Namun saya tetap harus pede di atas panggung, tidak peduli audien yang hadir paham atau tidak. Namun nyatanya saat sesi tanya jawab dimulai, ada beberapa peserta yang bertanya pada saya akan topik yang dibawakan. Tentu saya jawab balik pertanyaan mereka dan sepertinya mereka paham dengan apa yang saya sampaikan.
Namun begitu keluar dari bagian proyek dan jarang berinteraksi dengan orang-orang bule, kemampuan Inggris tidak terasah lagi, cenderung stagnan dan mulai terkikis. Sekarang kalau berdialog dalam Bahasa Inggris saya rasakan tidak selancar dahulu saat masih di proyek.Â
Saat ini kalau bertemu bule dan bercakap-cakap dalam Bahasa Inggris, saya perlu 5 sampai 10 menit untuk melemaskan dan melancarkan lidah ini. Karena berbahasa adalah masalah kebiasaan, maka kebiasaan kita sehari hari lah yang akan menentukan seberapa bagus kemampuan kita dalam berbahasa asing.
Kita bisa lancar berbahasa Indonesia, bisa cas cis cus berbahasa Inggris karena kita mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, bukan sekedar belajar teorinya saja namun tidak pernah praktek. Dengan kebiasaan maka segala sesuatunya menjadi ringan, terasa mudah untuk dijalankan.
Saya jadi teringat saat di Singapura, masyarakat sana tertib berjalan di trotoar, mengantri di lampu merah, dan tidak buang sampah sembarangan. Meskipun ada unsur hukuman atau denda yang tinggi jika seseorang melanggarnya, hal ini telah merubah perilaku masyarakat Singapura menjadi tertib dan patuh terhadap aturan.Â
Karena tiap hari atau bahkan tiap waktu mereka berperilaku sperti itu, maka hal itu menjadi kebiasaan baik yang dijalankan terus menerus, bukan lagi karena ada larangan dan hukuman.
Begitulah efek dari hal yang secara berulang-ulang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari (baca : kebiasaan) sangat kuat pengaruhnya. Yang saya contohkan di atas adalah kemampuan berbahasa Indonesia dan Inggris (contoh yang baik) yang dibangun karena kebiasaan sehingga menjalaninya bisa secara otomatis tidak perlu faktor pemaksa. Begitu pula dengan contoh perilaku kedisiplinan orang di Singapura yang dibangun di atas kebiasaan perilaku sehari-hari.
Coba bayangkan jika kebiasaan yang kita bangun itu adalah kebiasaan buruk seperti berjudi, minum-minuman keras, penggunaan narkoba dan sejumlah aktifitas tidak baik lainnya tentu akan sangat berbahaya.Â
Karena sudah terbiasa melakukan kebiasaan buruk tersebut maka hati kita bisa menjadi beku dan menganggap kebiasaan tersebut sebagai sesuatu yang biasa dan normal bahkan akan membiarkan atau menularkannya pada teman, anak maupun saudara.
Kebiasaan akan membuat kita menjadi ahli dalam suatu aktifitas tertentu. Oleh karenanya perbanyaklah kebiasaan-kebiasaan positif dan kurangi yang negatif atau tidak baik.Â
Kata-kata Imam Al Ghazali patut untuk direnungkan, "Siapa saja yang di dalam pangkal fitrahnya belum didapati sifat baik, misalnya, maka hendaklah ia memaksakan diri berbuat baik; barang siapa yang tidak diciptakan memiliki sifat tawadhu, hendaklah ia berusaha keras bersifat tawadhu sampai terbiasa".