Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Rekam Jejak dan CAPIM KPK, Perlukah?

6 September 2019   08:03 Diperbarui: 6 September 2019   08:37 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dulu ada seorang teman pas masa-masa SMA yang badannya atletis, wajahnya sangar, tindak-tanduknya seperti jagoan yang tidak takut siapapun. Istilah kerennya saat itu dia adalah "jeger" di angkatan kami. Saat kelas 1, angkatan kami bisa berteman dan saling menghormati dengan anak kelas 3. 

Namun dengan anak kelas 2 angkatan kami mampu "menjajah" sehingga anak kelas 2 tidak berani macam-macam layaknya seorang senior. Kondisi ini disumbangkan salah satunya oleh kiprah si Jeger.

Si Jeger ini menjadi pelindung bagi beberapa orang dekatnya. Keberadaannya menimbulkan rasa aman bagi teman dan pengikutnya. Namun sebaliknya bagi orang di luar kelompoknya atau yang jadi musuhnya, maka dia adalah momok yang disegani dan ditakuti. 

Si Jeger memang kadang-kadang suka bertindak kasar jika permintaannya tidak dituruti oleh anak-anak lain. Permintaan si Jeger memang kadang terkesan memalak, khas seperti jagoan di film-film.

Kini waktu telah berlalu, dan puluhan tahun telah meninggalkan bangku SMA, serta masing-masing kami telah menjadi orang dewasa. Saat bersua dengan teman-teman SMA di momen reuni atau lainnya kami saling bercanda dan berlempar kabar. Ketika membicarakan si Jeger, pandangan teman-teman terhadapnya tidak banyak berubah dari sejak masa sekolah SMA dulu. 

Kesan sangar, jagoan, sedikit raja tega masih melekat dalam benak teman-teman hingga saat ini. Padahal waktu dan perjalanan hidup mungkin telah merubah si jeger menjadi lebih arif, bijaksana dan religius, namun bayangan perjalanan masa lalunya masih melekat dalam benak banyak orang. Rekam jejak dari si Jagger di masa lalunya ternyata masih membekas hingga sekarang di benak orang banyak.

Sedikit kembali ke sekitar abad ke 6 masehi saat Nabi Muhammad SAW pertama-tama berdakwah menyebarkan risalah islam ke kaum Quraisy. Muhammad di kenal sebagai laki-laki yang penuh amanah, jujur dan dapat dipercaya. Karena sifat dan tindak tanduknya inilah beliau diberi gelar "Al-Amin" oleh penduduk Mekkah. 

Semua orang merasa aman dan nyaman ketika bertransaksi bisnis dengan beliau, juga menitipkan urusannya. Rekam jejaknya sungguh harum di kalangan penduduk Mekkah.

Pun dengan rekam jejak mengkilap, tidak mudah juga Nabi Muhammad menyebarkan dakwahnya. Penduduk Quraisy Mekkah mengakui bahwa Muhammad amat sangat jujur dan bisa dipercaya, namun saat beliau menyeru kepada kebenaran mereka tidak serta merta ikut mempercayainya. 

Coba bayangkan apabila Nabi Muhammad SAW rekam jejaknya sebelum menerima wahyu kenabian amburadul, tidak baik, dan bermasalah, tentu risalah islam lebih sangat berat lagi dalam penyebaran dakwahnya.

Urusan rekam jejak memang bukan perkara sepele, karena rekam jejak seseorang itu menggambarkan perilakunya di masa lampau, maka rekam jejak menjadi alat penilai kualitas seseorang. 

Mengapa menjadi alat penilai? Jawabnya adalah karena pada dasarnya manusia sulit untuk berubah, sehingga rekam jejak yang dipunyainya merupakan gambaran umum dari sifat dan perilakunya yang "dianggap" konsisten dan tidak mudah berubah. 

Bukankah dalam interview pekerjaan kita akan sangat mengeksplore rekam jejak masa lalu si calon pekerja, baik dari sisi keluarga, kepribadian, pengalaman kerja dan banyak hal lainnya.

Sama seperti orang yang punya rekam jejak berhutang dan mengemplang hutangnya. Apakah dari kondisi ini kita akan berpikir bahwa mungkin dia telah berubah dan lantas kita beri pinjaman? Saya yakin kita akan berpikir 1000 kali untuk memberinya pinjaman mengingat ada potensi yang sangat besar uang itu tidak akan dikembalikan. 

