Dalam era postmodern, otak manusia lebih banyak dipengaruhi oleh persepsi dan citra yang diterima. Persepsi dan citra yang diterima juga tergantung banyaknya data yang masuk. Bermega-mega byte data masuk setiap harinya melalui berbagai sumber, handphone, internet dan lain sebagainya. Ada data yang berguna, ada pula yang tidak berguna, keduanya tetap masuk dan kita terima. Saking banyaknya data dan informasi kadang membuat kita bingung, mana yang membawa ke jalan kebaikan atau sebaliknya menuntun ke neraka. Apalagi ketika ditambah dengan berita-berita hoax, semakin menambah beban otak dalam menyaring dan memastikan kebenaran suatu informasi.
Era postmodern hari ini juga ditandai dengan munculnya manusia baik yang individualis. Manusia jenis ini ditandai dengan ciri bahwa meskipun orang lain atau lingkungan berbuat buruk yang penting dia tidak ikut-ikutan, tetap menjadi orang baik. Silahkan orang lain berbuat jahat, yang penting dia gak ikut-ikutan dan tidak pula melarangnya. Padahal hidup itu tidak hanya berada dalam kesendirian, tapi harus pula mengajak orang lain dalam kebaikan.
Manusia baik yang individualis hanya memikirkan dirinya sendiri agar tetap terjaga dari keburukan. Padahal manusia mempunyai tanggungjawab untuk mengajak orang lain dalam kebaikan. Langkah minimal yang bisa dilakukan adalah mengajak dan memberdayakan diri sendiri, keluarga terdekat, dan lingkungan sekitar untuk memulai melakukan kebaikan, mencegah keburukan, dan mengingatkan orang lain dari perbuatan buruk. Manusia baik harus berani mengajak orang lain menuju kebaikan, bukan hanya sekedar diam. Menjadi manusia baik itu keharusan, namun individualis adalah sesuatu sikap yang semestinya dirubah.
Ketiga paragraf di atas adalah rangkuman dari khotbah Jumat siang tadi. Suatu topik yang rasa-rasanya memang sangat up to date. Membayangkan apa yang disampaikan khatib, saya jadi teringat jaman dahulu (saat masih kecil) ketika internet belum ada, handphone masih belum ada, hanya telpon rumah sarana komunikasi yang ada.
Saat itu portal berita online belum ada, hanya koran, majalah mingguan atau bulanan menjadi sumber informasi. Tidak banyak data dan informasi yang masuk ke otak kita dibandingkan dengan era sekarang. Kerja otak dan memori yang terpakai tidak seberat dengan kondisi saat ini, yang mana mengurangi tingkat stress.
Semakin mudahnya informasi diakses melalui kecanggihan teknologi, maka berbagai informasi akan masuk begitu derasnya. Seperti telah disampaikan, kadang kita tidak tahu bahwa informasi yang masuk tidak semuanya baik, kadang sampah pun masuk dan memenuhi otak kita.
Maka menyaring informasi menjadi tugas wajib sehingga kewarasan berpikir otak kita masih terjaga dan tidak terdistorsi oleh persepsi dan citra yang salah. Sepertinya beban anak cucu kita nanti juga lebih berat daripada kita saat ini seiring teknologi yang semakin canggih.
Pun kemajuan teknologi di era postmodern ini sedikit banyak telah membuat kita terasing satu sama lain. Coba lihat sekitar ketika sedang bersama teman, kerabat maupun saudara di dalam mobil. Banyak di antara kita yang asyik bermain handphone sendiri-sendiri dibandingkan ngobrol satu sama lain.
 Pun demikian halnya melihat orang-orang yang sedang mengantri menunggu KRL di stasiun. Jaman dulu orang-orang saling mengobrol dan bercanda satu sama lain sembari mengobrol, namun sekarang coba dilihat semua orang sibuk dengan handphone nya masing-masing. Mereka terlarut dalam dunia maya dan menjauhkan dari kebersamaan di alam nyata.
Tanpa disadari kemajuan teknologi membuat manusia dekat di dunia maya namun jauh secara fisik. Apakah mereka masih manusia baik? Iya, mereka masih menjadi manusia baik, namun kemudian cenderung individualis. Semoga kita dapat tetap menjadi manusia baik yang tetap memperhatikan sesama dan jauh dari individualis. Derasnya informasi tidak lantas membutakan akal dan pikiran kita dalam persepsi semu nan salah.
MRR, Jkt-27/04/2018