Waktu terus bergulir dan pejabat daerah otonomi X tidak mengembalikan potongan gaji para pamongnya. Gubernur X dan para deputinya menyebarkan pesan berantai pada para pamong bahwa yang berkeberatan dengan pemotongan untuk menghubungi mereka dan akan dikembalikan uang potongannya.
Mengetahui pesan berantai tersebut, penasihat senior raja kemudian memberikan masukan pada Deputi Gubernur X bahwasannya pesan tersebut tidak akan efektif karena secara psikologis para pamong akan takut untuk berbeda dan terlihat menentang keputusan bosnya meskipun keliru. Penasihat senior raja juga meminta agar para pejabat teras daerah otonomi X untuk meminta ampun pada yang Maha Kuasa atas kekeliruan itu dan meminta maaf pada para pamong saat acara suci keagaamaan tiba.
Singkat cerita target raja untuk memberi makan dan santunan terhadap 100.000 ribu anak yatim dan orang miskin berhasil terlampaui. Acara berjalan lancar dan sukses. Namun dibalik acara tersebut ternyata hanya 3 orang pamong daerah otonomi X yang menyatakan keberatan dengan pemotongan gaji yang diterimanya.
Oleh bagian bendahara, potongan gaji pun dikembalikan pada ketiga pamong tersebut. Saat ketiga orang ini menerima potongan gaji yang dikembalikan, banyak para pamong lainnya yang bertanya kok potongan gaji mereka tidak dikembalikan dan secara tersirat menginginkan dikembalikan juga. Ketiga pamong mengatakan hal ini karena mereka menyatakan keberatan sementara pamong yang lain tidak berani menyatakan. Kondisi ini tidak pernah diketahui oleh raja, demikian juga dengan Gubernur X dan para deputinya.
Berkaca dari kisah raja di atas ada beberapa hal yang bisa kita tarik pelajaran. Salah satunya adalah fenomena "Asal Bapak Senang" alias ABS. Saat banyak pejabat yang mengamalkan ABS maka bersiap-siaplah kehancuran suatu negeri. Para raja, presiden, pemimpin harus mewaspadai fenomena ini.
Ketika bawahan tidak ada yang berpendapat lain, tidak ada yang berani mengkritik maupun menentang, selalu setuju 100% terhadap pendapat pemimpin, maka fenomena ABS telah menjangkiti. Saat fenomena ini terjadi, suatu himbauan dan ajakan bisa ditafsirkan menjadi kewajiban, sehingga para pejabat di bawah sang Pemimpin akan menurunkan kepada pejabat dibawahnya hingga rakyat jelata sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan sehingga muncul kejadian seperti kisah raja di atas.
Sebagai seorang pemimpin, seseorang juga harus memastikan bahwa apa yang disampaikan bisa diterima dengan baik dan dijalankan dengan benar oleh para anak buahnya. Niat yang baik dan benar, namun dijalankan dengan cara yang keliru maka akan menjadi tidak baik. Maka rajin-rajinlah pemimpin turun ke bawah, bergabung dengan rakyatnya untuk mendengarkan masukan mereka secara langsung.
Pemimpin akan dicintai dan ditaati karena respek rakyat terhadapnya, bukan karena ketakutan yang disebarkan oleh pemimpin itu sendiri. Ketika hal ini dilaksanakan, maka fenomena ABS bisa sangat diminimalisir dan mendorong anak buah serta rakyat berani menyampaikan ide dan masukannya. "Dalam hidup kita, cuma satu yang kita punya, yaitu keberanian. Kalau tidak punya itu, lantas apa harga hidup kita ini?" begitu nasehat seorang Pramudya Ananta Toer.
Fenomena ABS terbukti telah berdampak buruk pada orde baru di Indonesia. Ketika para pejabat, menteri dan orang-orang dekat pak Harto hanya menyampaikan hal-hal yang baik saja, sementara fakta di lapangan terjadi sebaliknya, maka saat itulah dimulainya kekeliruan orde baru. Kalau kita menyayangi dan mencintai pemimpin, maka kita harus berani mengatakan yang benar, yang jujur, kadang mengkritik namun tetap dengan cara-cara sopan dan baik. Sebaliknya ketika kita memilih perilaku ABS, sesungguhnya kita sedang menghancurkan pemimpin itu sendiri.
Dalam pidato pertamanya ketika baru dibai'at dan diangkat sebagai khalifah, Abu Bakar Ash-Shiddiq berkata:
"Para hadirin sekalian, sesungguhnya aku telah dipilih sebagai pemimpin atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik. Maka jika aku berbuat kebaikan, bantulah aku. Jika aku bertindak keliru, luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementar dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah di antara kalian sesungguhnya kuat di sisiku, hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya insya Allah. Sebaliknya barang siapa yang kuat di antara kalian maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yang diambilnya.