Rekam jejak orang tersebut sebagai pengemplang hutang tidak serta merta hilang dari pikiran kita. Butuh usaha yang sangat keras bagi dia untuk membuktikan dan menunjukkan pada orang lain bahwasannya dia telah berubah.

Oleh karenanya kalau saat ini muncul suara-suara agar presiden Jokowi mencoret usulan nama-nama Capim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dianggap bermasalah maka hal itu harus dimaknai sebagai sesuatu yang sangat baik. 

Lha wong kita sendiri cenderung tidak percaya dan tidak mau memberikan pinjaman pada teman kita sendiri yang mempunyai rekam jejak tidak baik, apalagi ini soal calon pimpinan KPK yang notabene merupakan garda terdepan pemeberantasan korupsi di negara tercinta.

Kita tahu yang diperangi bangsa ini adalah korupsi yang sudah akut dan melingkupi sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Korupsi pula salah satu faktor yang kemudian menjungkalkan kekuasaan orde baru. Oleh karenanya pada era reformasi dibentuklah KPK untuk membersihkan negara ini dari korupsi.

Tentu tugas KPK tidak mudah, mengingat para koruptor itu bukan orang sembarangan. Para koruptor adalah orang-orang yang punya kedudukan, kekuasaan, kekuatan, relasi luas, dan seringkali jaringan politik yang sangat kuat. Melawan orang-orang seperti ini tentu dibutuhkan pimpinan yang sangat berani, jujur, bersih dan pintar. 

Pimpinan KPK juga bukan orang yang mudah tergoda kekayaan, jabatan, uang, wanita dan material lainnya. Korupsi yang ditangani KPK jumlahnya triliyunan rupiah, andaikan para koruptor mau berbagi 1 persen saja dengan pimpinan KPK (kalau pimpinan KPK mau) asal kasusnya jangan diusut atau diteruskan, maka bayangkan berapa milyar yang dapat masuk ke kantong pribadi pimpinan KPK.

Oleh karenanya KPK membutuhkan manusia-manusia separuh dewa untuk menjalankan roda kegiatan KPK. Manusia-manusia seperti ini mungkin jumlahnya mencukupi, namun yang mau tampil ke permukaan sangat sedikit. 

Kondisi ini kemudian yang menyebabkan orang-orang yang "kurang kualifikasinya" memanfaatkan keadaan untuk mencoba naik ke tampuk pimpinan KPK. Kualifikasi mereka barangkali belum sampai 1/8 dewa, mungkin baru 1/1000 dewa, namun bisa menjadi kuda hitam ketika mengikuti seleksi Capim KPK.

Kita tidak tahu apa motif sesungguhnya dari orang-orang terutama yang sudah menjadi Capim KPK ke depannya ketika berhasil menjadi pimpinan KPK. Namun kita yakini bahwa motif mereka adalah memperkuat KPK dan menggencarkan agenda-agenda pemberantasan korupsi. 

Sungguhpun demikian standar kita bangsa Indonesia tidak berubah bahwa pimpinan KPK haruslah manusia separuh dewa, tidak bisa ditawar-tawar untuk menjadi nahkoda lembaga superbody (KPK). 

Alat yang sangat efektif untuk menilai apakah dia manusia separuh dewa atau bukan adalah rekam jejak. Maka pilihlah pimpinan KPK dengan rekam jejak minimal baik kalau tidak bisa dikatakan cemerlang, sebaliknya tolaklah yang bermasalah dengan rekam jejaknya.

Bola ada di tangan Presiden untuk menyerahkan nama-nama Capim KPK kepada DPR. Selanjutnya pemilihan pimpinan KPK akan dilakukan oleh wakil-wakil rakyat. Kalau kemudian rekam jejak tidak diperhatikan oleh Presiden maupun DPR, biarlah nanti waktu yang akan berbicara mengenai nasib pemberantasan korupsi di Indonesia. Sebagai rakyat kita sudah mengingatkan agar penguasa dan wakil rakyat benar-benar melihat dengan serius rekam jejak para calon dewa anti korupsi ini. 

Di era keterbukaan seperti sekarang melihat rekam jejak para Capim KPK tidaklah sulit bagi masyarakat umum, apalagi bagi Presiden dan DPR yang mempunyai alat dan kuasa. Semoga hanya mereka yang benar-benar layaklah yang akan terpilih menjadi Pimpinan KPK. Kalau ini terjadi, bolehlah kita sedikit lega karena koruptor tidak akan bisa tidur nyenyak.

MRR, Jkt-06/09/2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun