatkan harga gas khusus, yaitu industri pupuk, industri petrokimia, industri oleochemical, industri baja, industri keramik, industri kaca, dan industri sarung tangan karet, namun dalam perjalanannya bisa diprediksi industri lainnya juga akan meminta perlakuan yang sama. Apakah kementerian ESDM juga sudah memikirkan hal ini?
Potential Loss Saham PGN
Mengutip PP No. 6 Tahun 2018, diketahui bahwa saham PGN seri B yang dikuasai negara melalui PT Pertamina adalah sebanyak 13.809.038.755 (tiga belas miliar delapan ratus sembilan juta tiga puluh delapan ribu tujuh ratus lima puluh lima) lembar. Jika melihat rata-rata harga PGAS setahun terakhir adalah Rp. 2.091,- sementara sekarang (hari ini) diperdagangkan di kisaran Rp. 1.550,- maka terdapat kerugian sebsar Rp. 541,- per lembar saham. Adapun jika diakumulasikan dengan jumlah saham seri B milik negara di PGN  maka potential loss yang dialami negara sebesar  + 7,47 triliun rupiah.
Akibat gonjang ganjing harga gas industri menjadi 6 USD per MMBTU dan ketidakpastian usaha bagi investor, maka negara mengalami kerugian sebesar 7,47 triliun rupiah dari penurunan nilai saham PGN yang terjadi saat ini. Siapa yang kemudian harus dan berani bertanggung jawab atas kerugian tersebut? Kementerian Perindustrian? Kementerian ESDM?
Hal ini juga menggambarkan bagaimana niat baik pemerintah untuk menarik investasi sebanyak-banyaknya dari luar ternodai dengan adanya isu penurunan gas bumi. Penurunan gas bumi dengan skema yang tidak jelas dan tidak diumumkan dengan terang benderang ke khalayak umum menyebabkan kepastian investasi menjadi terganggu. Bagaimana mungkin investor asing percaya iklim investasi di Indonesia membaik jika investasi eksisting saja terganggu akibat campur tangan terlalu dalam pemerintah terhadap sebuah badan usaha.
Saat ini yang perlu dilakukan PGN dalam menyikapi penurunan harga gas industri adalah meyakinkan pada semua pihak bahwa PGN telah begitu efisien dalam menjalankan bisnisnya dibandingkan dengan industri-industri yang sejenis atau BUMN lainnya. Lebih lanjut pemerintah diharapkan segera memberikan skema yang masuk akal dan adil, serta ditetapkan dalam suatu aturan tertulis, peraturan hukum yang berlaku.Â
Suatu saat peraturan atau ketetapan pemerintah keluar, maka sebagai badan usaha PGN harus tunduk dan patuh menjalankannya meskipun akan berakibat pada kerugian dan bangkrutnya PGN. Sejarah akan punya caranya sendiri untuk menghukumi siapa yang bertanggung jawab ketika hal itu terjadi.
MRR, Jkt-10/02/2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H