Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pas, Tidak Kurang Tidak Lebih

6 Januari 2020   11:14 Diperbarui: 6 Januari 2020   11:20 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teman saya dulu pernah berkata "saya gak ingin jadi orang kaya yang banyak duit, rumah, tanah, kendaraan dan bentuk harta benda lainnya. Saya cuma ingin menjadi orang yang pas-pasan saja. Jadi kalau pengin beli mobil pas ada duitnya, kalau ingin rumah baru pas ada yang kasih hadiah. Lebih enak begini daripada kelebihan materi, malah gak bisa tidur".

Ungkapan "pas" atau tidak lebih tidak kurang sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Ungkapan pas ini menggambarkan kecukupan takaran dalam pelbagai sisi kehidupan manusia, bisa materi, keadaan, keimanan, kepercayaan, dan lain-lainnya. Keadaan pas ini banyak sekali diidam-idamkan oleh banyak orang.

Tahun 2019 kemarin musim kemaraunya lebih lama daripada sebelumnya. Banyak daerah mengalami kekeringan, sehingga penduduk harus berjalan ribuan meter untuk mendapatkan air dari sumbernya. Banyak pula yang pasrah di rumahnya sembari menunggu bantuan air bersih datang ke desa mereka. Hingga akhir bulan November hujan masih malu-malu untuk turun ke bumi, hanya sekali dua kali saja sekedar menghapus debu yang sudah terlalu banyak.

Hingga akhirnya di pertengahan Desember 2019 hujan sudah mulai intens turun ke bumi hingga mencapai puncaknya saat akhir bulan atau peralihan tahun dari 2019 ke 2020. 

Saat hujan turun begitu derasnya, air begitu melimpah dari tadinya yang sepanjang tahun 2019 begitu kekurangan. Namun air yang begitu melimpah ini tidak ada tampungannya sehingga malah menimbulkan banjir yang juga mengakibatkan korban jiwa. Jabodetabek menderita banjir parah, menyebabkan puluhan ribu orang terdampak, serta korban jiwa puluhan orang.

Waktu musim kemarau air begitu kurang, tanaman mati, dan masyarakat merindukan datangnya hujan. Saat musim hujan datang, air melimpah dan mengakibatkan banjir sehingga masyarakat malah kesulitan air bersih, air PAM mati, listrik tidak nyala. 

Kondisi ini bisa dikatakan "tidak pas", karena air yang tersedia jumlahnya sangat banyak melebihi dari yang dibutuhkan. Coba bayangkan kalau air hujan yang turun secukupnya alias pas, maka rakyat mendapat supply air yang cukup, pepohonan bisa hidup kembali, sementara daratan tidak mengalami kebanjiran.

Dari kejadian banjir kita beranjak ke jagad maya di mana musibah banjir ini menjadi trending topic di mana-mana. Namun sayangnya yang muncul di jagad maya bukan empati terhadap korban banjir, namun lebih banyak saling menyalahkan para pejabat yang sedang berkuasa. Banyak hujatan bahkan makian tertuju ke Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta sekarang. 

Para pendukung Anies tidak tinggal diam, mereka juga balas menyerang dan membawa-bawa nama Ahok, Djarot, Jokowi, para gubernur DKI sebelum Anies. Tak lupa Ridwan Kamil selaku Gubernur Jawa Barat diseret-seret dalam kasus banjir Jabodetabek mengingat Bogor sebagai sumber aliran air ke Jabodetabek merupakan bagian dari Jawa Barat.

Mengajukan kritik dan masukan boleh-boleh saja, namun saling tuding dan menyalahkan pada saat terjadi musibah banjir ini menunjukkan ada perilaku yang kurang "pas". Semestinya kita bahu-membahu dalam mengatasi setiap persoalan dan musibah yang terjadi di masyarakat, bukan saling tuding dan lempar tanggung jawab dimana tidak akan pernah menyelesaikan masalah. 

Masalah politik di masa lalu sebaiknya kita kubur untuk bisa segera move on dan memandang masa depan dengan lebih baik. Toh seandainya para pemimpin, pejabat yang saat ini berkuasa tidak bisa mengatasi persoalan, tidak becus dalam bekerja maka kita bisa menghukum mereka dengan tidak memilihnya dalam Pemilu atau Pilkada mendatang. Inilah seharusnya sikap yang pas sebagai anak bangsa yang percaya pada sistem ketatanegaraan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun