Mohon tunggu...
Mohammad Rasyid Ridha
Mohammad Rasyid Ridha Mohon Tunggu... Buruh - Bukan siapa-siapa namun ingin berbuat apa-apa

Pekerja di NKRI Pengamat Sosial, pecinta kebenaran...Masih berusaha menjadi orang baik....tak kenal menyerah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Timbangan dan Orang yang Curang

26 Januari 2019   22:27 Diperbarui: 26 Januari 2019   22:58 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alat itu bernama timbangan dan biasa terdapat di pasar-pasar, tukang sayur, penjual daging dan masih banyak lagi di tempat-tempat lainnya. Timbangan ini yang seringkali dipelototi ibu-ibu dengan seksama, kadang disertai dengan perdebatan dengan penjual karena si pembeli menginginkan timbangan yang hangat (lebih). Timbangan menjadi alat sahnya jual beli atas takaran yang disetujui untuk diperjualbelikan oleh penjual dan pembeli.

Seringkali saya temui kaum ibu yang baru berbelanja menimbang kembali barang belanjaannya dengan timbangan yang mereka punya di rumah. Rupa-rupanya mereka tidak percaya sepenuhnya pada timbangan yang digunakan para penjual di pasar.

Hal ini tentu masih wajar mengingat tidak semua timbangan akurat, bahkan ada beberapa yang memang sudah tidak akurat namun sengaja tetap dipakai untuk memberikan keuntungan lebih bagi penjual. Aturan di negeri ini telah mewajibkan agar timbangan ditera ulang setiap periode waktu tertentu untuk memastikan keakuratannya, dan tera ulang ini bisa dilakukan di balai metrologi terdekat.

Mengapa timbangan itu harus akurat dan tidak boleh diakali, tentu karena agar tidak muncul kecurangan dalam transaksi jual beli. Kecurangan dalam timbangan adalah hal yang sangat tegas dinyatakan dan dilarang dalam Al Qur'an. Allah Ta'ala berfirman,

"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi." (QS. Al Muthoffifin: 1-3).

Kalau demikian keras ancaman Allah atas orang-orang yang curang, mengapa masih saja ada orang-orang yang bermain dengan timbangan. Kalau timbangan saja begitu ditekankan oleh Allah agar manusia menjadi orang yang jujur dan tidak curang, maka urusan pekerjaan mestinya bisa dianalogikan pada timbangan.

Pengalaman berkaca pada diri sendiri, sebagai pekerja untuk urusan gaji tentu kita tidak mau dipotong. Namun untuk urusan pemenuhan kewajiban jam kerja sebanyak 8 jam sehari kadang-kadang kita menyepelekan malah cenderung mengurangi. Misalnya datang terlambat, atau pulang lebih awal dengan alasan yang dibuat-buat, atau bahkan menggunakan jam kerja untuk keperluan pribadi, tentu hal ini merugikan perusahaan atau pemberi kerja.

Pada titik inilah menurut pandangan saya kita telah menjadi manusia yang curang seperti orang yang mengurangi timbangan. Saat bicara hak, kita meminta seratus persen, kalau bisa malah lebih. Namun sebaliknya, saat bicara kewajiban maka yang terbersit adalah bagaimana caranya menguranginya.

Timbangan mengingatkan kita akan prinsip keseimbangan dan keadilan antara hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban adalah dua hal yang selalu muncul bersamaan. Munculnya hak karena adanya kewajiban, demikian pula sebaliknya. Agar kecurangan tidak muncul, maka perlu kita menjalankan kewajiban dengan baik untuk mendapatkan hak yang sudah semestinya. Jangan menuntut di luar hak kita, demikian pula jangan meninggalkan kewajiban yang menjadi tanggung jawab kita.

Timbangan tidak hanya digunakan dalam urusan jual beli, namun analogi penerapannya dalam kehidupan bisa sangat luas. Mudah-mudahan kita bisa memaknai filosofi timbangan dalam kehidupan manusia sehingga bisa menghadirkan keseimbangan nan berkeadilan dalam segenap aspek kehidupan.

MRR, Pbg-26/01/2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun