Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penglaris di Suatu Pagi

1 Maret 2019   20:20 Diperbarui: 1 Maret 2019   20:28 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi itu, di suatu hari di bulan Februari tahun 2019 cuaca begitu cerah dan udara terasa segar dengan suhu lumayan dingin. Maklum saat itu saya sedang berada di kota kembang, Bandung. 

Suasana yang demikian nikmat saya manfaatkan untuk duduk di sebuah bangku di jalan Braga persis di depan tempat pelatihan yang memang sedang saya ikuti selama tiga hari. Waktu masih menunjukkan pukul 07.30 WIB pagi, masih satu jam lagi sebelum pelatihan dimulai.

Duduk menikmati jalan Braga sembari membaca majalah ditemani secangkir kopi pahit. Meskipun sendirian, namun begitu menikmatinya saya hingga seorang pria dengan tas koper jeans menyapa dan membuat saya sedikit terkejut. 

"aa, beli sepatu nih a, murah kok, ini buatan Cibaduyut", kata si pria tersebut. Rupanya dia seorang pedagang sepatu yang memang banyak berjualan di sekitar jalan Braga. Sambil menggeleng saya berkata "tidak kang, makasih". Namun bukannya berlalu pria tersebut malah semakin gencar merayu, namun tetap saja saya tidak bergeming.

Melihat kegigihannya saya pun akhirnya bertanya berapa harga sepatu yang ditawarkan. "Cuma 150 ribu rupiah aja a, tapi bisa kurang kok. Ayo a dibeli sebagai penglaris", jawab si pria dengan logat sundanya yang kental. 

Dalam hati saya menganggap harganya terlalu mahal untuk sebuah merek sepatu yang saya belum pernah tahu demekian pula kualitasnya. Gesture saya memperlihatkan bahwa saya tidak berminat setelah si pria menyebutkan harganya. "a, ayo tawar aja a, saya senang kok kalau aa tawar berapa saja, sebagi penglaris aja. Ayo a tawar, penglaris a" rayu si pria tidak menyerah. Berkali-kali dia bilang sebagai penglaris, maklum waktu masih pagi.

Terus didesak oleh pria penjual sepatu, akhirnya saya sebutkan angka 50 ribu rupiah sebagai harga penawaran. Spontan saja angka ini keluar saking seringnya melihat di pinggir jalan dekat rumah tulisan sepatu harganya 50 ribu rupiah di lapak pedagang sepatu. Pria tersebut lantas menyebut angka 75 ribu rupiah sebagai harga jadi, turun separuh dari harga penawaran awalnya. 

Saya tidak bergeming dari angka yang saya tawarkan. Tak sampai semenit si penjual sepatu setuju dengan penawaran saya dan langsung menanyakan ukuran dan mempersilahkan saya untuk mencoba sepatu yang diinginkan. Kata dia harga segitu tidak apa-apa hanya sebagai penglaris saja. 

Segera saya ambil sepatu warna coklat kehitaman ukuran 42 dan mencobanya. Setelah saya merasa cocok, sepatu tersebut lantas dibungkus oleh si penjual dengan tas kresek. Sejurus kemudian si penjual sepatu berlalu sambil mengucapkan terimakasih telah membeli sebagai penglaris.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi
Petugas keamanan gedung pelatihan yang dari tadi mengamati lantas mendekati saya dan menanyakan berapa saya membeli sepatu tersebut. Saya katakan bahwa sepatu tersebut saya beli 50 ribu rupiah. 

Kata petugas keamanan biasanya sepatu seperti yang saya beli pasarannya 75 sampai 90 ribu rupiah di jalan Braga. "Wah mungkin karena masih pagi dan sebagai penglaris sehingga harganya murah" kata saya pada petugas keamanan tersebut.

Penglaris, sebuah kata yang berulangkali diucapkan oleh si penjual sepatu. Kata penglaris juga seringkali saya dengar dari banyak pedagang ketika saya sedang menawar atau membeli dagangan mereka. 

Biasanya istilah penglaris merujuk pada terjadinya transaksi atau penjualan pertama suatu barang oleh seorang pedagang pada pembelinya. Biasanya para pedagang meyakini bahwa penglaris akan memudahkan mereka setelahnya untuk menjual barang dagangannya pada hari itu. Istilah kata penglaris dianggap sebagai pembuka pintu rezeki pedagang pada hari tersebut.

Oleh karenanya saat saya beberapa kali membeli barang di berbagai toko di pagi hari, biasanya tawar menawar dengan si penjual tidak terlalu alot, karena faktor penglaris apalagi kebetulan saat kita menjadi orang pertama yang akan membeli barang dagangan mereka. Bagi para pedagang untung sedikit  atau balik modal saja sudah cukup sebagai penglaris. 

Berbeda dengan saat siang hari ketika sudah terjadi beberapa transaksi jual beli, pasti tawar menawar menjadi lebih alot. Maka saya sarankan kalau mau membeli barang di pasar atau toko (non supermarket) datanglah pagi-pagi sebelum pembeli lainnya datang.

Saya meyakini bahwa penglaris bukan merupakan suatu hal yang mistik atau tahayul untuk suksesnya perdagangan pada hari itu. Saat pertama kali ada transaksi pada hari itu, maka akan memberikan dorongan semangat dan mood yang baik pada pedagang dalam menjual barang dagangannya. 

Berbeda halnya saat tidak ada sebuah barangpun yang sampai tengah hari berhasil dijual, sedikit banyak psikologis dan mood seorang pedagang menjadi buruk, semangat menjadi loyo pada hari itu. Memang semestinya dalam kondisi apapun seorang pedagang harus bisa menjaga semangat dan moodnya agar tetap dapat melayani pembeli dengan pelayanan terbaik.

Rezeki tidak akan pernah tertukar, dan telah dijamin oleh Allah. Ikhtiar dalam bekerja adalah bagian dari menjemput rezeki. Maka anggaplah penglaris sebagai bagian dari strategi untuk menjemput rezeki bagi seorang pedagang, tidak lebih. Karena ketika penglaris dianggap sebagai syarat kesuksesan yang harus dipenuhi seorang penjual pada hari itu, maka konteks penglaris sudah melenceng. Jadikan penglaris sebagai penyemangat, bukan dihubung-hubungkan dengan nasib baik atau buruk yang malah berbahaya bagi keimanan kita. Ingatlah firman Allah,

"Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-hamba-Nya." (QS. Al Isra': 30)


MRR, Bks-01/02/2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun